Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Kebiasaan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Picky Eater

ilustrasi picky eater (pexels.com/Mikhail Nilov)
Intinya sih...
  • Memaksa anak menghabiskan makanan
  • Memberikan camilan terlalu dekat dengan waktu makan
  • Menyediakan menu khusus untuk anak yang menolak makanan
  • Kurang variasi dalam menu harian

Picky eater atau anak yang pilih-pilih makanan seringkali menjadi tantangan besar bagi banyak orangtua. Kebiasaan ini dapat memengaruhi asupan nutrisi penting dalam masa tumbuh kembang. Masalah ini sering berakar dari kebiasaan sehari-hari di meja makan, bukan dari selera anak semata.

Banyak orangtua tidak menyadari bahwa kebiasaan sehari-hari dalam menyuapi atau menyajikan makanan dapat berdampak besar terhadap perilaku makan anak. Anak-anak sedang dalam masa eksplorasi dan belajar mengenali rasa, tekstur, dan kebiasaan makan. Oleh karena itu, penting untuk memahami apa saja kebiasaan orangtua yang membuat anak jadi picky eater.

1. Memaksa anak menghabiskan makanan

ilustrasi anak yang sedang makan (pexels.com/cottonbro studio)

Memaksa anak untuk menghabiskan makanan di piring bisa membuat waktu makan menjadi pengalaman yang penuh tekanan. Anak cenderung kehilangan kemampuan alami untuk mengenali rasa lapar dan kenyang karena terlalu sering diarahkan dari luar. Akibatnya, mereka bisa menjadi lebih defensif terhadap makanan tertentu atau malah menolak makan sama sekali demi mempertahankan kendali atas tubuhnya sendiri.

Lebih jauh lagi, tekanan untuk menghabiskan makanan dapat membuat hubungan anak dengan makanan menjadi tidak sehat dan rentan berkembang menjadi picky eating sebagai bentuk perlawanan atau ketidaknyamanan. Alih-alih memaksa, orangtua sebaiknya bertindak sebagai yang menentukan apa dan apa yang dimakan, sementara anak memutuskan berapa banyak yang dimakan. Hal ini memberi ruang untuk anak belajar mengatur porsi sesuai kebutuhan tubuhnya tanpa tekanan dari orangtua.

2. Memberikan camilan terlalu dekat dengan waktu makan

ilustrasi memakan es krim (pexels.com/Alex Green)

Banyak orangtua memberikan camilan sebagai solusi cepat ketika anak rewel atau merasa lapar di luar jam makan utama. Sayangnya, jika camilan diberikan terlalu dekat dengan waktu makan, anak bisa merasa kenyang lebih dulu dan kehilangan selera makan saat hidangan utama disajikan. Hal ini membuat anak terbiasa menolak makanan bergizi karena sudah terbiasa merasa cukup dengan makanan ringan yang umumnya tinggi gula atau garam.

Selain itu, kebiasaan ini secara tidak langsung mengajarkan anak bahwa makanan ringan lebih menarik atau memuaskan dibanding makanan utama. Dalam jangka panjang, hal ini memperkuat perilaku pilih-pilih, di mana anak hanya mau makanan tertentu dan menolak makanan lain meski lebih sehat. Jadwal makan yang teratur dan pemberian camilan bergizi di waktu yang tepat sangat penting untuk menjaga keseimbangan selera makan anak.

3. Menyediakan menu khusus untuk anak yang menolak makanan

ilustrasi memakan pizza (pexels.com/Anna Shvets)

Ketika anak menolak makanan yang disajikan dan orangtua langsung menawarkan alternatif seperti nugget atau mi instan, anak belajar bahwa penolakan akan mendapat imbalan makanan favorit. Meskipun terlihat sebagai solusi praktis agar anak tetap makan, hal ini justru memperkuat perilaku pilih-pilih. Dalam jangka panjang, anak tidak pernah belajar menerima rasa dan tekstur makanan baru.

Tanpa kesempatan untuk belajar menerima variasi rasa dan tekstur, anak tidak mendapatkan pengalaman sensorik yang cukup untuk memperluas selera makannya. Hal ini dapat membuat anak tumbuh dengan pola makan yang terbatas dan kurang nutrisi seimbang. Solusinya adalah tetap menyajikan makanan keluarga yang sama untuk semua anggota, dengan porsi kecil untuk makanan baru yang ingin diperkenalkan.

4. Kurang variasi dalam menu harian

ilustrasi memasak bersama (pexels.com/Kampus Production)

Menyajikan makanan yang itu-itu saja setiap hari dapat membuat anak kehilangan minat terhadap waktu makan. Ketika jenis makanan yang ditawarkan terlalu terbatas, anak tidak memiliki kesempatan untuk mengenal berbagai rasa, aroma, dan tekstur. Hal ini membuat lidah dan preferensi mereka tidak berkembang, sehingga saat dihadapkan pada makanan baru, mereka cenderung menolak karena merasa asing atau tidak nyaman.

Selain itu, menu yang monoton juga berisiko membuat anak hanya menyukai jenis makanan tertentu yang familiar dan mudah diterima. Kebiasaan ini dapat memperkuat perilaku picky eating karena anak tidak dibiasakan mencoba hal baru secara bertahap. Anak membutuhkan stimulasi sensorik yang cukup agar terbiasa dengan keberagaman rasa sejak dini.

Kebiasaan orangtua yang membuat anak jadi picky eater haruslah diketahui sedari dini. Memahami bahwa picky eating sering kali berakar dari lingkungan dan kebiasaan sehari-hari dapat membantu mencegah masalah ini sejak dini. Dengan menciptakan suasana makan yang positif, fleksibel, dan bebas tekanan, anak memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dengan pola makan yang sehat dan terbuka terhadap berbagai jenis makanan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us