Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sebagai orangtua, tugasmu bukan hanya memastikan anak tumbuh sehat secara fisik, tapi juga membantu ia mengenal dan menerima perasaannya sendiri. Salah satu kemampuan penting yang perlu dilatih sejak dini adalah kemampuan untuk memvalidasi dirinya sendiri.

Jika anak terlalu bergantung pada pujian atau pengakuan dari orang lain untuk merasa berharga, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang perfeksionis karena takut ditolak, lho. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengajarkan cara memperkuat validasi diri anak. Berikut beberapa caranya.

1. Validasi perasaannya tanpa menghakimi

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kesalahan umum orangtua ketika menanggapi emosi anak adalah membandingkan perasaan anak dengan cara pandang orang dewasa. Perbandingan ini membuat anak merasa malu atau salah karena memiliki emosi tersebut. Contohnya, anak bisa sangat sedih atas hal yang dianggap sepele oleh orang dewasa. Oleh karena itu, jangan meremehkan kesedihannya, ya.

Sebaliknya, hadirkan empati dengan mendengarkannya. Terima perasaannya dengan kalimat yang mendukung. Saat kamu bersikap tanpa menghakimi, anak akan merasa aman untuk jujur mengekspresikan emosinya. Hal inilah yang akan menumbuhkan suara batin lembut dan penuh pengertiannya, sebagai fondasi penting kemampuan memvalidasi dirinya.

2. Jadikan dirimu contoh dalam memvalidasi diri

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/cottonbro studio)

Anak-anak belajar paling efektif dengan mengamati perilaku orangtuanya. Oleh karena itu, kamu perlu memberinya contoh dalam memvalidasi diri sendiri. Saat kamu merasa stres, lelah, atau kecewa, ungkapkan perasaan itu dengan jujur di hadapan anak. Tunjukkan bahwa emosi tidak perlu disembunyikan.

Ajari anak bahwa perasaan bisa diterima dan direspons dengan kasih sayang pada diri sendiri. Ketika anak melihat orangtuanya mampu menenangkan diri, ia belajar bahwa semua emosi boleh dirasakan dan diutarakan. Anak pun akan meniru cara ini dan menerapkannya dalam kehidupannya sendiri. Perlahan, kebiasaan ini akan membentuk dialog batinnya yang sehat, penuh penerimaan, dan menjadi dasar kuat validasi dirinya.

3. Tekankan self-talk yang baik padanya

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Ajari anak untuk sering berbicara positif kepada dirinya sendiri atau melakukan self-talk. Self-talk membantu anak membentuk cara pandangnya terhadap diri sendiri dan situasi yang ia hadapi. Kamu bisa mulai dengan mengenalkan kalimat afirmasi sederhana seperti, “Aku bisa mencoba lagi,” atau, “Nggak apa-apa kalau gagal, aku tetap berharga.” Dorong anak untuk mendengarkan suara hatinya tanpa menekan perasaannya.

Bantu ia mengganti pikiran negatifnya dengan kata-kata yang lebih lembut dan penuh kasih. Misalnya, saat anak merasa kecewa atau malu, bantu ia berkata, “Aku sedang sedih, tapi itu bukan berarti aku buruk.” Kebiasaan ini akan melatih anak menenangkan diri dan menerima emosinya dengan lebih sehat. Dengan self-talk yang penuh empati, anak akan lebih percaya pada dirinya sendiri tanpa terlalu bergantung pada penilaian orang lain.

4. Ajari anak merawat dirinya sendiri

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Anastasia Shuraeva)

Merawat diri bukan hanya soal menjaga kebersihan atau kesehatan fisik. Tetapi juga tentang mengenali kapan tubuh dan pikiran butuh istirahat atau perhatian lebih. Kamu bisa mulai mengenalkan konsep self-care sejak dini lewat kegiatan sederhana seperti tidur yang cukup, makan yang sehat, dan bermain. Ajarkan juga anak untuk menyendiri sejenak saat merasa lelah secara emosional.

Selain itu, kenalkan cara mengelola emosi seperti menulis jurnal, menggambar, bernapas dalam-dalam, atau curhat ke orangtua. Tanamkan pada anak bahwa mengambil waktu untuk diri sendiri bukan berarti egois, tapi bentuk kasih sayang pada dirinya sendiri. Ketika anak terbiasa merawat kebutuhan fisik dan emosionalnya, ia jadi lebih peka terhadap perasaannya sendiri. Self-care yang teratur akan memperkuat validasi dirinya karena anak tahu bahwa ia berharga dan layak merasa lebih baik.

Membantu anak mengembangkan keterampilan validasi diri sejak dini bukan tugas yang mudah, tetapi proses jangka panjang yang sangat berharga. Dengan cara-cara di atas, anak dapat tumbuh menjadi individu yang peka, tangguh, dan penuh kasih sayang pada dirinya sendiri. 

Jadi, jangan menunda untuk mengajarkan anak keterampilan memvalidasi dirinya, ya. Semoga artikel ini membantu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team