Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Penyebab Anak Menangis, Tak Selalu Ada Masalah Serius

ilustrasi anak menangis (pexels.com/100 files)

Ketika bayi yang sehat tiba-tiba menangis, masalahnya dapat dipastikan berkaitan dengan rasa lapar dan haus atau popoknya sudah penuh. Namun, anak yang lebih besar dan mampu berkomunikasi dengan lebih baik pun masih kerap menangis. Lengking tangisannya membuat orangtua kaget serta kadang bingung mesti melakukan apa.

Rasanya memang gak terjadi sesuatu yang cukup serius dalam perspektifmu sebagai orang dewasa. Namun, tidak demikian bagi anak. Masih kurangnya pengalaman anak serta ketidaktahuan tentang cara merespons peristiwa dengan lebih tepat dapat membuatnya seketika menangis.

Penting untuk kamu mampu memahami bahasa nonverbal anak, termasuk ketika ia tahu-tahu menangis. Sebab, bila reaksimu gak sesuai dengan penyebabnya, tangis anak bakal tambah kencang. Boleh jadi tangisan ini bermula dari lima alasan di bawah ini.

1. Campuran rasa kaget, panik, dan takut

ilustrasi jatuh dan menangis (pexels.com/Trần Long)

Orang dewasa kalau kaget paling-paling cuma memekik seraya memegang dada. Bila panik atau takut, orang dewasa bisa segera berlari dan meminta tolong pada orang lain. Namun, anak yang masih sangat kecil belum bisa merespons demikian.

Semua yang terjadi di sekitarnya atau menimpanya masih ditanggapi dengan cara yang sama, yaitu menangis. Selain karena ketidaktahuan akan respons yang lebih baik, ia juga mengharapkan perhatian dari orang yang lebih dewasa.

Anak ingin orangtuanya segera membantunya mengatasi situasi tersebut. Anak hanya tahu bahwa peristiwa itu tidak menyenangkan, tetapi belum mengerti cara menanganinya. Kita bisa mengajari anak untuk lebih tenang dengan menepuk-nepuk pelan tubuhnya saat menangis. Nanti kalau anak sudah tenang dan ceria lagi, beri tahu bahwa dia tidak perlu menangis saat mengalami hal serupa.

2. Merasa dinakali

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Jep Gambardella)

Anak masih melihat semua hal dari sudut pandangnya sendiri. Segala sesuatu berpusat pada dirinya sehingga setiap hal yang gak disukainya bisa terasa sebagai upaya orang lain menakalinya. Misalnya, ketika dia dikalahkan dalam permainan.

Anak belum memahami tentang sportivitas ketika bermain dengan saudara atau teman. Ia juga belum mengerti tentang candaan orangtua yang sebetulnya tanda sayang atau kegemasanmu padanya. Semua itu diartikannya sebagai kenakalan.

Ia merasa diserang oleh orang lain. Suasana hatinya memburuk, antara merasa jengkel tetapi juga lemah buat melakukan perlawanan. Jadilah ia menangis kencang.

Sama seperti pada poin sebelumnya, anak perlu ditenangkan dulu. Setelahnya baru kamu  memberi penjelasan, bahwa teman bermainnya tidak nakal dan di dalam permainan selalu ada menang serta kalah. Begitu pula maksud orang dewasa bercanda perlu dijelaskan supaya anak gak salah paham bahkan belajar humoris sejak dini.

3. Keinginan tidak terpenuhi

ilustrasi menangis (pexels.com/Q. Hưng Phạm)

Ketabahan terbentuk dari ujian yang terus-menerus. Pengalaman hidup anak yang masih sedikit membuat ketabahannya belum terbentuk. Keinginannya yang gak terpenuhi sering direspons dengan tangisan.

Kesedihannya terasa mendalam seakan-akan orang lain yang menolak permintaannya sudah bersikap amat kejam serta tak menyayanginya. Namun, selain soal perasaan, reaksi menangis juga bisa digunakan anak buat meluluhkan hati orangtua. Anak yang sengaja menangis untuk mengubah keputusan orang dewasa umumnya sudah mempelajari suatu pola.

Bahwa permintaannya akhirnya akan dikabulkan juga apabila ia menangis sekencang mungkin dan dalam waktu lama. Anak ternyata mampu membaca kelemahanmu dan mencoba memanfaatkannya. Ini akan menjadi tantanganmu dalam mempertahankan ketegasan terhadap anak seperti di poin berikut ini.

4. Orangtua bersikap lebih tegas

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Arzella BEKTAŞ)

Saat anak belum terbiasa dengan sikap tegas orangtua, ketegasan itu terasa seperti pukulan keras buatnya. Orangtua yang biasanya bersikap lunak padanya kini sekali mengatakan tidak akan selamanya tidak. Anak merasa syok dan menangis.

Dalam situasi begini, ketetapan hatimu benar-benar diuji. Begitu rasa gak tega menguasai, kamu bakal mencabut kembali perkataan sebelumnya demi anak berhenti menangis. Satu hal yang perlu dicamkan, bahwa kamu memang tak boleh bersikap amat kaku terhadap anak.

Namun, dalam sejumlah perkara, ketegasan perlu secara konsisten diperlihatkan. Apabila sikapmu goyah setiap anak menangis lalu mengubahnya, anak dapat makin tidak patuh. Sebaliknya, justru kamu yang akhirnya selalu menurut pada kemauan anak sekalipun itu gak baik.

5. Gak nyaman dengan lingkungan

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Jika berada di lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan, kamu bisa dengan mudah memutuskan pindah atau bahkan berusaha mengubah lingkungan tersebut, supaya sesuai dengan keinginan. Baik tindakan pertama maupun kedua membutuhkan keberanian yang besar. Bahkan sikap kedua masih harus ditambah dengan kepandaian serta kemampuan memimpin.

Anak tentu belum mampu mengambil tindakan sampai sejauh itu. Contoh simpel, saat anak tak nyaman berada di tengah keramaian ketika ada acara keluarga. Dia mau berdiri dan mencari orangtua saja gak berani dan bingung menentukan keberadaanmu.

Anak merasa terjebak dalam rasa tidak nyaman. Ini seperti gelembung yang menyekapnya. Rasa frustrasi tak menemukan jalan keluar dari rasa tidak nyaman inilah yang membuatnya menangis.

Penyebab tangisan anak sering kali perkara sepele. Namun, bukan berarti kamu boleh bersikap menyepelekan. Kalau itu yang dilakukan, anak akan merasa terluka karena diabaikan oleh orang yang diandalkannya buat mengatasi persoalan.

Sikap tenangmu amat penting untuk membuat anak lebih cepat merasa aman dan berhenti menangis. Hindari menyogok anak dengan berbagai jajanan atau janji hanya agar ia mau segera diam. Bila sogokan selalu diberikan saat anak menangis, ia malah tidak kunjung belajar cara merespons suatu permasalahan dengan lebih tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ines Sela Melia
EditorInes Sela Melia
Follow Us