TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Sikap Unik Gen Z Hadapi Anggota Keluarga yang Toksik, Ajak Diskusi?

Kesehatan mental lebih utama, ya

ilustrasi berada dalam keluarga yang toxic (pexels.com/RDNE Stock project)

Sebenarnya dari generasi ke generasi selalu ada lingkungan yang toksik, bahkan salah satunya dari dalam anggota keluarga. Biasanya, ada saja salah satu atau beberapa orang yang senang menjatuhkan, berkomentar negatif tanpa memikirkan perasaan keluarganya, dan lainnya.

Akan tetapi, gen Z cukup berbeda dalam menyikapi hal ini. Ketika mencoba terus bertahan di tengah ekspektasi sosial, tekanan akademis, dan tuntutan pribadi, memiliki anggota keluarga yang toksik jelas bisa menambah rumit proses ini. Makanya, gen Z lebih suka menunjukkan lima sikap unik ini ketika menghadapi anggota keluarga yang toksik.

1. Memprioritaskan kesehatan mental

ilustrasi seseorang merenung (pexels.com/Julia Volk)

Gen Z dikenal sebagai generasi yang menempatkan kesehatan mental sebagai prioritas utama dalam hidup. Mereka sangat sadar betul bahwa menghadapi anggota keluarga yang toksik bisa merusak keseimbangan emosional dan psikologis.

Oleh karena itu, mereka aktif mencari bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau terapis. Dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dan konseling yang diperlukan.

Baca Juga: 6 Alasan Gen Z Sangat Peduli pada Isu Kesehatan Mental, Pengalaman?

2. Memberikan batasan yang sehat

ilustrasi seseorang yang toksik (pexels.com/SHVETS production)

Menghadapi anggota keluarga yang toksik, gen Z sudah belajar untuk menetapkan batasan yang sehat. Mereka menyadari bahwa menetapkan batasan yang jelas adalah kunci untuk melindungi diri sendiri dari energi negatif yang mungkin ditimbulkan oleh anggota keluarga tersebut.

Makanya, mereka gak ragu untuk mengekspresikan kebutuhannya dengan jelas dan tegas. Juga, mereka gak membiarkan anggota keluarga yang toksik melampaui batasan yang sudah ditetapkan.

3. Membiasakan keterbukaan dan dialog yang sehat

ilustrasi berkumpul bersama (pexels.com/Askar Abayev)

Gen Z cenderung punya kebiasaan untuk melakukan keterbukaan dan dialog yang sehat dalam menghadapi konflik dengan anggota keluarga yang toksik. Mereka percaya bahwa berbicara secara terbuka soal perasaan dan kekecewaan yang dirasakan, akan mampu menciptakan ruang yang aman untuk diskusi dan rasa saling memahami.

Mereka berusaha untuk membangun hubungan yang lebih baik lewat komunikasi yang efektif dan saling pengertian. Inilah yang gak dilakukan generasi sebelumnya yang kebanyakan justru lebih suka memendam sendiri perasaan gak sukanya.

4. Menghargai perbedaan dan keterlibatan sosial

ilustrasi seseorang bersikap ramah (pexels.com/Askar Abayev)

Gen Z sangat menghargai adanya perbedaan dan keterlibatan sosial. Mereka mencari dukungan dari komunitas yang lebih positif dan mendukung, di luar lingkungan keluarga yang toksik.

Dengan terlibat dalam gerakan sosial, kegiatan sukarela, atau komunitas online yang positif, mereka menemukan dukungan emosional yang dibutuhkan. Juga, ada banyak inspirasi dari orang-orang sebaya mereka yang memiliki pandangan dan nilai yang sejalan. Sehingga mereka gak akan pusing-pusing memikirkan omongan anggota keluarganya yang toksik.

Baca Juga: 6 Cara Unik Gen Z dalam Memilih Pasangan, Mencari Cinta di Era Digital

Verified Writer

Desy Damayanti

Black is the new pink ❣️ ig: desy_damay

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya