Ternyata, Momen Lebaran Bareng Keluarga Itu yang Paling Dirindukan

Lebaran di masa dewasa tentu sangat berbeda dibandingkan ketika kita kecil dulu. Bahkan tak sedikit orang yang merasa bahwa secara perlahan mereka kehilangan spark atau kegembiraan menyambut hari kemenangan ini. Tak terkecuali diriku.
Pekerjaan yang menumpuk, kesibukan yang tak ada habisnya, dan perubahan di sekitar membuat Ramadan hingga Idul Fitri kadang terasa hambar. Setelah beberapa tahun ini kesulitan untuk menikmati Lebaran seperti dulu—entah karena kerjaan, jarak, hingga masalah lainnya—akhirnya aku bertekad untu benar-benar hadir tahun ini. Tidak hanya fisik, tapi juga hati.
Ramadan terasa lebih bermakna bersama keluarga

Tekad untuk fokus pada diri dan keluarga di tahun ini sudah aku tanamkan sejak awal Ramadan. Di tahun-tahun sebelumnya, aku biasa menantikan undangan buka puasa bersama, menghabiskan banyak waktu di kantor hingga waktu Magrib, dan merencanakan reuni bersama teman-teman.
Namun di tahun ini, momen-momen sederhana bersama keluarga jadi jauh lebih penting bagiku. Entah hanya dengan mencari takjil di dekat rumah, memasak bersama, dan memprioritaskan buka puasa bersama keluarga dan salat berjamaah, semuanya terasa sangat bermakna.
Ajakan untuk buka puasa bersama keluarga besar di rumah nenek justru yang menjadi momen yang dinantikan. Hanya dengan potluck takjil sederhana dan masakan rumahan bikinan mama dan tante-tanteku, semua terasa menyenangkan. Hal-hal kecil inilah yang berhasil mengembalikan suasana Ramadan yang aku rindukan.
Ibadah pun terasa lebih berarti karena segudang masalah duniawi yang dikesampingkan sementara waktu. Walau masih banyak yang aku sayangkan karena ibadahku yang tidak sempurna, setidaknya aku tahu bahwa Ramadan tahun ini berhasil kulalui semaksimal mungkin.
Kebersamaan keluarga yang dirindukan saat Lebaran akhirnya tiba

Hingga akhirnya, tanggal 31 Maret 2025 yang ditandai sebagai 1 Syawal 1446 H pun tiba. Rasa khawatir akan pertanyaan-pertanyaan "khas" Lebaran memang ada, tapi aku berusaha fokus pada hal-hal baik yang akan terjadi. Yang sangat aku syukuri adalah pada tahun ini, dua keluarga besarku, baik yang dari ibu maupun ayah, bisa berkumpul dalam formasi besar.
Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang sangat sepi karena setiap orang punya kesibukan masing-masing. Lebaranku tahun ini kembali riuh. Amplop THR yang aku siapkan ludes, tak seperti sebelumnya yang menyisa. Makanan-makanan yang tersaji di atas karpet rumah nenek laris manis. Tak lupa video call bersama keluarga di luar kota. Bahkan ajang foto keluarga besar yang biasanya sepi, kini sangat berantakan tapi seru.
Uniknya, momen Lebaran tahun ini menjadi ajang untuk mengejar berbagai tren TikTok bersama sepupu. Walau cukup melelahkan, aku sangat senang bisa digeret ke sana ke mari untuk merekam video-video lucu bersama tante, sepupu tua, sepupu kecil, hingga keponakan. Velocity, popo siroyo, hingga tren-tren lain yang bahkan tidak diketahui namanya apa.
Bukan hanya itu, di tahun-tahun sebelumnya, aku biasa menghabiskan Lebaran hari kedua dan selanjutnya dengan kembali bekerja. Kadang, aku juga tak bisa pisah dengan laptop walaupun sedang libur karena selalu ada pekerjaan yang harus dicek. Aku sangat bersyukur karena tahun ini aku bisa menerapkan hal yang berbeda.
Karena tugas sudah dikebut sebelum Lebaran, aku bisa fokus menikmati waktu bersama keluarga. Memasak makanan yang proper untuk keluarga, jalan-jalan sore bersama sepupu, menghabiskan kue Lebaran, hingga bahkan sekadar rebahan di ruang tengah bersama keluarga sambil ngobrol ringan pun terasa memuaskan.
Akan selalu ada momen baru yang bikin Lebaran tiap tahun menjadi spesial

Tak bisa dimungkiri, momen Lebaran akan terus berubah setiap tahunnya–dan aku rasa semua orang harus bisa menerima dan berdamai dengan keadaan ini. Namun di tahun ini, aku belajar bahwa akan selalu ada momen-momen baru yang tak bisa kita temukan di masa lalu. Terutama jika kita benar-benar hadir, tak hanya secara fisik, tapi juga hati.
Untuk tahun ini, fokusku memang hanya untuk menghabiskan waktu sebaik mungkin bersama keluarga. Sesederhana apa pun kegiatannya, jika dilalui dengan rasa syukur, semuanya sudah lebih dari cukup dan menghangatkan hati.
Ternyata, memang tidak butuh hal-hal besar untuk merasa bahagia saat Lebaran. Bukan pakaian yang serba mewah, makan di restoran, atau semacamnya. Cukup duduk bareng keluarga, makan sambil ketawa, dan bahkan sesederhana aroma masakan rumahan dari dapur. Momen-momen kecil inilah yang paling aku rindukan. Aku belajar lagi cara bersyukur yang paling sederhana, yaitu kebersamaan dengan orang-orang tercinta adalah yang paling bermakna.