6 Cara Mengajari Anak Emotional Awareness untuk Masa Dewasanya
.jpg)
- Menjelaskan hubungan sebab-akibat antara perasaan dan penyebabnya
- Memvalidasi emosi anak dengan menjadi present, refleksikan, kontekstualisasi, dan memberikan reaksi tulus
- Menggunakan kalimat "saya merasa" untuk membantu anak melihat bahwa perasaan datang dan pergi
Emotional Awareness atau kesadaran emosional, merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri, termasuk berempati terhadap emosi yang dirasakan orang lain. Emotional awareness dan emotional intelligence saling berkaitan satu sama lain. Saat seorang anak dapat tidak hanya merasakan, tetapi juga memahami apa yang dirasakanannya, maka emotional intelligence mereka juga akan ikut berkembang. Lantas, bagaiamana cara orang tua mengajari anak emotional awareness?
1. Menjelaskan hubungan sebab-akibat
.jpg)
Saat kamu melihat anak berekspresi atas perasaan yang sedang dirasakannya, cobalah untuk berbicara terhadap anak mengenai penyebab perasaan itu muncul. Misalnya, "Apakah kamu kecewa, karena kita membatalkan perjalanan ke pantai?" Pembicaraan mengenai sebab-akibat yang sederhana dapat membantu anak bahwa emosi terjadi karena suatu alasan, bukan tiba-tiba.
Saat melakukan cara ini kamu harus memastikan mengungkapkannya sebagai sebuah pertanyaan bukan pernyataan. Pada dasarnya, kamu tidak akan pernah yakin mengenai perasaan seseorang, sebelum orang tersebut memberitahu sendiri. Anak-anak, bisa jadi memberitahu perasaan tersebut dengan cara non-verbal, seperti anggukan atau gerutuan. Namun, penting bagi kamu untuk tidak membuat anak bertanggung jawab terhadap perasaan sendiri.
2. Memvalidasi emosi anak
.jpg)
Membantu anak dengan memvalidasi perasaan mereka merupakan hal krusial yang harus dilakukan orang tua. Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk mengakui perasaan anak, pertama-tama menjadi be present. Artinya, kamu memberikan perhatian penuh pada anak tanpa menunggu giliran kamu untuk berbicara atau merencanakan apa yang akan kamu katakan selanjutnya.
Refleksikan secara akurat, mengenai bagaimana anak mendefinisikan penyebab perasaannya terjadi. Kamu bisa bertanya, "Yang ibu dengar, kamu merasa kesal, karena menara lego ini terus menerus jatuh, benar?" Selanjutnya, kamu bisa melakukan kontekstualisasi atau menunjukkan keterlibatan perasaan yang sama dengan anak. "Kamu kan sudah membangun balok-balok lego ini dalam waktu yang lama, jadi wajar jika kamu merasa kesal, saat menara tersebut tidak berhasil berdiri."
Lalu, kamu dapat menunjukkan ekspresi yang tulus atas perasaan yang sedang dialami anak tersebut. Bagikan reaksi yang benar-benar terasa nyata bagi anak. Terakhir, kamu bisa mulai mempertimbangkan apa yang akan dilakukan secara berbeda untuk mendukung anak kamu. Misalnya, dengan memastikan,"Apa kamu merasa kesal, karena kita terburu-buru merapikan mainan ini?"
3. Gunakan kalimat "saya merasa"

Dalam hal ini, kamu bisa terus melibatkan kata "rasa" atau "perasaan" pada anak, saat berbicara mengenai perasaan mereka. Misalnya, jangan bertanya "Apa kamu kesal?", tetapi coba bertanya dengan "Apa kamu merasa kesal?". Anak-anak biasanya berpikir bahwa perasaan mereka berlangsung sangat lama. Saat anak sebenarnya marah hanya dalam waktu 10 menit, anak bisa saja mengaku merasa telah merasa marah selama berjam-jam.
Jadi, saat kamu menggunakan kalimat, "Saya merasa lelah" atau "Apakah kamu merasa kesal?", akan membantu anak melihat bahwa sebenarnya perasaan datang dan pergi. Perasaan bukan sesuatu yang datang secara permanen. Anak kamu bisa merasakan perasaan baru lagi, karena memang seperti itulah manusia.
4. Memperluas kosakata emosi kamu
.jpg)
Untuk membantu anak mengembangkan kemampuan emotional awareness, kamu juga bisa memperkenalkan anak dengan lebih banyak kosakata yang berhubungan dengan perasaan. Misalnya, bukan hanya "senang", coba gunakan juga kata gembira, puas, hingga bersyukur. Daripada hanya menggunakan kata "sedih", kamu juga bisa menggunakan kata seperti kecewa, kesepian, putus asa, hingga patah hati.
Berdasarkan penelitian, anak-anak yang menggunakan keterampilan bahasa akan lebih baik dalam memahami dan berbicara tentang emosi. Untuk dapat mengembangkan banyak kosakata pada anak, kamu bisa melakukannya dengan cara mencontohkan pemakaiannya. Misalnya, "Saya merasa sedikit kewalahan hari ini karena ada begitu banyak tugas yang harus kita lakukan."
5. Menciptakan lingkungan rumah yang ramah terhadap emosi
.jpg)
Cara terbaik untuk membantu anak membangun kesadaran emosional anak yang lebih kuat, yakni dengan menciptakan ruang aman, di mana anak merasa nyaman untuk berbagi perasaan. Itu artinya, kamu tidak bisa menggunakan kalimat seperti, "Kamu baik-baik saja" atau "Itu bukan masalah besar". Kamu lebih baik untuk selalu membantu anak dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi mereka secara sehat.
Luangkanlah waktu untuk mendengarkan dan memvalidasi pengalaman emosional. Selama anak mengalami emosi yang sulit, terus berilah dukungan. Namun, dalam kondisi ini penting bagi kamu tidak memaksa anak terburu-buru untuk memperbaiki masalahnya. Biarkan anak belajar mencerna emosinya secara perlahan dan dukung ia menemukan cara menyelesaikannya secara bertahap juga.
6. Memahami kebutuhan anak kamu
.jpg)
Emosi seseorang merupakan respons tubuh dan otak terhadap apakah kebutuhan kita terpenuhi. Ketika anak-anak menunjukkan perilaku yang sulit, sebenarnya itu merupakan upayanya untuk dapat memenuhi kebutuhan. Jika seorang anak mengamuk setelah dititipkan pada tempat penitipan anak, mungkin anak tersebut hanya membutuhkan kenyamanan, makanan, atau waktu tenang.
Dengan memenuhi kebutuha tersebut kamu dapat membantu anak menenangkan emosi dan mengajarkan mereka bahwa perasaan dapat dikelola. Itulah mengapa, penting bagi orang tua untuk mengetahui apa saja kebutuhan anak mereka. Ketika kebutuhan anak terpenuhi secara konsisten, anak akan mengembangkan rasa aman secara emosional.
Bagaimana pun, jika kamu ingin mengajarkan anak mengenai emotional awareness, dalam prosesnya tetap membutuhkan kesabaran dan latihan. Namun, hasilnya saat anak sudah memiliki emotional awareness yang baik akan sangat berdampak besar. Anak-anak tidak hanya memahami apa yang mereka rasakan, tetapi juga memahami penyebab perasaan itu. Kemampuan ini merupakan dasar awal dalam mengembangkan emosional intelligence yang akan berguna di sepanjang hidup mereka.