Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orangtua marah ke anak (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi orangtua marah ke anak (pexels.com/Keira Burton)

Pernah kamu merasakan ketika orangtua kamu mendadak diam tanpa alasan saat sedang berselisih paham? Perlakuan yang dikenal dengan istilah ‘silent treatment’ ini bisa memberi dampak yang cukup serius bagi perkembangan anak, lho.

Meski tampak seperti tindakan sepele, efeknya bisa memengaruhi psikologis anak hingga dewasa. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana kebiasaan ini dapat memengaruhi anak-anak kita, agar kita bisa menjadi orang tua yang lebih baik. Maka itu, yuk kenali apa saja dampak buruk dari orangtua yang hobi silent treatment saat konflik dengan anak.

1. Kamu cenderung jadi people pleaser

ilustrasi people pleaser (freepik.com/freepik)

Ketika kamu tumbuh dengan orangtua yang sering memberikan silent treatment, kamu cenderung berusaha keras untuk menghindari konflik. Kamu mungkin akan melakukan apa saja untuk menyenangkan orang lain demi menjaga kedamaian.

Hal ini dikarenakan kamu gak mau merasakan kembali pengalaman diabaikan. Dalam jangka panjang, kamu mungkin mengorbankan kebahagiaan dan kebutuhan pribadimu demi orang lain.

2. Konflik bikin kamu cemas dan buru-buru cari solusi

ilustrasi cemas (pexels.com/David Garrison)

Saat menghadapi konflik, rasa cemasmu akan meningkat dengan cepat. Kamu merasa sangat tidak nyaman dengan ketegangan tersebut dan berusaha keras mencari solusi secepat mungkin.

Kecemasan ini muncul karena kamu tidak terbiasa menghadapi masalah secara sehat. Akibatnya, kamu mungkin akan menyelesaikan masalah dengan cara yang kurang efektif hanya untuk menghindari perasaan tidak nyaman tersebut.

3. Kamu takut banget akan penolakan

ilustrasi anak termenung (unsplash.com/Joseph Gonzalez)

Rasa takut akan penolakan sering kali menghantui kamu yang tumbuh dengan orangtua yang suka memberi silent treatment. Kamu menjadi sangat sensitif terhadap tanda-tanda penolakan dan cenderung menafsirkannya secara berlebihan. Hal ini bisa menghambatmu dalam menjalin hubungan baru atau mencoba hal-hal baru, karena kamu takut gagal atau ditolak.

4. Kritikan bisa bikin kamu cemas berlebihan

ilustrasi kritik dan saran (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Mendengar kritik dari orang lain bisa menjadi momok mengerikan bagimu. Setiap kali mendapat kritikan, kamu mungkin akan merasa sangat tertekan dan cemas, bahkan sampai memikirkannya terus-menerus. Kondisi ini membuat kamu sulit menerima masukan secara konstruktif dan bisa menghambat perkembangan pribadi maupun profesionalmu.

5. Kamu sering merasa tidak aman dan was-was

ilustrasi insecure (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Hidup dengan orangtua yang sering mendiamkanmu bisa membuatmu selalu merasa was-was dan tidak aman. Kamu akan selalu berada dalam mode waspada, takut melakukan kesalahan yang bisa menyebabkan orang lain marah atau mendiamkan. Perasaan ini sangat melelahkan secara emosional dan fisik, membuatmu lebih mudah merasa lelah dan sensitif.

6. Kamu tidak nyaman dengan suasana sepi

ilustrasi mendengarkan musik (pexels.com/Ivan Samkov)

Suasana sepi bisa menjadi sangat tidak nyaman bagimu. Ketika lingkungan di sekitar hening, kamu mungkin merasa cemas atau tertekan.

Untuk mengatasi perasaan ini, kamu sering kali perlu menyalakan TV atau mendengarkan musik saat tidur. Suasana bising membuatmu merasa lebih aman dan terlindungi dari perasaan kesepian yang mendalam.

Menghadapi silent treatment dari orangtua bukanlah hal yang mudah. Dampaknya bisa sangat mendalam dan memengaruhi kehidupanmu di kemudian hari.

Penting untuk menyadari efek negatif ini dan mencari cara untuk mengatasinya. Dengan begitu, kamu bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan sehat secara emosional. Ingatlah bahwa kamu berhak untuk merasa aman dan dihargai dalam setiap hubungan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team