Wall's - The Happiness Project 2022 Virtual Press Conference. Jumat (18/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras
Sejalan dengan hasil survei tersebut, Rendi melihat bahwa kebahagiaan itu bisa diajarkan sejak dini. Menurutnya, semakin dini diajarkan maka akan semakin baik kemampuan anak untuk membentuk pola pikir tentang arti bahagia.
Sri Wahyuningsih juga berpendapat bila kebahagiaan itu harus dimulai dari sendiri. Sebagai manusia, semua orang seharusnya bisa memaknai nilai-nilai dan memberikan manfaat baik pada lingkungan melalui arti kebahagiaan.
"Semakin dini seorang anak mendapatkan pemahaman atau literasi dari berbagai aspek, tentunya bisa menimbulkan rasa bahagia. Anak-anak yang bahagia dari kecil akan memberikan dampak positif secara kognitif, sosial, dan emosional," lanjut Sri Wahyuningsih.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Psikolog Klinis Ratih Ibrahim yang mengatakan kebahagiaan itu bisa diusahakan. Menurut survei, Ratih melihat bahwa persepsi kebahagiaan mengenai kecukupan finansial dan prestasi justru tidak berkontribusi maksimal.
“Kebahagiaan yang kerap dimaknai manusia umumnya selalu bersumber dari hal-hal yang bersifat materialistik. Padahal, kebahagiaan yang sesungguhnya datang dari bagaimana manusia memaknai hidup dan nilai-nilai yang dijunjung, serta mengupayakannya dalam keseharian. Kebahagiaan memang bisa saja hadir dari prestasi akademis, kemapanan finansial, atau jabatan. Namun, adanya pandangan bahwa kebahagiaan hanya bersumber dari hal-hal yang bersifat materialistis tersebut justru dapat menyebabkan seseorang merasa kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit atau bahkan mustahil dicapai,” tutur Ratih Ibrahim selaku Psikolog Klinis & CEO Personal Growth.
Artinya, kebahagiaan itu bisa dimaknai luas. Kebahagiaan meningkat ketika kita bisa memprioritaskan relasi sosial, dekat bersama keluarga, bekerja keras, tahu tujuan hidup, dan melihat hidup lebih positif. Untuk itu, The Happiness Project ini berupaya menjangkau 100 Ribu anak Indonesia selama setahun ke depan agar #SemuaJadiHappy.