5 Bahaya Prank Berlebihan terhadap Perkembangan Anak, yuk Lebih Bijak!

Kemunculan tren prank tengah marak di jagat maya. Tak hanya orang dewasa, konten sejenis ini juga kerap menjadikan anak-anak sebagai korban. Bahkan tak jarang, orangtua sendiri yang melakukannya kepada buah hati mereka.
Meskipun tampak menghibur, prank atau menjaili anak dinilai berbahaya dari sisi psikologis. Efeknya bukan tak mungkin terasa dalam jangka panjang. Lantas apa saja dampak negatif yang ditimbulkan akibat terlalu sering melakukan prank pada anak? Simak ulasannya berikut ini.
1. Memicu trauma yang berkepanjangan pada anak
Jenis prank yang membuat anak merasa ketakutan bisa memicu trauma di diri mereka. Ini bisa bertahan bahkan hingga anak beranjak dewasa. Terlebih, mereka masih belum bisa membedakan apakah itu adalah kebohongan atau kenyataan.
Contohnya adalah mengunci anak di dalam kamar sembari memutar suara yang menyerupai hantu. Tren prank yang baru-baru ini ramai menghiasi laman for you page atau FYP di TikTok ini bukan tak mungkin membuat anak trauma berada di ruangan sendirian. Ia juga berpotensi mengalami gangguan tidur, dihinggapi rasa cemas, hingga ketakutan berkepanjangan.
2. Merusak hubungan orangtua dengan anak
Orangtua semestinya menjadi sosok pelindung yang bisa dipercaya anak. Namun dengan sering menjaili anak, ia bukan tak mungkin kehilangan kepercayaan dan mulai menjaga jarak dengan ayah dan bunda.
Interaksi antara anak dan orangtua menjadi kurang terasa hangat sebab adanya rasa tidak nyaman pada anak. Lebih lanjut, ini dapat mengembangkan trust issue pada anak yang membuat ia kesulitan percaya pada orang lain. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan sosialisasinya.
3. Menurunkan rasa percaya diri anak
Jika orangtua menceritakan pengalamannya menjahili anak atau bahkan ikut membuat konten prank dan menyebarluaskannya di media sosial, anak bukan hanya kehilangan kepercayaan pada orangtua tetapi juga kepercayaan dirinya. Walau masih belia, ia sudah mulai memahami konsep malu dan dapat merasakannya.
Tanpa kepercayaan diri, anak bisa saja menjadi rendah diri dan sulit mencapai potensi maksimalnya. Dampaknya tentu tidak main-main karena dapat memengaruhi kehidupan anak di masa mendatang.
4. Mendorong anak menjadi pelaku bully
Lebih lanjut, sering menjahili anak bisa menjadi bumerang untuk orangtua. Sebab, anak berpotensi menjadi pelaku bully karena meniru perilaku ayah dan bundanya. Karena sudah menjadi kebiasaan di rumah, anak akan menganggap ini sebagai sesuatu yang normal tanpa memahami konsekuensi jangka panjangnya.
Selain itu, anak bisa saja melakukan penindasan untuk menyalurkan amarah, kekecewaan, dan rasa sakit hatinya. Jika dibiarkan, ini berdampak pada kemampuan pengendalian emosinya saat dewasa.
5. Perkembangan anak menjadi terganggu
Karena masih memasuki tahap perkembangan, anak memerlukan role model atau contoh yang baik untuk ditiru. Ingat, anak-anak merupakan peniru ulung. Mereka mengikuti apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya, bukan apa yang diinstruksikan orang-orang di sekitarnya.
Apa yang ditanamkan pada anak sejak dini akan menjadi identitasnya di kemudian hari. Sebagai contoh, jika ingin menumbuhkan hobi membaca pada anak, maka orangtua harus menyediakan berbagai bacaan dan membiasakan membaca sebagai kegiatan rutin setiap harinya. Hal yang sama berlaku jika orangtua melakukan kebiasaan negatif setiap hari, seperti prank.
Sejatinya, humor atau lelucon menjadi aspek penting yang dapat mendukung perkembangan anak. Namun ini harus dilakukan dengan bijaksana dan tidak berlebihan agar tidak memberikan dampak sebaliknya bagi tumbuh kembang buah hati.