Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik.
Malam ini suasana begitu tenang dan syahdu, mata sudah ingin terpejam tapi niat untuk terlelap kuurungkan. Kuserutup lagi kopi hitam yang kubuat sebagai penawar kantuk, dengan terpaksa aku baca kembali konsep ekonomi teknik untuk menghadapi quiz besok pagi. Lembar demi lembar kubaca dengan perlahan dan saat kubaca tentang materi pengambilan keputusan teknik aku hanya bergumam menyesalkan banyak orang awam yang tak disertai pengetahuan ini. Dalam sekejap pikiranku berjalan menembus ruang dan waktu terlempar pada peristiwa lampau bersama dua sosok yang kukagumi, Bapak dan Ibu.
Bapak dan ibu adalah partner yang sempurna dalam melakukan pekerjaannya. Setiap hari, dengan tangannya yang terampil bapak memotong kain dan diubahnya menjadi tas. Dan ibu lah yang bertugas memasarkannya dengan menawarkan pada satu toko ke toko lain. Mereka bekerja sangat keras untuk menyekolahkan keempat anaknya yang beranjak dewasa, dan tidak mengizinkan kami untuk bekerja karena mereka khawatir kami akan mengesampingkan pendidikan kami. Latar belakang bapak yang hanya lulus SD dan pengalaman pahit yang telah dialami menjadikannya tak ingin anaknya mengalami nasib yang sama.
Menjadi pengusaha adalah cita - cita bapak, bahkan untuk mewujudkannya beliau rela menanggalkan seragamn sekolahnya dan pergi merantau ku Pulau Sumatera untuk berdagang. Hingga suatu hari beliau harus gulung tikar karena usahanya hangus bersama lahapan api yang membakar Pasar Tumenggungan. Semua yang tersisa pun terpaksa dijual termasuk mesin jahit yang menjadi saksi perjalanan hidup bapak untuk menghasilkan sebuah tas yang akan dijualnya. Dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki beliau menyadari tak mudah untuk mencari pekerjaan, dan beliau harus memulai dari nol lagi. Saat itu, untuk memenuhi kebutuhan kami, bahkan ibu terpaksa bekerja sebagai buruh cuci pada tetangga. Jika mengingat cerita itu, yang kurasakan hanyalah penyesalan karena selama ini aku hanya menjadi beban bagi mereka.
Bapak dan ibu adalah guru terbaik yang pernah, sedang, dan akan selalu menjadi panutanku. Bapak adalah seorang yang sangat peduli dengan orang lain di sekitar. Pernah saat itu beliau mengajak orang dengan keterbatasan fisik dan orang yang sudah dianggap buruk untuk bekerja sebagai penjahit di rumah kami. Akupun menanyakan alasan beliau mempekerjakan mereka, dan beliau menjawab.
Nduk, kita hidup di dunia ini cuma sementara, jadilah bermanfaat bagi orang lain, di luar keterbatasan mereka, mereka juga butuh penghidupan. Jadilah orang yang dapat memberi penghidupan bagi orang lain nduk.
Mendengar jawaban itu, aku tertunduk dan merasa bahwa saat ini aku hanya memikiran diri sendiri saja. Aku berfikir mungkin itulah alasan kenapa bapakku sangat ingin untuk menjadi seorang pengusaha walaupun usahanya seringkali jatuh dan bangun.
Di usia senjanya saat ini, bapak masih bersemangat memotong kain. Lika liku kehidupan yang telah dialami bapak dan ibu, membuatku belajar banyak tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Hidup yang tidak hanya sekadar menerima, namun juga memberi dan bermanfaat bagi orang lain. Kerja keras, pantang menyerah dan saling berbagi adalah nilai yang mereka tanam pada diriku. 'Hidup adalah menghidupi orang lain', itulah harapan besar bapak dan ibu pada diriku untuk dapat memberi kesempatan orang lain berkarya.
Kini adalah saatnya bagiku untuk membalas jasa mereka yang bahkan tak pernah bisa aku bayar. Dengan tangan dingin mereka, aku telah tumbuh menjadi seperti saat ini. Dan aku berjanji untuk menjadi seorang yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
Akan kupersembahkan sebuah mahakarya yang dibangun dari moral dan didikan yang mereka tanamkan. Sebuah perusahaan yang kokok tak tertandingi karena dibangun dari keyakinan, kerja keras, dan kepercayaan dengan setiap elemen perusahaan. Sebuah perusahaan yang menjadi tempat penghidupan bagi ribuan orang, perusahaan yang memberi kesempatan bagi setiap orang untuk berkarya dan berinovasi. Dan inilah mahakarya yang ingin kupersembahkan pada bapak dan ibu, wujud baktiku sebagai akumulasi anak seorang wiraswasta yang sederhana.