TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Alasan Hari Ibu Dirayakan Tanggal 22 Desember

Selamat hari ibu untuk semua perempuan di Indonesia!

Instagram.com/atiqahhasiholan

Apa alasan hari ibu dirayakan tanggal 22 Desember? Kasih sayang ibu sepanjang masa. Itulah ungkapan yang sangat sering kita dengar. Bukan tanpa sebab, karena pada kenyataannya memang Ibu selalu menyayangi kita bahkan sampai akhir hayatnya. Jasanya tidak terbendung dan tidak terhitung banyaknya, sejak kita lahir ke dunia ini dan pertama kali menangis, sang ibulah yang menyambut kita dengan kebahagiaan dan penuh harapan. 

Mungkin kita bak permata baginya, di setiap doanya selalu tersebut nama kita walaupun tanpa kita ketahui. Nama yang diberikan kepada kita juga adalah sebuah doa, harapan dari seorang Ibu kepada anaknya, kelak akan sama seperti arti dalam nama tersebut. 

Ibu, kata yang sarat makna. Ribuan puisi mungkin telah banyak dibuat oleh para penyair. Tetapi maknanya akan sangat berbeda bagi setiap orang. Ada yang beranggapan bahwa Ibu adalah sang penyelamat, sahabat, orang yang menemani saat sakit, selalu setia mendengarkan anaknya, dan bahkan satu kata Ibu bisa mengandung seribu makna. 

Karena jasa-jasa itulah, kita layak untuk memberikan penghormatan kepada para Ibu di dunia ini. Maka dibuatlah hari yang disebut hari ibu. Hari Ibu di Indonesia sendiri diperingati setiap tanggal 22 Desember. Tapi tahukah kamu asal mula peringatan hari ibu? 

Sejarah mengungkapkan kenapa hari ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember. 

1. Tanggal 22 Desember merupakan hari diselenggarakannya kongres perempuan pertama

insideindonesia.org

Hari Ibu ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959 yang menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu. Hal ini karena pada tanggal tersebut pertama kalinya diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia yang dilangsungkan di Yogyakarta tahun 1928. Peristiwa ini dikenang sebagai awal mula perjuangan kaum perempuan di Indonesia.

Pada tanggal tersebut berbagai pemimpin dari organisasi perempuan di seluruh Indonesia berkumpul untuk bersatu dan berjuang untuk kemerdekaan serta perbaikan nasib kaum perempuan.

Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Istri Wapres Ajak Semua Keluarga Peduli Lansia

2. Banyaknya warga Indonesia yang protes terhadap Hari Kartini

moneter.co.id

Ketika Presiden Soekarno menetapkan Hari Kartini sebagai bentuk penghargaan terhadap aktivis yang memperjuangkan emansipasi wanita, yaitu R.A Kartini, banyak warga Indonesia pada saat itu memprotes kebijakan Presiden karena Kartini dianggap hanya melakukan perjuangan di daerah Jepara dan Rembang.

Kartini juga dianggap lebih pro terhadap Belanda. Untuk menghindari protes dari para warga tersebut, Presiden Soekarno yang terlanjur sudah menetapkan Hari Kartini, akhirnya menetapkan Hari Ibu untuk mengenang para pahlawan perempuan lainnya. 

3. Pidato Djami (Organisasi Darmo Laksmi) berjudul "iboe"

indowarta.com

Djami menceritakan pengalaman masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan. Di masa kolonial dulu, hanya anak laki-laki yang diperbolehkan mengakses pendidikan.

Sementara perempuan hanya boleh berkutat dalam urusan rumah tangga. Pandangan usang itu mengakar kuat bahkan hingga saat ini. Pendidikan bagi perempuan juga dianggap tidak penting karena selalu berakhir ke dapur. 

Tetapi, Djami mempunyai pendapat lain soal itu. Ia mengatakan:

“Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya.”

Yang artinya adalah tidak akan berhasil seorang anak jika ibunya tidak memiliki pengetahuan dan budi yang baik. 
 

4. Para pahlawan perempuan Indonesia berkumpul menjadi satu membela hak perempuan

berdikarionline.com

Hampir seluruh agenda dalam kongres ini membicarakan hak-hak perempuan. Hal itu bisa dilihat dari pertemuan hari kedua kongres, di mana Moega Roemah membahas soal perkawinan anak. Pada zaman dahulu sebelum kemerdekaan, perempuan acap kali dikawinkan walau masih belia.  

Perwakilan Poetri Boedi Sedjati (PBS) dari Surabaya juga menyampaikan tentang derajat dan harga diri perempuan Jawa. Kemudian disusul Siti Moendji'ah dengan “Derajat Perempuan” dan Nyi Hajar Dewantara—istri dari Ki Hadjar Dewantara— yang membicarakan soal adab perempuan.
 

Baca Juga: 5 Kumpulan Resep Makanan untuk Hadiah di Hari Ibu, Istimewa Banget!

Verified Writer

Rianna Zheid

IG: @Riannazheid

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya