4 Dampak Negatif Terlalu Sering Menonton Film Romantis, Bikin Candu! 

Dilansir Psychology Today, film romantis sering menampilkan banyak adegan penuh pujian, pemberian hadiah, dan kasih sayang. Padahal, hubungan dalam kehidupan nyata tidak selalu sempurna. Film romantis cenderung menyederhanakan atau bahkan mengabaikan aspek-aspek penting lainnya dalam hubungan, seperti ketahanan menghadapi tantangan, kompromi, dan kerja sama kedua pihak.

Gambaran yang tidak seimbang ini membuat penonton terjebak dalam ekspektasi yang tidak realistis. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan tersebut, rasa kecewa bisa muncul dan merusak hubungan. Harapan yang tidak realistis ini dapat menghambat perkembangan hubungan yang sehat dan membuat pasangan merasa frustrasi.

Terlalu sering menonton film romantis dapat mengganggu kehidupan sosial seseorang. Menurut laman Verywell Health, menonton film dapat memberikan rasa kepuasan yang membuat seseorang terlalu memanjakan diri. Akibatnya, waktu yang seharusnya digunakan untuk bersosialisasi justru habis untuk menonton film. Hal ini bisa menyebabkan isolasi sosial, yang pada akhirnya berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan mental.

Sebuah studi yang dipublikasikan oleh Frontiers in Psychology mengidentifikasi bahwa binge-watching (menonton banyak episode serial TV atau film dalam satu sesi) sering kali digunakan sebagai cara untuk mengelola perasaan negatif. Orang yang sering menonton film lebih cenderung mengalami kesepian dan depresi, dan kebiasaan ini sulit diputus. Terlalu sering menonton film dapat mengurangi kualitas interaksi sosial seseorang, memperburuk kondisi mental dan emosional, serta menghambat kemampuan mereka untuk membangun hubungan yang sehat.

Pernahkah kamu tersipu malu ketika sepasang kekasih dalam cerita fiksi saling jatuh cinta, atau ikut menangis tersedu-sedu karena kisah yang menyayat hati? Ini bisa menjadi tanda ketergantungan emosional pada karakter dan cerita fiksi. Menurut University of Florida News, studi menunjukkan bahwa orang membentuk hubungan parasosial dengan karakter fiksi, yaitu ketika seseorang melihat diri mereka sendiri dalam karakter tersebut. Hal ini menyebabkan keterikatan emosional yang mendalam pada cerita fiksi, hingga memengaruhi suasana hati dalam kehidupan sehari-hari.

Ketergantungan emosional ini dapat mengaburkan batas antara fiksi dan realitas. Ketika seseorang merasakan emosi dari cerita fiksi terlalu intens, mereka cenderung kesulitan menghadapi tantangan dalam hubungan nyata. Ketergantungan ini tidak hanya menghambat perkembangan pribadi, tetapi juga mengganggu pembentukan ikatan emosional yang sehat dengan pasangan.

Karakter dalam film romantis biasanya digambarkan sebagai pasangan yang sempurna, selalu penuh perhatian, romantis, dan siap melakukan apa saja demi cinta. Gambaran ini menciptakan standar yang tidak realistis, yang jarang ditemui dalam kehidupan nyata. Akibatnya, seseorang sering membandingkan pasangan mereka, berharap untuk selalu diperlakukan dengan cara yang sama seperti karakter-karakter dalam film.

Hubungan yang sehat membutuhkan penerimaan terhadap kelebihan dan kekurangan pasangan. Namun, jika seseorang terus-menerus membandingkan pasangan dengan karakter fiksi, mereka menjadi kurang toleran terhadap kekurangan tersebut. Hal ini bisa menciptakan konflik dalam hubungan serta menghambat kestabilan emosional dalam jalinan cinta yang seharusnya dibangun atas dasar kenyataan, bukan fantasi.

Terlalu sering menonton film romantis dapat memberikan dampak negatif pada persepsi dan harapan seseorang terhadap hubungan. Distorsi ini bisa menyebabkan kekecewaan, ketidakpuasan, dan kurangnya kesiapan dalam menghadapi tantangan nyata. Oleh karena itu, penting bagi penonton untuk menyadari bahwa film romantis adalah hiburan, bukan cerminan akurat dari hubungan sesungguhnya. Mempertahankan pandangan yang realistis tentang cinta akan membantu memelihara hubungan yang kuat dan memuaskan.