#MahakaryaAyahIbu: Buku yang Tebal Selalu Tampak Membosankan

Pada akhirnya kau menyadari bahwa buku tebal tersebut mengandung banyaknya untaian pembelajaran kehidupan.

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik. 


Kata orang, bagaimana cara seseorang melihat dunia adalah tentang sudut pandang orang tersebut dalam melihat dunia. Hal yang meresahkan adalah ketika seseorang menutup diri dari kemungkinan perspektif lain dalam melihat suatu permasalahan. Parahnya, hal itu terjadi padaku, dulu.

Mamah telah mengajarkanku banyak hal dari kecil. Aku, yang masih berusia kira-kira tujuh tahun, sering Mamah ajak mengikuti rapat organisasi, berpindah dari satu tempat rapat ke tempat lain. Aku menyaksikan Mamah memimpin dan mengikuti proses musyawarah pendapat tersebut, namun aku merasa bosan dengan situasi tersebut. Aku mendengarkan, namun aku tidak cukup paham dengan yang aku dengarkan.

Aku merasa sendiri di tempat yang bahkan makna kesendirian pun tak lagi tampak. Satu-satunya hal yang membuatku bertahan hanyalah iming-iming ‘mie ayam’ atau ‘siomay’ enak yang dijual tak jauh dari tempat rapat berlangsung. Tak bisa kupungkiri bahwa memandang makanan lezat di hadapanku cukup ampuh untuk mengusir rasa bosanku atas materi-materi yang mungkin baru bisa aku pahami ketika aku tak lagi menggunakan seragam merah putih.

Tragisnya, di waktu itu aku tak berpikir sejauh sekarang, yang membuatku meraung-raung, “Mah, pengalaman masa kecilku tersebut sangat membantuku saat ini.” Kini aku sudah duduk di bangku kuliah. Kehidupan kuliahku cukup padat dengan aktivitas akademis, organisasi, maupun pengabdian. Nyaris-atau mungkin memang-setiap hari, seusai kuliah, pasti ada saja daftar rapat yang harus aku ikuti. Beginilah aktivitasku sekarang, Mah. Terkadang cukup melelahkan untuk menghadapi berbagai macam pendapat, amanah, tipe orang, snack, dan perbedaan lain. Namun perasaan haru menguatkanku kembali, yaitu ketika aku mengerti bagaimana rasanya berada di posisi Mamah dulu.

Secara tidak langsung, Mamah telah membiasakan diriku dengan lingkungan seperti sekarang ini. Aku bahkan tidak mempercayai diriku sendiri, Mah, bahwa ternyata aku mampu melangkah sejauh ini, mengingat aku yang baru menginjak dunia di luar akademis ketika kuliah.

dm-player

Aku takkan sanggup mengambil seluruh risiko ini ketika aku belum mendapatkan bekal dari Mamah sejak dulu. Bekal ini terlalu berharga dalam membuatku kokoh tak tertandingi, sekarang dan ke depannya. Iya, Mah, ini adalah bekal berupa kesiapan mental. Bukti ini menguatkan apa yang pernah aku dengar sebelumnya, bahwa sebaik-baik guru adalah pengalaman. Ya, mahakarya bersama Mamah.

Selain itu, aku senang sekali mengamati wajah Mamah ketika sedang tertidur. Aku merasakan kehangatan dan aku menyenangi kehangatan. Sesekali Mamah membuka mata kemudian terkaget melihat wajah bulatku yang asyik memandanginya. Mungkin cukup mengesalkan bagi Mamah yang sedang beristirahat, namun aku tak kunjung juga menghentikan aktivitas tersebut.

Aku mengingat kembali hal serupa yang seringkali aku lakukan dulu ketika masih usia TK. Hampir setiap siang, aku berbaring bersama Mamah. Mamah tertidur, sedangkan aku tidak. Selama ini, aku adalah tipe anak yang tidak tahan ketika tidak melakukan sesuatu. Dan di siang hari yang gabut, ketika semua orang beristirahat, aku merasa bosan. Aku hanya menggulung-gulung badanku dan berkali-kali merengek, “Aku bosan.”

Entah seberapa lelahnya Mamah mendengar rengekanku, setiap hari. Sesekali Mamah menanggapiku, sesekali pula mencuekkanku. Aku terus memberontak dari jeratan kasur yang memaksaku untuk tidur tersebut. Meskipun begitu, pada akhirnya aku juga akan tertidur ketika tidak menemukan hal-hal yang dapat mengisi kekosongan siang hariku.

Belakangan baru kusadari bahwa respon semacam itu ternyata menyeimbangkanku. Aku bisa saja fokus dengan semua kegiatan yang ingin kujajaki sejauh ini, namun Mamah, mau tidak mau, mengajarkanku untuk menikmati waktu luang dan hal-hal di luar keinginanku.

Akan ada hal berharga yang dapat aku tangkap ketika aku mampu memfokuskan pikiranku di waktu tersebut. Seperti halnya aku yang dapat mengamati wajah anggun Mamah, ada hal-hal besar di luar sana yang perlu aku terima secara perlahan. Dan Mamah telah membuktikan padaku bahwa ‘saat ini’ ternyata tak kalah indah dengan apa yang aku harapkan nantinya.

Ada satu hal yang sangat ingin kuungkapkan, Mah. Selamanya, Mamah tetap dan akan menjadi madrasah terbaik untuk putri sore kemarinmu ini.

Rahma Ayuningtyas Fachrunisa Photo Writer Rahma Ayuningtyas Fachrunisa

Educational psychologist candidate

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya