Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mengasuh anak (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi mengasuh anak (pexels.com/Ivan Samkov)

Intinya sih...

  • Perkembangan diri anak penting untuk mengenali potensi dan minat terbaiknya.

  • Pendampingan psikologis sejak dini membantu observasi perkembangan fisik, emosional, dan sosial anak.

  • Orang tua perlu memfasilitasi anak dalam mengenali perasaan, merefleksikan pengalaman, dan mengeksplor kemampuan sejak usia dini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Memahami cara berpikir, belajar, dan regulasi emosi pada anak menjadi bagian yang penting dari proses pertumbuhan, terutama bagi orangtua. Tujuannya adalah menemukan potensi terbaik dan meraih pertumbuhan maksimal. Oleh karenanya, penting untuk fokus pada tahap perkembangan atau self development bagi buah hati.

Dalam memahami perkembangan anak, dibutuhkan pendampingan yang maksimal oleh orangtua, edukator, maupun profesional seperti psikolog. Kehadiran psikolog dapat membantu anak menghadapi perkembangan mental, emosional, dan sosial dengan lebih baik. Clinical psychologist Hersa Aranti menjelaskan lebih rinci terkait pentingnya self development pada anak dan mengapa penting untuk mendapatkan bantuan psikolog sedini mungkin. Berikut rangkumannya berdasarkan wawancara tim IDN Times secara daring pada Sabtu (24/4/2025).

1. Mengenali perkembangan diri anak sedini mungkin, pentingkah?

ilustrasi menemani anak ke psikolog (pexels.com/SHVETS production)

Perkembangan diri menjadi aspek yang tak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Tahap self development membantu individu mengenali potensi dan minat terbaiknya. Proses ini juga memungkinkan individu untuk terus tumbuh secara mental, emosional, dan profesional dalam menghadapi tantangan hidup.

Hersa menjelaskan mengapa self development menjadi hal yang penting, "Secara umum manusia itu pasti ingin ada dorongan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, menjadi versi yang lebih baik lagi, dan memiliki kehidupan yang akhirnya bisa merasa puas terhadapnya, merasa utuh, merasa fulfilled dan di situ menemukan perasaan-perasaan seperti peaceful. Yang mana itu kan perasaan yang pastinya menyenangkan, perasaan yang akhirnya nyaman gitu ya, dan dalam menjalani hari-hari itu juga jadinya positif."

Hersa sebagai praktisi pengembangan diri dan psikolog, menerangkan bahwa self development, sejatinya menyentuh lapisan yang lebih dalam dari sekadar keterampilan teknis atau hard skill. Ia menekankan bahwa konsep pengembangan diri justru terletak pada value yang dimiliki oleh tiap individu.

"Pengembangan diri itu sesuatu yang sebenarnya lebih deep lagi dari itu (career development) dan biasanya berkaitan dengan value masing-masing orang. Misalnya ada orang yang value-nya itu adalah growth, yang sifatnya tuh karier, jadi dia ingin punya pencapaian-pencapaian karier dan itu adalah sumber perasaan fulfilled-nya dia atau perasaan utuh dan perasaan bermaknanya dia. Tapi buat orang lain misalnya yang value-nya itu adalah family, mungkin bagi dia bekerja itu sekadar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara finansial, tapi secara keluarga dia bisa benar-benar membuat keluarganya menjadi keluarga yang harmonis, keluarga yang saling bermanfaat buat satu sama lain, saling membantu satu sama lain, dan disitulah muncul rasa utuhnya itu tadi, rasa fulfilled-nya dari ranah keluarga. Jadi biasanya balik lagi tergantung dengan value dan aspek kehidupan apa yang dianggap penting oleh orang itu," Hersa menegaskan bahwa self development tak hanya berkaitan dengan karier dan pekerjaan, namun memiliki lingkup yang lebih luas.  

2. Sejak kapan anak perlu ke psikolog?

ilustrasi anak-anak bermain (pexels.com/Yan Krukau)

Perkembangan diri menjadi tahap yang kompleks bagi individu, terlebih bagi anak-anak. Secara psikologis, tahap tumbuh kembang anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosional, hingga sosial. Aspek perkembangan tersebut akan membentuk fondasi kepribadian dan kemampuan di masa mendatang.

Setiap fase membawa tantangan dan peluang tersendiri, oleh karenanya penting untuk memperhatikan perkembangan tersebut, salah satunya dengan melakukan pendampingan psikologis sejak dini. Langkah ini menjadi tahap observasi oleh ahli, dalam hal ini psikolog, untuk memberikan arahan kepada orangtua dan anak.

"Dari anak-anak masih usia sangat kecil dengan ke psikolog itu bisa dicek bagaimana tumbuh kembangnya. Biasanya ada checklist tumbuh kembang, misalnya di usia sekitar dia seharusnya sudah bisa melakukan apa saja, sehingga kalau belum, berarti apa nih langkah yang perlu diambil, terapi seperti apa yang perlu diambil gitu. Jadi, untuk para orang tua, sebenarnya penting sih dari awal, untuk mungkin gak hanya ke dokter anak, dari segi kesehatan fisiknya, tapi juga ke psikolog anak, untuk akhirnya melihat dari segi perkembangan emosionalnya," ujar Hersa.

Memahami tahapan ini secara menyeluruh bukan hanya mendukung proses tumbuh kembang, tetapi juga membangun fondasi akan kemampuan anak yang lebih maksimal. Terlebih, setiap anak memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri.

"Sebagai orang tua kan pasti banyak challenge ya. Gimana menghadapi anak dengan karakteristik-karakteristik tertentu? Nah itu hal yang bisa juga didiskusikan dengan psikolog anak, supaya anak ini juga berkembang dengan lingkungan yang akhirnya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dia gitu. Sehingga perjalanan ke psikolog ini sebenarnya perjalanan yang perlu banget dinormalisasi sejak dini. Nanti pas SD misalnya pas ada bingung, boleh lho ngobrol sama profesional kalau nggak bisa ngobrol sama orang tuanya. Karena sebenarnya pergi ke psikolog itu sepenting juga pergi ke dokter, yang mana kalau dokter kan udah sangat dinormalisasi, sebenarnya tingkat kepentingannya itu sama," jelas Hersa.

3. Penting bagi orangtua untuk memfasilitasi proses self development anak semaksimal mungkin

Ilustrasi anak-anak menikmati es krim (shopee.co.id/Lenodi Official Store)

Sejak usia dini, anak sebaiknya difasilitasi untuk mengenali perasaannya, merefleksikan pengalaman, dan mengeksplor kemampuannya. Pandangan ini selaras dengan keterangan Hersa saat ditanya waktu terbaik untuk membiasakan anak pergi ke psikolog.

Ditanya kapan waktu terbaik untuk membiasakan anak ke psikolog, Hersa menjawab, "Sebenarnya dimulainya itu se-early mungkin. Dalam arti untuk orang tua sebisa mungkin memfasilitasi anak untuk bisa akhirnya mencoba banyak hal, belajar banyak hal, diajak diskusi, diajak mengobrol, untuk akhirnya anak itu terbiasa saat melakukan sesuatu berefleksi kembali gitu. Bahwa 'oke, dengan saya melakukan aktivitas ini, kemudian perasaan saya seperti ini, berarti apa ya yang bisa saya pelajari tentang diri saya'. Misalnya, orang tua itu ngelesin anak, oke deh kamu coba les gambar misalnya gitu ya, pas dicoba ternyata aduh aku gak suka, aku bosen, aku kayak di lingkungan ini, aku gak terdorong lagi nih, buat besok datang lagi. Nah itu diajak ngobrol, supaya anak itu balik lagi terbiasa untuk berefleksi diri."

Orang tua memegang peran penting dalam proses perkembangan diri. Mengajak anak berdiskusi, membuka ruang komunikasi, dan membiasakan anak mengenal diri menjadi bagian yang penting dari hal tersebut. Dengan pendekatan ini, anak diharapkan menjadi pribadi yang lebih sadar, adaptif, dan resilien.

"Jadi (refleksi diri) itu sebenarnya sebuah skill yang memang perlu diasah dan saat anak masih kecil, peran orang tua dan peran keluarga menjadi sangat penting untuk skill itu bisa tumbuh. Nanti saat lebih dewasa, misalnya di usia remaja, ataupun dewasa akhirnya skill itu terbiasa dan setiap melakukan aktivitas, setiap mencoba hal baru, itu udah langsung berpikir, 'oke dengan kejadian ini, apa nih yang saya pelajari tentang diri saya, dengan menghadapi tekanan ini, apa sih kelebihan saya,' sehingga saya bisa memanfaatkan untuk menghadapinya. Jadi itu balik lagi sebuah skill yang harus diasah dari awal, dan semoga pembiasaan ini terbawa sampai besar," tambah Hersa.

Editorial Team