7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinity

Orangtua yang memiliki anak laki-laki wajib tahu

Toxic masculinity atau maskulinitas beracun, masih banyak dijumpai di Indonesia. Maskulinitas beracun ini ditandai dengan peran stereotip pria yang tidak boleh lemah, harus lebih kuat dibanding perempuan, dan masih banyak lagi. Karena prinsip ini masih mengakar, gak heran jika budaya patriarki masih "mewabah". Mengapa? Hal ini tidak lepas dari pengaruh didikan orangtua terhadap anak. 

Mirisnya, hal ini masih belum disadari oleh orangtua bahwa mereka punya peranan penting di dalamnya. Anak merupakan output dari didikan kedua orangtuanya. Oleh sebab itu penting untuk selalu belajar dan meng-upgrade ilmu dalam mendidik anak. Sebagai orangtua kita harus selalu siap mengosongkan gelas, agar mampu belajar dan mendapatkan ilmu yang baru lagi. Berikut adalah didikan orangtua yang sebabkan anak jadi toxic masculinity. Hindari, ya!

1. Melarang anak laki-laki menangis

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Jep Gambardella)

Gak heran kalau toxic masculinity masih merajalela, salah satu penyebabnya yang paling banyak kita temukan adalah didikan orangtua zaman dulu yang masih berkembang hingga saat ini. Yap, melarang anak laki-laki menangis. Padahal penting bagi anak-anak usia dini untuk belajar mengenal emosi, mengelola, dan mengetahui cara menangani emosi tersebut.

Banyak orangtua yang mengira, cara mendidik seperti ini akan membentuk anak laki-laki mereka menjadi kuat, padahal justru membawa efek jangka panjang yang negatif. Anak akan tumbuh dengan menyembunyikan perasaannya, hingga banyak kita temukan pada masa remaja atau dewasanya, mereka mendapati gangguan kesehatan mental karena hal ini.

2. Lebih permisif pada anak laki-laki dibanding perempuan

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi anak laki-laki (pexels.com/JESSICA TICOZZELLI)

Kebanyakan orangtua di Indonesia lebih permisif pada anak laki-laki daripada perempuan. Contohnya, anak laki-laki cenderung lebih mudah mendapat izin pergi keluar bermain dibanding anak perempuan. Padahal, tidak ada dunia yang lebih aman di luar sana, bahaya dunia luar sama besar risikonya tidak hanya bagi anak perempuan tapi juga laki-laki.

Gak heran kalau beberapa kali kita jumpai peristiwa kriminal yang marak terjadi seperti gangster, begal, dan pemalakan, yang mayoritas pelakunya adalah remaja laki-laki yang masih berkeliaran tengah malam bahkan dini hari.

3. Bersaing secara gender

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi anak laki-laki dan perempuan (pexels.com/Hayday Photism)

Kita juga tidak jarang menemukan orangtua yang suka membandingkan gender anak. Kita pasti pernah mendengar kalimat seperti, "masa begitu saja gak bisa? Masa kalah sama anak perempuan?". Persaingan ini sebenarnya sangat tidak diperlukan. Justru dari kalimat spele seperti inilah, yang membentuk mindset laki-laki di masa yang akan datang menjadi seorang yang superior. Sebaiknya hindari persaingan antar gender ini, dan orangtua harus mulai mengapresiasi kerja keras anak tanpa membandingkannya dengan siapapun.

4. Kurang mengekspresikan kasih sayang pada anak laki-laki

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Memang tidak semua orangtua pandai mengekspresikan cintanya, khususnya pada anak laki-lakinya. Anak laki-laki selalu dipandang sebagai sosok yang kuat, bahkan tak jarang ia dibebani dengan ekspektasi orangtua untuk menjadi kandidat yang mampu menjaga saudara-saudara perempuannya.

dm-player

Memang tak salah mengharapkan anak laki-laki mampu menjaga saudara perempuannya, tapi jangan melewatkan untuk mengutarakan cinta kita padanya. Jangan ragu menunjukkan kasih sayang kita lewat kalimat penyemangat, pujian, bahkan pelukan dan kecupan. Biarkan mereka tahu bahwa mereka juga dicintai dan berharga.

5. Menggunakan ancaman untuk mendisiplinkan anak

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi memarahi anak (pexels.com/Monstera Production)

Menggunakan ancaman untuk mendisiplinkan anak mungkin memang menjadi cara yang cukup jitu. Tapi, kita tidak bisa berharap terlalu banyak, karena mendisiplinkan dengan cara lama ini hanya akan memberi efek jera sementara dan tidak memberikan perubahan yang berarti ke depannya. 

Kita harus mulai mencari cara baru dalam mendisiplinkan anak, jangan lagi menggunakan cara otoriter orangtua terdahulu. Mendisiplinkan anak dengan cara konvesional ini, hanya akan membentuk anak yang kurang percaya diri jika tidak diarahkan oleh orangtuanya, sedangkan kita tidak mungkin berada selamanya di sisinya.

Baca Juga: 5 Dampak Toxic Masculinity pada Anak Laki-laki

6. Menormalisasi kekerasan sebagai bentuk kejantanan

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi berkelahi (pexels.com/Keira Burton)

Anak laki-laki khususnya yang mulai beranjak remaja, terkadang muncul hasrat untuk diakui kejantanannya. Sayangnya, banyak dari mereka menempuh jalan yang salah. Hal ini kadang tak lepas dari peran orangtua sehingga anak menormalisasi kekerasan sebagai bentuk kejantanan. Hal inilah yang mendorong anak laki-laki terlibat perkelahian, tawuran, bahkan hal-hal ekstrim lainnya.

Menurut WHO, setiap tahunnya, sebanyak 200.000 pembunuhan terjadi pada kelompok remaja berusia 10–29 tahun. Sebanyak 84 persen korban pembunuhan remaja adalah laki-laki dan sebagian besar pelakunya juga laki-laki. Dari data tersebut, kita bisa mengetahui, bahwa segala bentuk tindakan yang lagi-lagi berakar pada budaya patriarki ini berdampak sangat fatal.

Jadi, orangtua harus membekali anak laki-lakinya dengan didikan yang tepat, yang tidak hanya melibatkan otot tapi juga otak. Ajarkan mereka berfikir jangka panjang dan mempertimbangkan akibat dari setiap tindakannya. Selain itu, penting untuk membekali anak-anak dengan ilmu agama agar mereka tidak mudah terjerumus pergaulan yang salah.

7. Menjauhkan anak laki-laki dari pekerjaan yang feminin

7 Didikan Orangtua yang Membuat Anak Jadi Toxic Masculinityilustrasi anak menyapu (pexels.com/Yan Krukau)

Menyaksikan anak perempuan membantu pekerjaan ibunya, pasti menjadi pemandangan yang biasa. Alangkah baiknya jika hal yang sama juga dilakukan oleh anak laki-laki. Pekerjaan rumah tidak memandang gender, beri anak perempuan dan anak laki-laki tugas membantu ibunya, jangan hanya anak perempuan saja.

Hal ini demi menjauhkan anak laki-laki terjebak maskulinitas beracun, sekaligus mengajarinya bertanggung jawab. Lagi pula, dengan mengajari anak laki-laki membantu pekerjaan di rumah, akan sangat bermanfaat untuk masa depannya, ia akan lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orangtuanya.

Setelah menjadi orangtua, pastikan kita siap untuk belajar seumur hidup dalam membesarkan dan mendidik anak-anak. Jangan sampai didikan kita meninggalkan luka dan kenangan buruk bagi mereka. Tentu orangtua tidak ingin anak jadi toxic masculinity, kan? Semoga artikel ini bermanfaat, ya!

Baca Juga: 6 Step Parenting Cerdas Manfaatkan Teknologi

Laila Alhaffatah Photo Verified Writer Laila Alhaffatah

Full time wife, mom, and writer

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya