ilustrasi bullying (pexels.com/Yan Krukau)
Sebuah studi nasional Amerika Serikat mengungkapkan, bullying atau tindakan agresif lain berdampak pada setidaknya 30 persen pelajar SMP hingga SMA. Padahal, masa sekolah menjadi fase penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan keterampilan emosional.
Betul bahwa tindakan pencegahan menjadi bagian penting dalam mengurangi kasus perundungan. Tetapi, langkah represif juga harus dipahami dengan baik. Bagaimana jika seorang anak kedapatan melakukan perundungan atau menjadi korban bullying?
Orangtua dan guru sebagai pihak terdekat dengan anak, setidaknya peka akan perubahan sikap yang terjadi pada anak. Misalnya, buah hati menjadi pemurung, pendiam, hingga mengalami demotivasi.
"Pertama, biasanya kalau ini terjadinya di sekolah, yang pertama pasti bertanya dulu sama guru, 'Ini sebenarnya apa yang terjadi?' karena kita melihat dulu dari POV gurunya seperti apa. Nah, kemudian yang berikutnya, tentu konfirmasi ke anaknya. 'Emang yang tadi terjadi itu seperti apa? Kenapa kamu melakukan itu?' karena kadang POV orang beda dengan POV anak kita," disampaikan Putri pada kesempatan sama.
Berkomunikasi secara terbuka menjadi tahap pertama yang diambil oleh orangtua saat si kecil terlibat dalam kasus perundungan. Tanyakan kronologi kejadian dan alasan mengapa anak melakukan tindakan tersebut, tanpa menghakimi. Mungkin ini menjadi insting pertama orangtua, namun cobalah untuk menciptakan obrolan yang nyaman agar anak tak merasa tertekan atau terbebani.
"Sebenarnya tuh yang bisa dilakukan orangtua adalah hal yang umum, yang sebenarnya klise, semua orang juga pasti tahu caranya, adalah diajak mengobrol baik-baik. Tapi, kunciannya itu sebenarnya adalah di seberapa komunikasi kita bisa baik sama anak," tambah Putri.
Orangtua yang telah terbiasa mengobrol dengan anak, tak akan mengalami kesulitan untuk mengungkap kronologi maupun mengeksplorasi perasaan anak kala itu. Berkomunikasi memang terdengar klise, namun hubungan orangtua dan anak yang berjarak, akan membuat salah satu pihak merasa kesulitan untuk mengungkapkan sesuatu, bahkan merasa tidak nyaman.
Putri sampaikan pendapatnya menyoal kualitas komunikasi antara anak dan orangtua, "Ini tentang apakah berkomunikasi dengan anak itu menjadi kebiasaan atau gak. Misalnya, hubungan antara orangtua dan anak gak dekat, atau kualitas komunikasinya kurang, gak terbiasa ngobrol, gak terbiasa diskusi, jadi sekali-kalinya ditanya sama orang tua, pasti kan anak jadi langsung defense dong. Tapi, kalau misalnya memang kita terbiasa membangun obrolan yang berkualitas sama mereka, terbiasa memang diskusi, mau kita mengobrol dengan kata-kata yang santai, ya insyaallah anak akan jadi nyaman untuk cuhat atau cerita."