5 Sikap Orangtua yang Berisiko Memicu Sindrom Peter Pan pada Anak

Pernahkah mendengar istilah Sindrom Peter Pan? Istilah ini digunakan untuk menggambarkan orang dewasa yang enggan menerima tanggung jawab, cenderung menghindari komitmen, dan sulit menghadapi kenyataan hidup.
Meski tidak diakui sebagai gangguan psikologis resmi, fenomena ini kerap menjadi perhatian karena dampak yang mengganggu terhadap kehidupan seseorang. Apa yang sebenarnya memicu sindrom ini? Ternyata, pola asuh orangtua memegang peran yang sangat penting.
Sebagai orangtua, tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak. Namun, tanpa disadari, beberapa sikap dan pola asuh justru dapat membentuk pola pikir dan kebiasaan yang membuat anak kesulitan menjalani kehidupan dewasa.
Berikut lima sikap orangtua yang berpotensi memicu Sindrom Peter Pan, lengkap dengan refleksi yang dapat membantu kita memperbaiki pola asuh.
1. Terlalu memberikan kebebasan kepada anak
Memberikan kebebasan kepada anak adalah hal yang baik, tetapi kebebasan tanpa batasan dapat menjadi bumerang. Pola asuh permisif, di mana orangtua cenderung tidak menetapkan aturan atau konsekuensi, membuat anak tumbuh tanpa memahami pentingnya batasan yang sehat.
“Batasan memiliki peran penting dalam menjalankan tanggung jawab sebagai orang dewasa, apalagi seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan perkembangan diri kita,” kata Psikoterapis Natacha Duke, MA, RP. Anak yang tumbuh tanpa batasan sering kali kesulitan memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa segala sesuatu dapat dicapai tanpa usaha atau tanggung jawab.
Untuk itu mulailah dengan menetapkan aturan sederhana yang konsisten di rumah. Jelaskan mengapa aturan tersebut penting dan berikan konsekuensi yang sesuai jika dilanggar. Dengan cara ini, anak belajar memahami tanggung jawab sejak dini.
2. Terlalu memanjakan anak
Memberikan yang terbaik untuk anak sering kali menjadi prioritas orangtua. Namun, terlalu memanjakan anak dengan memberikan semua yang mereka inginkan atau melakukan segala hal untuk mereka dapat menghambat perkembangan kemandirian.
Anak yang terlalu dimanjakan cenderung kesulitan mengurus diri sendiri ketika dewasa. Mereka mungkin tidak tahu cara mengatasi tantangan atau menyelesaikan masalah karena terbiasa mengandalkan orang lain.
Alih-alih selalu membantu, ajarkan anak untuk mencoba sendiri. Berikan dukungan ketika mereka menghadapi kesulitan, tetapi jangan langsung mengambil alih. Hal ini membantu anak membangun rasa percaya diri dan tanggung jawab.
3. Tekanan berlebihan kepada anak
Di sisi lain, memberikan terlalu banyak tekanan pada anak juga dapat berdampak buruk. Tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik, mencapai prestasi tertentu, atau memenuhi ekspektasi orangtua dapat membuat anak merasa kehilangan masa kecilnya.
Contohnya adalah kehidupan Michael Jackson. Dalam wawancaranya, ia menceritakan masa kecil yang penuh tekanan di mana ia dipaksa untuk menjadi seorang bintang. Ketika dewasa, ia berusaha kembali ke peran sebagai seorang anak dengan menciptakan Neverland Ranch dan berperilaku seperti Peter Pan.
Jadi, biarkan anak menikmati masa kecil mereka. Fokuslah pada proses, bukan hasil. Apresiasi usaha mereka, bukan hanya pencapaiannya, agar mereka merasa dihargai tanpa tekanan berlebihan.
4. Tidak memberikan contoh yang baik
Anak belajar banyak dari perilaku orangtuanya. Jika orangtua menunjukkan sikap yang tidak bertanggung jawab, menghindari masalah, atau tidak mampu mengelola emosi, anak akan cenderung meniru perilaku tersebut.
Anak yang tidak memiliki contoh baik mungkin sulit memahami cara menjalani kehidupan dewasa dengan baik. Akibatnya, mereka bisa membentuk kebiasaan buruk yang sulit diperbaiki.
Berusalah untuk menjadi teladan yang baik. Tunjukkan bagaimana menghadapi tanggung jawab, mengelola konflik, dan mengambil keputusan dengan bijaksana. Anak akan belajar dari apa yang mereka lihat setiap hari.
5. Kurangnya dukungan emosional
Dukungan emosional dari orangtua adalah bagian penting dalam perkembangan anak. Anak yang merasa diabaikan secara emosional bisa tumbuh dengan rasa tidak percaya diri, kecemasan, atau ketidakmampuan untuk membangun hubungan yang sehat.
Ketika kebutuhan emosional mereka tidak terpenuhi, mereka bisa mencari pelarian dengan menghindari tanggung jawab atau bersikap seperti anak-anak meski sudah dewasa.
Maka dari itu, luangkan waktu untuk mendengarkan anak. Tunjukkan bahwa perasaan mereka penting dan valid. Berikan dukungan emosional secara konsisten agar mereka merasa dicintai dan dihargai.
Sebagai orangtua, penting untuk merenungkan pola asuh kita dan memahami dampaknya terhadap perkembangan anak. Pola asuh yang kita terapkan hari ini akan membentuk kehidupan mereka di masa depan. Jadi, jangan biarkan kesalahan kecil menjadi akar dari masalah besar.