Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental Anak

Dimulai dengan bangun relasi yang baik dengan anak

Saat ini, isu kesehatan mental sudah jadi topik hangat. Pasalnya, selain gak terlihat secara kasat mata, ternyata ada banyak dampaknya terhadap kondisi seseorang. Termasuk, ketika permasalahan tersebut dialami sejak usia anak dan remaja.

Webinar "#HaloTalks: Gangguan Mental pada Anak, Musuh yang Tak Terlihat" yang diselenggarakan Kamis (23/7/2020) pukul 14.00 WIB, mencoba mengupas topik tersebut secara mendalam. Simak artikel di bawah ini untuk tahu lebih lanjut!

1. Data stastistik menunjukkan, ada peningkatan jumlah kasus gangguan kesehatan mental pada anak di Indonesia

Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental AnakDok. Halodoc

Drs. Robert Oloan Rajagukguk, Wakil Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, mengatakan bahwa hal ini sangat penting dibahas dalam momentum Hari Anak Nasional. "Kita semua menyadari bahwa anak adalah anugerah Tuhan yang luar biasa," tuturnya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, terdapat penemuan bahwa prevalensi gangguan mental remaja berusia di atas 15 tahun, meningkat menjadi 9,8 persen dari temuan sebelumnya di tahun 2013 yang berada di angka 6 persen.

Menurut psikolog anak Annelia Sari Sani, masalah kesehatan mental di usia dini bisa memicu permasalahan yang lebih kompleks saat mereka dewasa. Ia mengatakan, "Tidak seperti gangguan kesehatan lainnya, tanda-tanda gangguan kesehatan mental, terlebih pada anak, cenderung sulit untuk dilihat."

"Cukup tinggi kenaikan angkanya. Ketika dijumlahkan pada jumlah anak remaja (80 juta jiwa), itu jadi besar sekali. Berarti, kira-kira terdapat korban 8 juta jiwa," tambahnya.

2. Pentingnya melakukan deteksi serta intervensi dini

Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental Anakpexels.com/@elly-fairytale

Riset dari WHO menuturkan, "Half of all mental illness begins by the age of 14." Penemuan tersebut disetujui oleh Anne. Menurutnya, gangguan kesehatan mental orang dewasa banyak yang berakar dari masalah yang dialami pada masa kanak-kanak hingga remaja.

Ia menjabarkan bahwa ada delapan komponen kesehatan mental pada anak. Komponen itu adalah kemampuan membangun relasi, perkembangan psikomotor yang baik, kemampuan bermain dan pelajar, pemahaman moral, kemampuan memanfaatkan waktu luang, kemampuan empati dan mengenali emosi, perkembangan emosi-intelektual-spiritual, serta kemampuan belajar dari kegagalan.

Dari kedelapan poin tersebut, menurut Anne, poin pertama adalah yang utama. "Kemampuan adaptasi adalah kemampuan yang sangat penting. Misal, di era pandemik ini, ada banyak adaptasi kebiasaan baru," ujarnya.

Sedangkan, menurut Asaelia Aleeza selaku Co-founder Ubah Stigma, ada banyak stressor yang bisa memberi dampak buruk pada mental anak. Ia mengatakan, "Kebanyakan stressor itu datang dari tekanan akademis ataupun ekspektasi orangtua, diri sendiri, atau keluarga."

3. Tantangannya ada pada kurangnya edukasi pendidikan kesehatan mental yang merata serta stigma buruk yang menempel di masyarakat

Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental Anakpexels.com/@julia-m-cameron
dm-player

"Ketika itu (masalah gangguan mental) tidak diatasi, maka itu akan terus berlanjut dan membesar. Tadinya, mungkin areanya masih kecil. Misalnya, hanya masalah belajar. Kemudian, dia akan menyentuh area lain seperti emosi atau sosialisasi," tutur Anne pada sesi diskusi.

Hal yang membedakan masalah gangguan mental anak dan remaja dengan yang dialami oleh orang dewasa adalah visibilitasnya. Menurut Anne, masalah gangguan mental pada anak terlihat tipis dan susah dibedakan dari sekadar fluktuasi perilaku anak saja.

Selain itu, tantangan terbesar untuk memerangi isu ini adalah keterbatasan informasi dan edukasi oleh orangtua dan pemangku kepentingan. "Intervensinya harus dimulai dari pendidikan dasar dan pemberian informasi," ujarnya.

Asaelia mengatakan bahwa ada tantangan lain yang sering dialami oleh para penyintas, yaitu stigma. Ia menuturkan, "Saat interaksi dengan para anak dan remaja, kebanyakan itu mereka malu dan bingung karena mengalami gejala-gejala gangguan mental. Sehingga, mereka gak paham solusi alternatif yang mereka alami."

Baca Juga: Hari Anak Nasional, Ribuan Anak Indonesia Alami Kekerasan

4. Kunci dari permasalahan ini adalah membangun relasi yang baik antara anak dan orang tua

Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental Anakpexels.com/@gustavo-fring

"Seorang anak perlu ketangguhan dan kita perlu membantu mereka membentuk itu," tutur Anne. Dirinya mengatakan bahwa sebagai sosok yang lebih dewasa, orangtua perlu menjalin relasi yang bagus dengan anak-anak mereka.

Salah satu cara termudah untuk menjalin hubungan yang baik dengan anak adalah menjadi pendengar yang baik. "Kalau kita memvalidasi perasaannya, lalu kemudian berempati tentang apa yang dia rasakan, maka relasinya akan menjadi bagus," ujarnya.

Selain itu, Asaelia juga menuturkan hal yang sama bahwa orangtua perlu memperhatikan perasaan anak. "Bagaimana kita bisa jadi komunitas yang suportif dan membantu mensosialisikan agar anak muda bisa aware dan sadar kalau mereka gak sendirian," katanya.

5. Lebih terbantu dengan perkembangan teknologi

Merayakan Hari Anak Nasional dengan Memahami Isu Kesehatan Mental Anakpexels.com/@olly

Akibat stigma yang erat dengan masalah kesehatan mental, banyak penyintas yang merasa malu untuk mengunjungi pihak profesional. Selain itu, karena pandemik COVID-19 membatasi aktivitas di luar ruangan, konsultasi lewat daring menjadi sangat dibutuhkan.

Tren konsultasi kesehatan jiwa di Halodoc sendiri, meningkat cukup pesat, terhitung dari bulan Maret hingga April yaitu sekitar 80 persen. VP Marketing Halodoc, Felicia Kawilarang, mengatakan, "Konsultasi kesehatan jiwa merupakan 1 dari 5 layanan konsultasi kita yang banyak diakses saat ini."

Itu dia rangkuman diskusi "#HaloTalks: Gangguan Mental pada Anak, Musuh yang Tak Terlihat". Semoga menginspirasi dan selamat merayakan Hari Anak Nasional!

Baca Juga: 5 Cara Mudah Ini Bisa Meningkatkan dan Menjaga Kesehatan Mental 

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya