Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Alasan Gak Perlu Cari Pelampiasan Amarah, Hanya Nafsu Sesaat!

Ilustrasi orang marah (pexels.com/abdelghaffar)

Amarah yang muncul karena perlakuan yang menyakitkan, tentunya umum dialami setiap orang. Namun, tidak sedikit orang lebih memilih diam dan menghiraukan amarah agar terhindar dari konflik berkepanjangan. Tapi, sampai kapan? Pasti sulit bertahan.

Kemampuan bisa bertahan dari amarah dan tidak, tergantung pada kesabaran setiap orang. Jika kesabaran sudah mencapai batasnya, maka amarah akan meluapkan rasa sakit dan sering kali tanpa sadar mencari sasaran pelampiasan. Apa pun akan dicari, baik barang, diri sendiri, ataupun orang yang tidak bersalah siap menjadi korbannya.

Namun, bukanlah hal yang benar dengan mencari pelampiasan dan memanfaatkannya sebagai kepuasan amarah terhadap orang yang telah menyakiti karena dapat berdampak negatif berdasarkan alasan-alasan berikut.

1.Menyusahkan diri sendiri

Ilustrasi orang kesusahan (pexels.com/Tim Gouw)

Agar amarah tidak dilihat oleh orang lain sering kali kita mencari tempat-tempat tenang untuk melampiaskan amarah dengan berbagai cara, misalnya mencederai diri atau menghancurkan barang-barang sebagai bentuk transfer rasa sakit. Tanpa sadar amarah yang tidak terkontrol dapat melukai diri sendiri, baik fisik maupun mental. Tapi, apakah hilang rasa sakitnya?  

Berhentilah, amarah tidak akan menghilangkan rasa sakit. Justru menambah rasa sakit dan merugikan diri sendiri. Bisa jadi karena ceroboh kita harus membayar biaya rumah sakit atau membeli barang-barang yang sebenarnya dibutuhkan tapi dihancurkan ketika marah.

2.Pelampiasan, menegaskan rasa dendam

Ilustrasi orang Ingin membalas dendam (pexels/Pixabay)

Sering kali orang berpikir mencari dan menggunakan pelampiasan sebagai jalan terbaik untuk membalaskan rasa sakit. Dengan tujuannya agar orang yang menyakiti kita melihat bahwa kita baik-baik saja tanpa mereka dan kita bisa hidup lebih bahagia. Namun, tanpa disadari jalan yang diambil hanya akan menyisakan luka yang tidak akan pernah habis.  

Inilah tanda, bahwa amarah telah berubah menjadi dendam. Bahkan, bisa mengubah diri sebagai sosok yang lebih kejam karena keinginan untuk membalas. Lantas, pada akhirnya akan timbul rasa tidak nyaman yang mengganggu kesejahteraan diri.

Semua itu hanya nafsu yang tidak akan pernah habis. Lebih baik mengikhlaskan dan menyimpan energi, waktu, dan pikiran untuk fokus pada tujuan-tujuan yang diharapkan.  

3.Memunculkan sisi individualisme dan egoisme

Ilustrasi tidak menghargai orang lain (pexels/Mikhail Nilov)

Manusia dikenal dengan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam berbagai keadaan. Tidak terkecuali, ketika dikuasai oleh amarah keberadaan orang lain sangat penting untuk membantu mengendalikannya. Namun, terkadang disalah artikan dengan menjadikan orang lain sebagai pelampiasan saat diri merasa tersakiti.

Inilah sikap individualisme dan egois dalam diri karena terlalu cepat menanggap diri sebagai sosok yang tersakiti. Sehingga tidak segan berpikir orang itu pasti mengerti dan memahami amarah kita.

Namun, tidak setiap orang paham dan mengerti amarah kita, bisa jadi orang itu hanya datang untuk menemani saat kita dikuasai amarah bukan untuk meredakannya. Dengan keegoisan justru kita berbalik menyakiti orang lain. Maka hargailah setiap orang yang datang, itu adalah tanda kepedulian.

4.Terjerat tindakan kriminal

Ilustrasi tangan terborgol (pexels/Kindel Media)

Kriminal ialah tindakan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Bagi mereka yang melakukan tindakan kriminal akan dijatuhi hukuman yang beragam. Hukuman itu dibuat untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan semua pihak.

Regulasi yang terdapat dalam hukum selalu tajam ke atas maupun ke bawah, yang bisa menjerat siapa pun yang mencederai setiap orang karena beragam tindakan. Salah satunya amarah yang berkeinginan untuk melampiaskan.

Jangan sampai dalam amarah kita menyakiti perasaan orang lain atau melampiaskannya dengan menggunakan barang-barang haram. Bisa jadi semua itu meredakan amarah, tapi hanya sementara. Sedangkan, bagian besarnya meratapi nasib dan mendekam dalam jeruji besi.

Sibuk mencari pelampiasan untuk membalas orang yang menyakiti kita hanyalah hawa nafsu sesaat. Nafsu yang akan menjerumuskan diri pada perbuatan-perbuatan tercela. Lebih baik fokus pada tujuan yang ingin digapai dan jangan sampai amarah menghancurkan tujuan yang susah payah dibangun.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayuk Setyaningrum
EditorAyuk Setyaningrum
Follow Us