7 Tanda Ini Bukti Orangtua Kamu Bersikap Narsistik

Cinta orangtua pada anaknya merupakan sebuah hal yang wajar dan baik. Keharmonisan antara keduanya menimbulkan chemistry untuk hubungan. Ungkapan rasa sayang orangtua bisa dilakukan di mana saja dan tak mengenal waktu. Bahkan, di ruang publik sekali pun.

Namun, perlu diingat bahwa tipikal orangtua yang narsistik berusaha tampak baik kepada anak di hadapan banyak orang. Itulah siasat untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Lantas, setelahnya perlakuan mereka pada buah hati akan berbeda ketika sudah tidak berada di ruang publik.

Mendapatkan hadiah dari orang terkasih tentunya membuat hati bahagia. Tak terkecuali seorang anak mendapatkannya dari orangtua mereka. Ini wujud perhatian orangtua pada anak atas apa yang telah dilakukan sebelumnya. Entah itu karena prestasi di sekolah atau hal lainnya.

Tetapi, orangtua narsistik tak memberikan hadiah secara cuma-cuma. Dia mengharapkan hal yang lebih dari anaknya. Patokan target yang diusung orangtua tak jarang membebani anaknya. Ini yang bisa membuat sebuah hadiah jadi kurang bermakna bagi si buah hati. 

Orangtua ingin anaknya sukses di masa depan. Membimbing dan mengarahkannya pada hal positif menjadi faktor kuncinya. Namun, semuanya akan tak baik bagi buah hati bila sudah pada melampaui batas.

Orangtua narsistik selalu berusaha menetapkan segala sesuatunya berdasarkan pandangan mereka. Ketika memilih ekstrakulikuler, jurusan, bahkan karier harus sesuai dengan arahan ayah atau ibu. Sekilas memang wajar memilihkan itu semua untuk anak. Tetapi, perlu dipertanyakan lagi apakah ini semua demi kebaikan anak atau malah hanya sekedar untuk menaikkan gengsi orangtua di mata orang lain.

Dalam setiap keputusan selalu ada pro dan kontra. Tak terkecuali saat orangtua membuat rencana untuk anak. Keinginan ayah dan ibu serta buah hati kerap berlawanan. Diskusi dari hati ke hati tanpa mengedepankan ego diperlukan agar konflik tidak makin membesar. 

Orangtua narsistik tidak mengusung diskusi tersebut. Mereka sepenuhnya berupaya mengendalikan anak lewat keputusan mereka. Jika buah hati tak masuk ke dalamnya rasa marah akan timbul dan berusaha mencari dalih agar anak patuh pada semua yang sudah diputuskan.

Setiap orang pasti melakukan kesalahan. Anak juga mengalami itu. Mereka bisa saja mendapat nilai jelek atau tak sengaja menumpahkan minuman dari atas meja. Memberikan mereka kesempatan untuk menjelaskan problem itu jadi penting agar anak dan orangtua bisa mencari jalan keluar.

Orangtua narsistik tidak demikian. Seberapa logis penjelasan yang diutarakan buah hati mereka berusaha mencari cara agar kesalahan semuanya terjadi karena anak. Mereka memainkan peran agar anak jadi takut dan menyadari diri mereka pembuat kekacauan yang telah berlalu.

Anak dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan tiap buah hati adalah pembeda antara satu dan lainnya. Mendukung dan memberi masukan adalah cara tepat untuk membuat mereka terus berupaya menggali apa yang bisa lakukan. 

Orangtua narsistik justru bertindak sebaliknya. Mereka selalu mengeluh dan menilai buruk peringai si anak serta kerap membandingkannya dengan orang lain. Jika ini dibiasakan sikap pesimistis justru tumbuh subur dan menggerus keinginan anak mengeksplor lebih banyak hal baik untuk mereka.

Dalam beberapa kasus, orangtua narsistik hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. Mereka fokus pada hal-hal yang membuatnya percaya diri dan mendapat pengakuan. Entah karena sibuk kerja, melakukan hobi hingga larut dalam kehidupan sosial di luar keluarga.

Situasi ini mengakibatkan anak jadi terabaikan. Orangtua menggunakan dua opsi, menyerahkan urusan anak pada orang lain atau buah hati harus ikut aturan main mereka. Ujungnya tumbuh kembang mereka tidak maksimal karena keegoisan ayah atau ibu mereka.

Anak sudah sepatutnya mendapatkan perhatian dari orangtua mereka. Sikap abai dan egois akan merusak masa depan dan kepercayaan diri mereka. Rawatlah tunas muda agar menjadi generasi penerus yang membanggakan.