Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Tanda Anak Membutuhkan Dukungan Emosional, Jangan Abaikan!

ilustrasi anak membutuhkan dukungan emosional (pexels.com/RDNE Stock project)
Intinya sih...
  • Anak butuh dukungan emosional
  • Perubahan perilaku bisa jadi sinyal
  • Pentingnya peran orang tua dalam mendengar dan memberikan ruang aman

Setiap anak punya cara berbeda dalam mengekspresikan perasaannya. Kadang, perubahan sikap atau kebiasaan kecil bisa jadi sinyal kalau mereka sedang butuh dukungan emosional lebih dari orang tuanya. Sayangnya, tidak semua tanda ini terlihat jelas di awal.

Sebagai orang tua, penting sekali untuk lebih peka terhadap perubahan emosi anak. Bukan karena mereka lemah, tapi karena mereka sedang belajar memahami dunia dan dirinya sendiri. Yuk, kenali tanda-tandanya sebelum terlambat memberikan bantuan yang mereka butuhkan.

1. Perubahan suasana hati atau perilaku yang terus berulang

ilustrasi perubahan suasana hati (pexels.com/cottonbro studio)

Jika anak terlihat lebih sering murung, mudah marah, atau jadi menarik diri dari lingkungan sekitar, ini bisa jadi tanda bahwa ada yang sedang mereka rasakan secara emosional. Terlebih lagi jika perubahan ini berlangsung dalam waktu cukup lama dan memengaruhi aktivitas sehari-harinya. Jangan anggap remeh, karena ini bisa menjadi sinyal awal bahwa anak butuh dukungan emosional lebih.

Perubahan perilaku seperti tiba-tiba tidak bersemangat, kehilangan minat terhadap hal yang biasanya disukai, atau kesulitan tidur juga perlu diwaspadai. Meskipun anak belum bisa sepenuhnya mengungkapkan perasaannya, sikap dan gestur mereka sering kali berbicara banyak. Orang tua perlu hadir, mendengar, dan memberikan ruang aman untuk anak mengekspresikan diri.

2. Sulit konsentrasi atau prestasi menurun di sekolah

ilustrasi sulit berkonsentrasi (pexels.com/RDNE Stock project)

Jika anak mulai kesulitan fokus belajar, sering melamun di kelas, atau nilai-nilainya menurun drastis, bisa jadi itu bukan sekadar soal akademis. Perubahan dalam performa sekolah sering kali berkaitan erat dengan kondisi emosional anak. Ketika pikiran mereka penuh oleh hal-hal yang mengganggu, wajar jika fokus jadi terganggu.

Anak yang sedang mengalami tekanan emosional juga cenderung kehilangan semangat belajar dan merasa cepat lelah. Bahkan, tugas-tugas sederhana pun bisa terasa berat bagi mereka. Di sinilah pentingnya peran orang tua untuk tidak langsung menghakimi, tapi mencari tahu penyebab di balik perubahan tersebut.

3. Pola tidur atau nafsu makan berubah

ilustrasi nafsu makan berubah (pexels.com/mikhail nilov)

Perubahan pada pola tidur atau nafsu makan bisa menjadi sinyal bahwa anak sedang mengalami tekanan emosional. Misalnya, anak jadi sering sulit tidur, mimpi buruk, tidur berlebihan, atau justru kehilangan nafsu makan secara drastis. Ini bukan sekadar perubahan fisik, tapi bisa mencerminkan kondisi mental yang sedang terganggu.

Saat emosi anak tidak stabil, tubuh mereka pun ikut bereaksi. Mereka mungkin tidak sadar bahwa kecemasan atau kesedihan memengaruhi rutinitas harian. Orang tua perlu memperhatikan pola-pola ini dan tidak ragu untuk mulai berdialog secara lembut agar anak merasa didengar.

4. Menarik diri dari lingkungan sosial

ilustrasi menarik diri dari lingkungan sosial (pexels.com/mikhail nilov)

Saat anak tiba-tiba enggan bermain dengan teman, jarang bicara, atau memilih menyendiri di rumah, ini bisa jadi tanda mereka sedang merasa kewalahan secara emosional. Perilaku menarik diri ini bukan selalu karena mereka pemalu, tapi bisa menjadi cara anak melindungi diri dari rasa tidak nyaman atau tekanan yang sulit dijelaskan. Jika dibiarkan, isolasi sosial ini bisa memperburuk kondisi mental mereka.

Anak yang biasanya ceria dan aktif, lalu mendadak jadi pendiam dan menghindari interaksi, patut menjadi perhatian. Bisa jadi mereka sedang merasa tidak aman, cemas, atau sedih berkepanjangan. Di sinilah peran orang tua untuk hadir tanpa menghakimi, dan memberi ruang agar anak mau terbuka perlahan.

5. Keluhan fisik tanpa penjelasan medis yang jelas

ilustrasi keluhan fisik (pexels.com/MART PRODUCTION)

Anak yang sering mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau merasa lelah terus-menerus padahal hasil pemeriksaan medisnya normal, bisa jadi sedang mengalami tekanan emosional. Tubuh anak kadang merespons stres atau kecemasan lewat gejala fisik yang sulit dijelaskan. Ini adalah cara alami tubuh menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sedang tidak seimbang secara mental.

Orang tua perlu peka jika keluhan ini muncul berulang tanpa sebab yang jelas. Jangan langsung menyimpulkan anak hanya mencari perhatian, bisa jadi itu cara mereka meminta bantuan. Tanggapilah dengan empati, dan bantu anak merasa lebih tenang dan dipahami.

6. Kecemasan berlebihan yang terus menerus

ilustrasi kecemasan berlebihan (pexels.com/keira burton)

Anak-anak juga bisa mengalami rasa cemas, dan jika berlangsung terus-menerus atau muncul secara berlebihan, ini bisa menjadi tanda mereka butuh dukungan emosional. Mereka mungkin terlihat gelisah, takut akan hal-hal kecil, atau terlalu khawatir tentang masa depan, sekolah, atau hubungan sosial. Bahkan, kecemasan ini bisa mengganggu tidur dan konsentrasi mereka sehari-hari.

Sering kali, anak tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan rasa cemasnya dengan kata-kata. Karena itu, orang tua perlu lebih peka terhadap perubahan sikap, seperti jadi terlalu perfeksionis, sering minta kepastian, atau enggan mencoba hal baru. Memberikan ruang yang aman dan menenangkan sangat penting agar anak merasa didukung, bukan dihakimi.

7. Perubahan perilaku setelah peristiwa besar dalam hidup

ilustrasi perubahan perilaku (pexels.com/cottonbro studio)

Peristiwa besar seperti perceraian orang tua, pindah rumah, kehilangan orang terdekat, atau pergantian sekolah bisa memengaruhi kondisi emosional anak. Meskipun anak terlihat kuat di luar, perubahan besar ini bisa memicu rasa cemas, bingung, atau sedih yang sulit mereka ungkapkan. Reaksinya pun bisa muncul dalam bentuk perubahan perilaku yang tiba-tiba.

Anak mungkin jadi lebih pemarah, menarik diri, atau terlihat tidak tertarik pada hal-hal yang biasanya mereka sukai. Ini adalah respons alami terhadap situasi yang belum bisa mereka pahami sepenuhnya. Orang tua perlu mendampingi anak dengan sabar, membantu mereka beradaptasi, dan memastikan mereka merasa aman selama masa transisi tersebut.

Mengenali tanda-tanda ini bukan berarti orang tua harus panik, tapi justru jadi langkah awal untuk lebih peduli pada kondisi emosional anak. Dukungan yang hangat dan penuh empati bisa membuat anak merasa lebih aman dan didengar. Ingat, kesehatan mental anak sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan semua dimulai dari rumah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us