Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tanda Kamu Mengalami Sindrom Kesatria Putih dalam Hubungan

ilustrasi seorang kesatria (pexels.com/Vladimir Srajber)

Dalam dongeng, kesatria putih biasanya dianalogikan sebagai seorang penyelamat. Sedangkan sindrom kesatria putih secara umum diartikan sebagai keinginan impulsif untuk selalu menjadi penyelamat bagi orang lain. 

Sindrom kesatria putih bisa juga disebut sindrom penyelamat atau messiah complex. Meskipun bukan merupakan diagnosa medis, sindrom kesatria putih juga menimbulkan kesulitan bagi pengidap maupun orang disekitarnya.

Lantas, seperti apa ciri-ciri orang yang mengalami sindrom kesatria putih dalam sebuah hubungan romantis? Yuk, simak ulasannya!

1. Merasa menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam hubungan

ilustrasi membantu pasangan (pexels.com/Min An)

Seseorang dengan sindrom kesatria putih biasanya berasal dari seorang anak yang mengalami parentifikasi. Parentifikasi adalah suatu kondisi dimana salah satu atau kedua orangtua tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Lantas, anak tersebut ikut menanggung beban orang dewasa yang seharusnya tidak mampu ia tanggung.

Proses parentifikasi yang berlangsung lama akan membuat seseorang terbiasa bertanggungjawab atas apa yang bukan tanggungannya. Di sisi lain, orang tersebut akan merasa dirinya berharga hanya jika telah berkorban demi orang lain.

Kebiasaan tersebut terbawa dalam hubungan romantis. Seseorang yang mengalami sindrom kesatria putih akan cenderung selalu merasa bertanggungjawab atas berjalannya hubungan mereka.

Mark Travers, seorang psikolog menulis dalam majalah Forbes, "Tanda yang menunjukkan kecenderungan seperti penyelamat adalah keinginan untuk menyelesaikan setiap masalah, meredakan konflik, dan menjaga semuanya tetap berjalan dalam hubungan. Kebutuhan untuk 'menjaga semuanya tetap utuh' ini mungkin berasal dari cara seseorang dibesarkan."

2. Mengalami kelelahan emosional terus-menerus

ilustrasi kelelahan emosional (pexels.com/Pixabay)

Karena terus-menerus mengambil tanggung jawab, seseorang dengan sindrom kesatria putih akan merasakan kelelahan emosional. Rasa percaya diri orang tersebut akan tergantung dari penyelamatan yang telah ia lakukan kepada pasangannya. Perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh pasangan, mendadak menjadi perjuangan si kesatria putih. Alhasil, ia akan merasa sangat kelelahan.

Mark Travers melanjutkan, "Ketika seseorang dengan sindrom penyelamat tenggelam dalam kebutuhan pasangan, ia mungkin secara impulsif memprioritaskan kesejahteraan mereka daripada kesejahteraan dirinya sendiri, bahkan dalam situasi yang tidak dapat diperbaiki."

Kebiasaan memprioritaskan kesejahteraan pasangan daripada diri sendiri berpotensi menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Meskipun frustasi, si kesatria putih juga sulit terlepas dari dinamika ini karena telah terbiasa melakukannya.

3. Dukungan melukai kepercayaan diri pasangan

ilustrasi pasangan berselisih (pexels.com/RDNE Stock project)

Kebiasaan untuk bertanggungjawab atas beban pasangan menimbulkan sensasi menyenangkan bagi si kesatria putih. Terkadang, dukungan mereka jusrtu akhirnya berubah menjadi kontrol.

Si kesatria putih akan merasa bahwa pasangannya hanya akan berhasil jika dirinya ikut campur. Alhasil, pasangan si pengidap sindrom kesatria putih akan merasa dirinya tidak berharga atau berada di bawah level pasangannya.

Sayangnya, mempertahankan pola hubungan dengan salah satu menjadi penyelamat bagi yang lain justru menimbulkan kekecewaan dan dendam. Tindakan penyelamatan itu justru menjadi siklus yang mengikis kemandirian pasangan dan menimbulkan berkurangnya rasa hormat satu sama lain.

4. Terjebak dalam lingkaran penyelamatan

ilustrasi pasangan yang bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

Sangat disayangkan, hubungan dengan seseorang yang memiliki sindrom kesatria putih justru akan menimbulkan siklus kesalahpahaman yang sulit diputus. Si kesatria akan merasa pasangannya kurang mampu, kemudian membantunya. Namun hal itu justru membuat pasangan menjauh karena dianggap tidak mampu. 

Ketika pasangan menjauh, si kesatria putih akan bertanya-tanya tentang kesalahannya. Padahal selama ini ia merasa telah banyak berkorban dalam hubungan yang dijalani. Siklus ini akan berulang dan mengikis kepercayaan diri keduanya.

Berusaha sembuh dari sindrom kesatria putih memang tidak mudah. Pertama-tama, kamu harus menyadari dulu bahwa kamu memiliki masalah. Baru kemudian kamu harus mengurainya satu-persatu.

"Mengapa kamu merasa perlu membantu orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, sepanjang waktu? Apa motivasimu? Melihat diri sendiri secara introspektif dapat membantu kamu mengungkap penyebab tindakanmu," Judith Joseph, MD, MBA, seorang psikolog dan peneliti bersertifikat, serta ketua Women in Medicine Initiative di Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons mengungkapkan dalam Verywell Mind.

Cara pertama untuk mengatasi sindrom kesatria putih adalah dengan mengenal diri sendiri, kemudian mulai memprioritaskan diri sendiri dari orang lain. Belajar berkata "tidak" juga jadi kunci utama dalam menyembuhkan sindrom kesatria putih. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anita Hadi Saputri
EditorAnita Hadi Saputri
Follow Us