INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?

Keduanya memiliki manfaat dan tantangan yang unik

Generasi Z serta milenial memiliki perspektif yang unik dalam menghadapi kehidupan dan pengambilan keputusan. Salah satu perdebatan yang muncul di kalangan gen Z dan milenial adalah pilihan untuk memiliki anak atau memilih childfree

Sampai saat ini, pilihan punya anak atau childfree masih menjadi pembahasan yang masif di kalangan gen Z dan milenial. Fenomena ini menunjukkan pergeseran paradigma di tengah masyarakat yang secara konservatif menganggap memiliki anak sebagai langkah wajib setelah pernikahan. Baik memilih childfree maupun punya anak, tentunya ada alasan, manfaat, dan tujuannya masing-masing.

Melalui survei yang dihimpun sejak April-Juni 2023, IDN Times berusaha memaparkan pandangan gen Z dan milenial terhadap dua pilihan tersebut. Survei dengan responden sebanyak 350 orang ini akan membantumu mengetahui masing-masing pandangan dan alasan berbeda dari pilihan childfree atau punya anak.

1. Demografi responden

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

IDN Times berhasil menghimpun 350 responden yang didominasi oleh perempuan (74,6 persen) dan laki-laki menduduki posisi kedua (25,4 persen). Mayoritas responden yang berpartisipasi dalam survei IDN Times berdomisili di Pulau Jawa (84,9 persen), disusul oleh Pulau Sumatera (6,3 persen), dan posisi ketiga ditempati Kalimantan (2,6 persen). 

Survei ini mayoritas diisi oleh generasi milenial dengan rentang usia 21-30 tahun (65,7 persen) serta gen Z dengan rentang usia 11-20 tahun (9,7 persen). Sementara untuk status pernikahannya, mayoritas responden belum menikah yakni sebanyak 72,6 persen, responden yang sudah menikah yaitu sebanyak 27,4 persen. 

Dalam survei ini, sebanyak 78 persen gen Z dan milenial memilih untuk punya anak setelah menikah. Sedangkan 22 persen sisanya memilih childfree atau gak mempunyai anak setelah menikah.

2. Mayoritas alasan gen Z dan milenial ingin memiliki anak adalah sebagai keinginan bersama dan penerus garis keturunan

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Terdapat 78 persen gen Z dan milenial yang memilih untuk punya anak setelah menikah. Dalam keputusan memilih mempunyai anak, alasan terbanyak dari gen Z dan milenial adalah sebagai keinginan bersama pasangan (42,1 persen) dan untuk regenerasi atau penerus keturunan (21,2 persen). Dalam data Indonesia Millennial and Gen Z Report oleh IDN Media pada 2022, disebutkan juga bahwa sekitar 64 persen gen Z dan 61 persen milenial memiliki keinginan untuk mempunyai anak.

Meskipun bukan sebagai prioritas utama, tetapi banyak kalangan gen Z dan milenial yang menganggap bahwa memiliki anak tetap merupakan bagian penting dalam kehidupannya. Selain untuk regenerasi, ada juga beberapa manfaat yang bisa mereka rasakan.

Banyak gen Z dan milenial memilih untuk memiliki anak karena mereka melihat kehadiran anak sebagai pengalaman yang luar biasa serta tahap penting dalam perjalanan kehidupan pernikahan mereka. Ada 75,8 persen gen Z dan milenial meyakinkan bahwa memiliki anak bisa memberikan kebahagiaan yang gak ternilai. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berinisial LE dari Jawa Timur.

"Menurut saya sendiri sebuah ‘keluarga’ kurang lengkap rasanya jika tidak memiliki anak, dengan adanya anak kita bisa merasakan rollercoaster kehidupan yang sebenarnya, seperti senang, sedih, kecewa, bangga, dan sebagainya. Saya merasa ada tantangan tersendiri dalam kehidupan kelak jika memiliki anak, seperti mengurus masalah finansial, keharmonisan keluarga, mental, dan lain-lain. Namun, justru tantangan seperti itulah yang saya tunggu (karena saya akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan bila dapat melewati fase tersebut)."

Ketika memutuskan punya anak, maka secara gak langsung gen Z dan milenial akan belajar banyak hal baru. Seperti yang banyak disebutkan, bahwa menjadi orangtua adalah pekerjaan seumur hidup.

Hal tersebut sejalan dengan yang dijelaskan oleh Hoshael Waluyo Erlan sebagai Mental Health Counselor IDN Media, "Dengan memiliki anak, ada potensi keterhubungan emosional yang sangat khas, termasuk kemungkinan untuk dapat belajar dan berkembang dalam peran sebagai orang tua."

3. Rasa trauma serta ketakutan gak bisa membesarkan anak dengan baik menjadi alasan utama gen Z dan milenial yang memilih childfree

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, semakin banyak juga gen Z dan milenial yang memutuskan untuk childfree. Dari data Indonesia Millennial and Gen Z Report oleh IDN Media pada 2022, sebanyak 45 persen gen Z dan 48 persen milenial sudah mulai percaya bahwa pernikahan childfree bukan lagi hal yang tabu. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Tomas Frejka (2017) berjudul Childlessness in the United States, disebutkan bahwa di tahun 2000an, keputusan childfree atau gak memiliki anak meningkat sebesar 20 persen. Adapun alasan utamanya karena faktor ekonomi dan trauma di masa kecil.

Alasan gen Z dan milenial memilih childfree memang bukan tanpa sebab, ada beberapa alasan yang beragam terkait keputusan childfree ini. Mayoritas alasan gen Z dan milenial memilih childfree adalah takut gak bisa membesarkan anak dengan baik (33,8 persen) dan trauma parenting di masa kecil (24,7 persen). Gak bisa dimungkiri, persiapan untuk mempunyai anak memang harus dipikirkan secara matang karena tentu ada banyak perubahan dan pembiasaan yang harus kita lakukan ketika memiliki anak. Jika masih dihantui oleh trauma masa kecil, maka dikhawatirkan anak akan menjadi korban.

"Jika orang tua tidak menguasai ilmu parenting dengan baik, dikhawatirkan akan melahirkan inner child yang baru pada diri anak-anak mereka dan berpotensi berdampak buruk di masa mendatang, khususnya pada saat mereka sudah dewasa,” ungkap responden berinisial ASY dari DKI Jakarta.

Secara psikologis, Hoshael membenarkan bahwa salah satu alasan terbesar seseorang memilih childfree adalah trauma di masa kecil dan ketakutan gak bisa membesarkan anak dengan baik. Karena itu, mereka lebih memilih untuk gak punya anak sama sekali.

"Ada individu-individu yang masih berjuang dengan trauma yang berakar pada pengalaman pengasuhannya. Banyak hal dapat terjadi dalam proses tumbuh kembang individu dan hal-hal tersebut dapat berdampak sangat negatif secara jangka panjang pada kesehatan mental individu. Hal ini dapat membuatnya khawatir akan kemampuannya berkomitmen terhadap tugas membesarkan anak, ataupun membuat dirinya memutuskan untuk tidak mempunyai anak sama sekali," tuturnya.

Hoshael juga menambahkan, "Banyak orang merasa gak siap atau gak ingin berkomitmen pada tugas mempunyai anak. Mereka memandang memiliki anak akan sangat mereduksi kebebasan pribadi, dan mereka tidak tertarik akan gagasan mengabdikan hidup mereka untuk merawat, mengasuh, atau membesarkan anak." Itulah yang membuat gen Z dan milenial akhirnya memilih untuk gak punya anak sama sekali. Terlebih, bagi gen Z dan milenial yang belum memiliki kesiapan dan mental yang matang.

4. Saat memutuskan mempunyai anak, ada banyak persiapan yang harus gen Z dan milenial lakukan

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Memilih untuk memiliki anak adalah keputusan besar yang memerlukan persiapan matang. Persiapan ini mencakup kesiapan finansial, dukungan emosional dan fisik, serta kesiapan untuk mengubah gaya hidup dan prioritas. Dalam survei ini, 82,4 persen gen Z dan milenial meyakini bahwa saat memiliki anak, persiapan yang wajib dilakukan melingkupi finansial, mental, ilmu parenting, hingga kesiapan pembagian tugas antar pasangan. Di era yang semakin modern, gen Z dan milenial semakin menyadari bahwa ilmu parenting dan kesiapan lainnya memang amat penting ketika memutuskan mempunyai anak.

Selain itu, kerjasama bersama pasangan pun adalah hal yang wajib dilakukan. Karena ketika memiliki anak, mungkin kita akan memiliki pandangan yang berbeda dengan pasangan. Namun, tentunya pandangan itu harus disatukan untuk mendapatkan keputusan terbaik bagi anak. Seperti yang dilontarkan oleh narasumber berinisial DSA (29).

"Menurutku, yang paling penting (saat memiliki anak) adalah kekompakan sama pasangan. Karena punya anak benar-benar urusan berdua. Keduanya harus sama-sama mau belajar tentang proses kehamilan sampai parenting, termasuk kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Kedua, harus menyiapkan pengetahuan dasar parenting yang sekarang ini banyak banget di-share di media sosial, terutama yang berkaitan sama kesehatan. Biar gak gampang tergoda mitos atau praktik-praktik tradisional yang secara medis gak make sense dan malah berbahaya,” tuturnya.

Sejalan dengan yang dituliskan juga dalam jurnal ilmiah oleh Anzella Syahida, dkk. berjudul Ilmu Parenting sebagai Langkah Kesehatan Mental pada Remaja, disebutkan bahwa dalam mendidik dan membesarkan anak, ilmu parenting merupakan fondasi dari baik dan buruknya perkembangan si anak. Karena pada faktanya, penerapan ilmu parenting yang tepat dan jelas akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan anak. Dalam jurnal tersebut, dikatakan juga bahwa penerapan ilmu parenting yang tepat akan berdampak positif terhadap kesehatan mental anak.

Dengan ilmu parenting dan kesiapan yang matang, kita bisa membesarkan anak dengan baik. Kita juga bisa memutuskan lingkaran trauma dan innerchild yang buruk pada anak. Karena seperti disebutkan dalam jurnal ilmiah di atas, ilmu parenting yang pas akan berdampak banyak pada kesehatan mental anak. Dalam survei ini, gen Z dan milenial yang memilih mempunyai anak sudah mulai aware terhadap pentingnya kesiapan mental dan ilmu parenting sebelum mempunyai anak.

5. Gen Z dan milenial yang memilih childfree memfokuskan hidupnya untuk perkembangan diri dan karier

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Gen Z dan milenial yang childfree memiliki tujuan dan impian berbeda dengan mereka yang memilih punya anak. Mereka dapat mengejar pengembangan karier yang lebih intensif atau justru mengembangkan diri secara pribadi melalui pendidikan. Menurut data Indonesia Millennial and Gen Z Report oleh IDN Media pada 2022, menikah dan mempunyai anak memang bukan 5 prioritas utama gen Z dan milenial. Hanya ada sekitar 71 persen gen Z dan 64 persen milenial yang berkeinginan menikah serta mempunyai keluarga. Sedangkan untuk memiliki anak, ada sekitar 64 persen gen Z dan 61 persen milenial. Prioritas utama gen Z dan milenial lebih memfokuskan pada skill, karier, tabungan, dan membuat orangtua bahagia. 

Hal tersebut selaras dengan hasil survei ini, bahwa sebanyak 27,3 persen gen Z dan milenial  yang childfree memilih untuk menghabiskan waktu untuk tetap mengejar cita-cita dan impian. Lalu, di angka yang sama (27,3 persen), gen Z dan milenial memilih untuk menjalankan kehidupan yang lebih damai serta tenteram. Seperti yang disebutkan oleh salah satu narasumber berinisial PA (25).

dm-player

"Kalo aku pribadi dan mungkin pasangan, ya. Kita concern-nya ke karier. Jadi, goals kita nanti adalah, ya peningkatan kualitas diri, kualitas hubungan, kualitas hidup, dan karier. Jadi, nanti aku ingin buka lapangan pekerjaan yang nanti bisa bantu-bantu adik-adik dan yang lain-lain gitu, yang belum dapat kerja," katanya.

Dari survei yang dilakukan IDN Times berjudul ‘Gen Z dan Millennial: Lebih Bahagia Single atau Punya Pasangan?’, sebanyak 65 persen dua generasi ini memilih karier daripada cinta  yang hanya 9 persen. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa generasi Z dan milenial memang menganggap bahwa karier adalah hal yang penting untuk keberlangsungan hidup mereka. Itulah mengapa, mayoritas gen Z dan milenial yang memilih childfree pun mengungkapkan bahwa mereka akan fokus pada karier.

Selain berorientasi pada karier, 44,2 persen gen Z dan milenial juga percaya bahwa childfree bisa membuat mereka lebih fokus pada diri sendiri dan pasangan. Selain itu, 26 persen lainnya mengungkapkan bahwa mereka tetap bisa fokus mengejar cita-cita dan impian yang dimiliki. Dengan memilih childfree, gen Z dan milenial beranggapan bahwa mereka bisa lebih fokus untuk karier dan pengembangan diri. Karena yang menjadi tanggung jawab mereka adalah diri sendiri dan pasangan (jika sudah menikah). Sehingga, itulah yang akan menjadi goals mereka dalam hubungan pernikahan kelak.

Seperti yang disebutkan oleh Hoshael, "Dengan childfree, terdapat kemungkinan untuk mengeksplorasi kebebasan dan fleksibilitas secara lebih leluasa, termasuk mengenali potensi diri dan mengeksplorasi ragam pengembangan karier."

Baca Juga: [INFOGRAFIS] Fenomena Menikah Muda, Apa Pendapatmu?

6. Apakah keputusan childfree cenderung bersifat sementara?

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Terkadang, keputusan childfree dapat bersifat sementara untuk beberapa pasangan gen Z dan milenial. Beberapa pasangan mungkin memilih menunda memiliki anak untuk fokus pada karier atau eksplorasi diri, namun kemudian memutuskan untuk memiliki anak saat merasa lebih siap secara emosional dan finansial. Meskipun demikian, ada juga pasangan yang memilih keputusan childfree dan tetap bertahan sepanjang hidup mereka.

Gen Z dan milenial, baik yang memilih childfree maupun punya anak, memiliki suara yang netral terkait ‘apakah keputusan childfree bersifat sementara?’ Sebanyak 44,6 persen gen Z dan milenial memilih suara yang netral, disusul dengan 20,6 persen yang cukup setuju dengan statement ini. Jika dilihat dari data jawaban survei, mayoritas gen Z dan milenial yang memilih childfree memang memiliki trauma di masa kecilnya. Narasumber berinisial DSA (29) sempat memilih childfree, namun akhirnya ia saat ini memiliki anak. Bagi dia, keinginan childfree ini bersifat sementara, karena gak bisa dimungkiri, ia dan pasangan sesekali berdiskusi terkait memiliki anak.

"Mungkin karena latar belakang kami memilih childfree disebabkan oleh 'dendam' masa lalu, jadi ada bayangan bahwa kami bisa berubah pikiran ketika luka batin udah mulai pulih,” tambahnya.

Selaras juga dengan narasumber berinisial PA (25) yang memilih childfree, ia mengungkapkan bahwa bisa jadi keputusan childfree ini memang bersifat sementara. Karena faktor utama ia memilih childfree adalah ‘kekhawatiran’.

"Mungkin, kalau aku bisa lebih siap (secara mental), aku juga siap untuk punya anak. Tapi sementara, untuk aku dan pasangan, sejauh ini ternyata masih banyak nih goals yang harus kita lakukan.Ternyata masih banyak juga dari diri ini yang harus dibenahi sebagai orangtua. Karena, aku sendiri ada kekurangan misalnya, belum bisa handle emosi atau semacamnya,” tambah PA.

Secara psikologis, Hoshael memaparkan pendapatnya terkait keputusan childfree yang cenderung bersifat sementara,

"Tentang apakah keinginan childfree sementara atau tidak, menurutku sangat tergantung kepada pertimbangan internal dan kondisi eksternal dari individunya, serta interaksi antara pertimbangan dan kondisi tersebut. Contohnya apabila seseorang secara pribadi tidak ingin memiliki anak, tetapi pasangannya ingin memiliki anak (dan secara biologis keduanya tidak ada masalah), maka keinginan childfree tersebut dapat saja berubah. Namun dapat juga keinginan childfree tersebut menetap karena sesuatu yang bersifat prinsipil atau sudah sangat terhubung dengan sistem nilainya sebagai seorang pribadi, di mana hal tersebut sulit berubah meski ada pengaruh eksternal."

Jadi, keputusan childfree ini memang tergantung dari pribadi masing-masing. Mungkin ada beberapa orang yang memang memilih childfree karena belum siap dan masih memendam trauma. Seperti yang disebutkan DSA, jika trauma dan luka batin mulai pulih, mereka berkemungkinan memilih punya anak. Namun, ada juga beberapa orang yang memang sudah berprinsip untuk childfree. Bisa dikatakan, keputusan terkait masalah ini memang bersifat personal dan bergantung pada individu masing-masing.

7. Jadi, lebih bahagia childfree atau punya anak?

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Mengukur kebahagiaan subjektif antara pasangan childfree dan pasangan yang memiliki anak bisa menjadi hal kompleks. Karena jika berbicara tentang kebahagiaan, ini bukanlah hal yang bisa digeneralisasikan. Keputusan childfree biasanya menyangkut urusan personal. Baik buruknya keputusan ini, hanya setiap individu yang mengetahuinya. Dalam survei ini, mayoritas gen Z dan milenial memilih suara netral (37,1 persen) terkait statement bahwa childfree lebih bahagia dibandingkan memiliki anak.

Gen Z dan milenial pun percaya bahwa setiap pilihan akan ada plus minusnya. Bagi yang memutuskan memiliki anak, mungkin akan merasakan kebahagiaan karena adanya anggota keluarga baru. Sedangkan bagi yang memutuskan childfree, mungkin akan hidup lebih bebas tanpa adanya tanggungan membesarkan anak serta bisa lebih fokus pada diri sendiri atau pasangan. Dalam sudut pandang psikologis, Hoshael pun menyebutkan bahwa dua keputusan ini bisa sama-sama membahagiakan, asalkan kita gak merasa terjebak dengan apa yang kita pilih.

"Menurut pandangan saya, dua-duanya bisa sama-sama membahagiakan secara seimbang, pada level yang sama. Ini adalah keputusan yang bisa dibuat secara pribadi apabila kita tidak memutuskan untuk memiliki pasangan, atau menjadi keputusan yang disepakati bersama ketika memiliki pasangan. Tentunya sebelum memutuskan, penting sekali untuk secara jujur dan utuh memahami aspirasi pribadi kita termasuk mengenal diri kita, pengalaman-pengalaman yang membentuk kita, dan bagaimana kita menginginkan suatu cara tertentu untuk menjalani hidup kita. Dengan demikian kita tidak perlu merasa terjebak dengan apa yang kita pilih, namun kita dapat meyakini pilihan kita sebagai pilihan yang tepat bagi kita," pungkas Hoshael.

Masih menurut narasumber DSA selaku pihak yang pernah memilih childfree dan sekarang sudah memiliki anak, mengungkapkan bahwa dua pilihan ini sama-sama ada manfaatnya.

"Ketika memilih childfree aku ngerasa bisa menikmati banyak waktu buat diri sendiri, terutama buat usaha memulihkan diri dari hal-hal buruk yang aku alami di masa kecil dan remaja. Setelah punya anak, manfaatnya juga banyak sih. Lebih bijak mengatur waktu dan prioritas, manajemen keuangan juga lebih rapi karena tanggung jawab nambah, kebiasaan suka menunda berkurang drastis, lebih menjaga kesehatan juga," katanya.

Pada akhirnya, baik childfree maupun punya anak, sama-sama memiliki sisi bahagianya masing-masing. Karena hampir keseluruhan gen Z dan milenial yang memilih punya anak, sudah punya tujuan dan alasannya sendiri. Begitu juga dengan gen Z dan milenial childfree, mereka memiliki alasan tersendiri dan sudah menentukan goals apa yang akan mereka lakukan di kehidupan pernikahan kelak. DSA menambahkan, asalkan kita memutuskan pilihan itu dengan penuh kesadaran. Karena dengan begitu, kita akan lebih nyaman dalam menjalankannya. Kunci kebahagiaan sendiri memang berasal dari rasa nyaman.

8. Fakta menarik tentang pilihan gen Z dan milenial terhadap childfree atau punya anak

INFOGRAFIS: Gen Z dan Milenial Lebih Pilih Childfree atau Punya Anak?Infografis childfree atau punya anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Data survei ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah gen Z dan milenial memilih untuk memiliki anak di kehidupan pernikahannya. Di sisi lain, ada juga gen Z dan milenial yang memilih untuk childfree atau gak memiliki anak. Menurut survei di atas, baik gen Z dan milenial yang memilih childfree maupun punya anak, keduanya sama-sama sudah memiliki alasan masing-masing. 

Mayoritas gen Z dan milenial (52 persen) mengutarakan gak memiliki harapan apa-apa saat memiliki anak, jika buah hati bahagia itu sudah cukup. Lalu, 24,2 persen berharap bila anak bisa menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga, 17,9 persen berharap anak bisa menjadi keturunan yang bisa membanggakan keluarga, dan sisanya berkaitan dengan ahli waris serta penopang di hari tua.

Sedangkan untuk alasan gen Z dan milenial memilih childfree, 51,9 persen responden mengungkapkan bila mereka memiliki ketakutan yang besar gak bisa membesarkan anak dengan baik. Lalu, 29,9 persen takut gak mampu memberikan kehidupan yang layak, 14,3 persen meyakini anak bisa menguras energi dan mental, dan sisanya takut bila anak bisa merusak kebahagiaan diri pribadi serta pasangan.

Pilihan untuk memiliki anak atau hidup childfree merupakan keputusan yang sangat personal dan tergantung pada nilai-nilai, tujuan, serta preferensi individu. Gen Z dan milenial menghadapi pilihan ini dengan perspektif yang berbeda-beda dan alasan di balik keputusan tersebut juga bervariasi. Penting bagi kita untuk saling menghormati dan mengakui pilihan individu tanpa menghakimi. Baik memilih untuk memiliki anak maupun hidup childfree, keduanya memiliki manfaat dan tantangan yang unik.

Tim Penyusun :

Nisa Meisa Zarawaki

Muhammad Tarmizi

Febriyanti Revitasari

Pinka Wima

Baca Juga: Gen Z dan Millennial: Lebih Bahagia Single atau Punya Pasangan?

Topik:

  • Pinka Wima
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya