6 Alasan Tak Perlu Menyudutkan Anak karena Kesalahannya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ucapan atau perbuatan anak yang salah tentu perlu segera dikoreksi. Tujuannya, agar anak tidak telanjur menganggapnya benar dan menjadi kebiasaan buruk yang sukar dihilangkan. Namun, terus menyudutkannya atas kesalahan yang dilakukan bukan bagian dari strategi ini.
Orangtua cukup menegur anak pada saat kesalahan itu terjadi, tak perlu menyudutkan anak. Kemudian orangtua menjelaskan padanya tentang mengapa perbuatan itu dipandang keliru. Tutup dengan memberi tahu anak mengenai apa yang seharusnya dilakukan.
Jangan lupa untuk mengajari anak meminta maaf dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Hindari menyudutkannya secara berlebihan atau terus mengungkit kesalahannya. Ini bisa berakibat buruk pada anak dan hubungannya dengan orangtua. Ikuti uraian selengkapnya dan anggaplah masalah telah selesai.
1. Bisa membuat anak takut melakukan apa pun
Jika anak terus dikritik terkait kesalahannya, ia akan tumbuh dalam bayangan ketakutan. Anak takut kalau-kalau melakukan kesalahan apa pun bakal membuat orangtua kian menyudutkannya. Dia juga mencemaskan penilaian orang lain yang akhirnya tahu kekeliruan yang diperbuatnya karena orangtua senantiasa mengungkitnya.
Anak mungkin akan menarik diri dan mulai bersikap pasif. Ia takut menunjukkan inisiatifnya. Dia bakal menguji kesabaran orangtua dengan cara lain, yaitu bergerak hanya saat orangtua memberikan perintah yang jelas buat melakukan sesuatu.
2. Kesalahan anak lebih sering tidak disengaja
Anak berusia di bawah 10 tahun biasanya masih terlalu polos untuk punya niat yang buruk pada orang lain. Berbagai kesalahan yang dilakukannya lebih banyak terjadi tanpa disengaja. Ia memang kerap kurang berhati-hati, tapi tak memiliki maksud menyakiti atau berbuat onar.
Peran orangtua lebih diperlukan untuk menekankan supaya anak tidak lagi ceroboh. Penjelasan dari orangtua tentang perbuatan atau perkataan yang salah itu juga penting agar anak mengerti dan tak merasa hanya dihakimi oleh orang dewasa.
3. Anak masih harus lebih banyak belajar
Masa anak-anak memang waktu untuk dia belajar sebanyak mungkin. Pelajaran apa pun sering kali tidak dapat dipahami dan diterapkan dengan baik dalam sekali latihan. Di masa belajar, anak bakal sering melakukan kesalahan.
Orangtua kudu sabar. Dampingi anak dalam mempelajari berbagai hal, termasuk tentang sopan santun dan sikap yang baik terhadap orang lain. Kalau orangtua mendampingi anak, jarang ia mengulang-ulang satu kesalahan atau kekeliruannya bertambah parah.
Editor’s picks
Baca Juga: 5 Pola Asuh yang Justru Dapat Membebani Anak, Jangan Begini!
4. Jangan sampai anak terlalu tertekan lalu sakit
Anak juga bisa tertekan seperti orang dewasa ketika menghadapi masalah. Apalagi persoalannya dengan orangtua sendiri yang selalu menyudutkannya. Padahal, anak masih sangat bergantung pada orangtua.
Beban psikisnya menjadi jauh lebih besar dibandingkan orang dewasa yang bermasalah dengan orangtuanya. Orang dewasa telah mandiri sehingga perselisihannya dengan siapa pun tak terlalu menimbulkan rasa takut. Sedang anak begitu cemas bakal kehilangan kasih sayang orangtua.
5. Boleh jadi dia cuma meniru orang lain, termasuk kebiasaan orangtua
Sebelum orangtua menyalahkan anak dari waktu ke waktu, introspeksi lebih baik. Jangan-jangan anak hanya meniru kebiasaan orangtua saat di rumah. Contohnya, kebiasaan tidak menutup keran setelah menggunakannya.
Seringnya anak melihat hal ini dilakukan oleh orangtua dan tanpa rasa bersalah membuatnya terkesan wajar. Anak pun menjadi sama teledornya dengan orangtua. Oleh karena itu, ketika anak melakukan kesalahan, hal pertama yang perlu dilakukan orangtua bukan menghukumnya. Namun bertanya pada diri sendiri, "Apakah tanpa sadar kami telah memberi contoh yang keliru?"
6. Anak bisa berpikir orangtua tidak memaafkan dan menyayanginya lagi
Orangtua barangkali punya tujuan tertentu dari kesukannya menyudutkan anak atas kesalahannya. Yaitu, memastikan anak benar-benar menyesali perbuatannya. Namun, apakah pesan ini sampai pada anak?
Dengan keterbatasan pemahaman anak serta kebutuhannya yang tinggi sekali atas penerimaan orangtua, anak malah merasa ditolak. Ia akan berpikir orangtua tidak dapat memaafkan kesalahannya sekalipun dia telah meminta maaf. Bahkan orangtua mungkin tak lagi menyayanginya seperti sebelum kesalahan itu terjadi.
Di segala usia, manusia memang tempatnya salah. Apalagi pada masa anak-anak ketika pengetahuannya masih amat terbatas. Terus menyudutkan anak atas suatu kekeliruan justru menutup kesempatan untuknya belajar lebih banyak. Anak menjadi tidak berkutik di hadapan orangtua. Tak perlu menyudutkan anak lagi, ya.
Baca Juga: 5 Tanda Kamu Menerapkan Pola Asuh Otoriter pada Anak
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.