Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Orangtua mana sih yang gak mau anaknya cepat mandiri? Apa benar semakin cepat anak mandiri, semakin baik? Orangtua memang menjadi pintu pertama yang mengajarkan kemandirian anak sedari kecil. Mulai dari mengajarinya mengurus diri sendiri sampai mengantarkannya mandiri secara finansial.
Dalam prosesnya, masih banyak orangtua yang keliru memandirikan anak. Yuk, pahami apa saja yang perlu diperhatikan orangtua supaya gak salah kaprah saat melatih kemandirian anak.
1. Anak yang mandiri bukan berarti dia terbebas dari kesalahan
freepik.com/cookie-studio Dalam melatih kemandirian anak, sebagian orangtua masih ada yang memberikan doktrin bahwa pilihan hidup itu cuma dua, kalau gak berhasil, pasti gagal. Anak yang sedang berusaha mandiri pada satu bidang, akhirnya merasa tertekan karena takut gagal, bahkan bisa tersiksa ketika dia gak berhasil.
Padahal orangtua bisa mengganti kata gagal dengan kalimat yang lebih bijak seperti, "Kalau kamu gak berhasil, berarti kamu bisa belajar lebih baik lagi." Bukankah kita menjadi lebih baik karena belajar dari kesalahan?
2. Anak yang mandiri bukan berarti membebaskan orangtua dari kerepotan
Anak yang mandiri memang menurunkan level kerepotan orangtua. Melatih anak sampai bisa makan, mandi, bahkan memasak sendiri memang penting, tapi bukan untuk melepaskan orangtua dari perannya. Sepanjang kamu jadi orangtua, sepanjang itulah ladangmu untuk sesekali "direpotkan" anak-anak.
Coba bayangkan, saat kamu sudah kuliah dan jauh dari orangtua. Ketika pulang kampung, ada gak keinginanmu untuk dimasakin ibu padahal kamu sudah mandiri dan bisa masak sendiri? Sejatinya, anak tetaplah punya naluri anak dan orangtua tetap pada perannya.
Baca Juga: 5 Cara Dasar Mendidik Anak Agar Tidak Manja, Bisa Mandiri Sejak Dini!
3. Memandirikan anak bukan berarti mengabaikan perasaannya
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Misalnya anak jatuh dari sepeda dan menangis. Karena orangtua ingin anak mandiri, ia pun mengabaikan anak yang merengek minta dipeluk. Dengan dalih agar anak mampu mengatasi masalahnya sendiri, orangtua membiarkan anak berhenti menangis sendiri. Sikap inilah yang sebenarnya masih keliru.
Pahamilah bahwa anak punya perasaan dan pikiran. Tak mengapa memeluknya ketika anak memang butuh itu. Melatih kemandirian anak dalam kasus ini, bukan pada konteksnya. Orangtua bisa mengasah kemampuan problem solving anak pada banyak momen lain tanpa harus mengabaikan perasaannya.
4. Anak yang mandiri bukan berarti gak butuh dimanja
Ketika anak sudah bisa melakukan segala aktifitasnya sendiri, jangan lupa ia juga tetap ingin merasakan perhatian orangtua dengan sesekali dimanja. Misalnya, anak sudah pandai membaca buku dongeng dan tidur mandiri. Nah, gak ada salahnya orangtua untuk sesekali membacakan cerita dan menemani anak tidur.
Ketika anak sudah mahir bersepeda mandiri ke sekolah, tak mengapa bagi orangtua untuk sesekali mengantar jemputnya sekolah. Itulah sebentuk perhatian yang dirindukan anak. Beda lagi kalau anak gak bisa mandiri dan cuma mau ke sekolah kalau diantar jemput. Ini baru namanya terlalu memanjakan anak.
Baca Juga: 5 Tips Mendidik Anak agar Lebih Berani Bebas Beropini dan Berkarya