Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

#MahakaryaAyahIbu: Ayah, Ibu Kado Apapun yang Kuberikan Tak Akan Mampu Membalas Jasamu, Tapi Terimalah Persembahan Ini

weheartit.com

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik. 


“Kasih Ibu Sepanjang Masa, Kasih Ayah Tiada Tara”, peribahasa itu sering kita dengar sebagai bentuk apresiasi akan kasih sayang orangtua terhadap anak-anaknya. Peranan orangtua sangat penting dan vital fungsinya dalam sebuah keluarga, mulai dari membentuk biduk rumah tangga, membangun rumah tempat tinggal mereka bersama anak-anak mereka kelak, hingga membesarkan anak-anak kelak menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya. Seutuhnya? Emang seperti apa manusia Indonesia yang seutuhnya?

Dalam lima sila Pancasila jelas dinyatakan bahwa manusia Indonesia seutuhnya harus mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa hingga sila ke-lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia harus mampu diaplikasikan oleh orangtua kepada anak-anaknya, di mana pendidikan dasar itu dimulai dari keluarga yang akan diterapkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.

Pun dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jelas dinyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Seperti itulah yang diajarkan oleh ayah saya kepada saya yang merupakan guru PPKN atau PMP di sekolah negeri di kampung saya.

Terlahir dari rahim seorang ibu yang berprofesi seorang bidan dan ayah yang berprofesi sebagai guru, sangat membuat saya bangga. Kenapa? Karena kedua profesi itu mengajarkan kami anak-anaknya untuk saling menghargai satu sama lain, apalagi saya lahir sebagai anak ketiga dari enam bersaudara mengharuskan saya menerima keadaan sebagai anak yang rela mendapat porsi pekerjaan lebih dari saudara-saudari saya. Menjadi anak suruhan, saya ambil segi positifnya menjadi anak yang paling disayang, membuat saya mengerti dan bangga akan hasil didikan mereka selama ini.

Orang tua kami mengajarkan hidup sederhana dan mencukupkan diri dan keluarga dengan gaji yang ada. “Cukupkanlah dirimu dan keluargamu dengan gajimu!”, begitulah nasehat bapak saya kepada saya suatu ketika kami di kebun.

Beliau memang pekerja keras, gaji seorang guru kala itu yang tergolong kecil tidak menyurutkan semangat orangtua untuk bekerja keras dalam mendidik dan menyekolahkan kami anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Pepatah orang batak “Anakhon hido hamoraon di ahu”, artinya “Anakkulah kekayaanku yang paling nyata!”, sehingga tidak heran dengan prinsip orang batak tersebut, orangtua selalu bekerja keras dan membanting tulang, mengerjakan apapun itu asalkan halal demi memperjuangkan anak agar bisa sekolah tinggi-tinggi.

Dia tidak akan tergiur untuk membeli emas bergram-gram, membangun rumah cantik-cantik hingga bertingkat, berfoya-foya, selagi anak belum sukses. Prinsip itu juga yang bisa membawa kami berhasil seperti sekarang ini. Perjuangan tiada henti dari orangtua bisa menyekolahkan kami anak-anaknya hingga sarjana adalah perjuangan yang sangat menginspirasi dan tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Seluruh rintangan hidup, suka-duka, masalah keluarga, hingga masalah ketika ayah saya jatuh sakit (stroke) kala kami anak-anaknya masih menempuh jalur pendidikan menjadi catatan hidup yang harus kami alami dan lalui dengan baik. Periode kelam, kala ayah mengidap stroke selama enam tahun di kala kami masih menjalani proses pendidikan masing-masing (kakak sulungku baru tamat akper, masih proses mencari kerja), abangku (masih kuliah di ITB Bandung, semester 5), aku masih kuliah juga walau sudah mendapatkan ijazah D1, adek-adekku masih sekolah semua, sehingga sangat membutuhkan biaya yang sangat banyak, tetapi ayah jatuh sakit.

Semua keluarga tidak sanggup membantu, namun Tuhan itu baik dan tidak tidur, dengan penuh perjuangan dan semangat, ibu tetap tabah dan tidak ada kami yang terlantar sekolahnya. Ibu mampu memainkan perannya sebagai ibu sekaligus ayah, dia dengan sabar merawat ayah, kami anak-anaknya di support dengan nasehat dan biaya uang kuliah abang dia prioritaskan karena bagainamapun ceritanya abang yang di Bandung tidak bisa pulang sebelum tamat kuliah, jadi sayalah yang mengirim uang bulanan atau uang kuliahnya dari Medan jika ibu datang ke Medan mengunjungi kami dari kampung.

Periode itu menjadi periode pembelajaran yang sangat mendidik kami semua hingga harus bisa mandiri dan mendirikan rumah tangga dengan dasar cinta-kasih. Perjuangan orangtua untuk mendidik dan membuat kami sukses menjadi vitamin bagi kami anak-anaknya. Akhirnya, kami semua bisa menyelesaikan pendidikan Sarjana dengan baik, tidak ada yang pulang kampung alias menyerah di tengah jalan.

Abang saya bisa wisuda dan kerja, pun dengan saya dan saudara yang lain. Berkat doa dan kerja keras sang ibu dan ayah, serta ketabahan ibu dalam menjalani hidup dan menghidupi kami, maka kami bisa menggapai cita-cita dan belajar bagaimana hidup sederhana tetapi bisa meraih cita-cita. Kesederhanaan adalah kunci yang diberikan oleh ibu dalam mendidik kami, sementara ayah dengan bermodalkan kerja keras dan mengajarkan agar belajar mandiri sehingga kami tidak terbiasa untuk meminta-minta, tetapi bekerja dengan pekerjaan yang halal serta menghargai pekerjaan itu.

Memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dan tidak gampang menyerah adalah kunci kehidupan berikutnya yang mereka sematkan kepada kami, sehingga saya bisa merasakan kekuatan kunci tersebut ketika ujian yang ke-3 kalinya saya bisa lulus PNS dan mengikuti jejak ayah untuk menjadi seorang guru. Terimakasih orangtuaku, kalau ada kata diluar “terimakasih banyak” akan saya sematkan kepada mereka. Saya juga bisa mendirikan sebuah rumah berkat orangtua saya. Dengan inspirasi mereka, saya akhirnya bisa membangun rumah, walau sederhana, namun berkat doa dan dorongan orangtua agar tidak takut untuk membangun rumah, walau harus ‘menyekolahkan’ SK PNS saya.

Beliau berkata, “Memang seorang PNS itu bisa memiliki harta apabila punya utang, jangan takut punya utang, asalkan jangan ngutang ke rentenir!, ingat negara juga ngutang baru bisa membangun loh? Dan dengan ngutang, maka kita belajar bertanggung jawab dan membuat kita lebih giat bekerja!”, itulah nasehat ibu yang juga telah dia lakukan selama bertahun-tahun dalam upaya menghantarkan kami ke gerbang kesuksesan seperti sekarang ini.

Thanks my Parents” begitu besar perjuangan kalian untuk kami anak-anakmu ini! Kami tidak tahu dengan apa kami bisa membalasnya, karena jasa kalian berdua tidak akan dapat diganti dengan apapun itu. Namun, rumah ini akan menjadi tempat hari tua ibu dan semoga ayah di surga bisa gembira dengan apa yang kami capai sekarang. Orangtuaku, aku mencintai kalian dan ibu, semoga impianku agar bisa membawa ibu jalan-jalan ke luar negeri atau tempat-tempat indah di negeri sendiri bisa terwujud sebagai balas kasih atas perjuangan ibu selama ini, mulai dari melahirkan, mendidik, hingga mampu menyemangati kami dengan memenuhi kebutuhan jasmani, kesehatan, pendidikan, hingga kebutuhan rohani.

Semoga aku bisa membahagiakan Ibu dengan memberikan kado spesial di hari ulang tahunnya tepat tanggal 24 Desember 2016 ini dengan memberikan kado Tahun Baru 2017 dengan mengajaknya jalan-jalan dengan memenangkan tiket wisata. Selamat ulang tahun yah Ibu, Bapak, selamat Tahun Baru 2017. Saya merindukan kalian dan ingin sekali memberikan kado terbaik di tahun 2017 ini.

#SelamatHariIBu #SelamatUlangTahunPapaMama #MahaKaryauntukAyahIbu

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us