4 Puasa yang Boleh Dilakukan Setelah Nisfu Syaban

Puasa sunah memiliki pahala yang tidak kalah besar dari puasa wajib. Maka dari itu, puasa sunah juga dianjurkan dilakukan umat Islam. Namun, ada beberapa jenis puasa yang tidak dianjurkan dilakukan di bulan tertentu, salah satunya di bulan Syaban.
Menurut hadis, hukum puasa setelah Nisfu Syaban bergantung pada kebiasaan puasa seseorang. Hadis ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. Untuk itu, berikut daftar puasa yang boleh dilakukan setelah Nisfu Syaban yang wajib kamu simak. Baca sampai akhir, ya!
Hukum puasa setelah Nisfu Syaban
Hadis larangan berpuasa setelah Nisfu Syaban atau pertengahan Sya'ban termuat dalam Kitab Sunan Ibnu Majah, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِىءَ رَمَضَانُ
Artinya: "Jika telah lewat setengah dari bulan Syaban maka janganlah berpuasa hingga datangnya bulan Ramadan." (HR Ibnu Majah. Shahih: al-Misykaat, ar-Rawdh, dan Shahih Abu Dawud)
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad, dan An-Nasa'i dengan redaksi serupa namun lebih pendek. Imam Ahmad berpendapat bahwa hadis tentang larangan puasa setelah Nisfu Syaban adalah syaadz atau bertentangan dengan hadis lain. Hadis tersebut bertentangan dengan hadis Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Artinya: "Janganlah kalian berpuasa sebelum bulan Ramadan satu atau dua hari, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa, maka bolehlah ia berpuasa." (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berdasarkan hadis tersebut, seorang muslim boleh berpuasa tiga, empat, atau sepuluh hari sebelum bulan Ramadan. Larangan berpuasa setelah Nisfu Syaban dalam hadis tersebut bukanlah hukum haram, melainkan hukum makruh. Orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada hari tersebut tetap boleh berpuasa, walaupun sudah masuk separuh bulan Syaban.
Wahbah az-Zuhaili, dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu, menyatakan bahwa ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa umat Islam boleh berpuasa setelah Nisfu Syaban jika orang tersebut memiliki kebiasaan puasa sebelumnya.
1. Puasa qada setelah pertengahan Syaban

Puasa qada setelah pertengahan Syaban merujuk pada puasa yang dilakukan setelah pertengahan bulan Sya'ban untuk mengganti puasa wajib yang belum dikerjakan pada bulan Ramadan sebelumnya. Qada berarti mengganti atau menunaikan sesuatu yang telah terlewatkan atau belum dilakukan.
Dalam Islam, wajib bagi seorang Muslim untuk menunaikan puasa Ramadan sesuai dengan ketentuan agama. Namun, terkadang ada situasi di mana seseorang tidak bisa berpuasa pada bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau musafir, dan oleh karena itu mereka harus menggantinya di lain waktu.
Setelah pertengahan bulan Syaban, para ulama sepakat bahwa pelaksanaan qada puasa wajib diberikan prioritas. Jika seseorang telah menunaikan semua puasa qada yang belum dikerjakan, mereka dapat melanjutkan dengan melakukan puasa sunnah atau puasa sunah yang dianjurkan lainnya apabila memang sudah rutin melakukannya.
Dengan kata lain, puasa qada Ramadan setelah pertengahan Syaban boleh dilakukan.
2. Puasa sunah Senin dan Kamis

Puasa sunah Senin dan Kamis adalah puasa yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya. Puasa ini merupakan salah satu bentuk ibadah sunah yang sangat dianjurkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW bersabda:
"Amal perbuatan hamba-hamba (kebaikan) diperlihatkan kepada Allah pada setiap Senin dan Kamis. Maka Aku suka bahwa amalku diperlihatkan saat aku sedang berpuasa." (HR. Tirmidzi)
Puasa sunah Senin dan Kamis memiliki berbagai keutamaan, di antaranya:
- Mendapat kasih sayang Allah: Puasa pada hari Senin dan Kamis merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah SWT. Dengan melaksanakan puasa ini, seseorang dapat mendapatkan kasih sayang Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
- Penghapus dosa: Puasa sunah Senin dan Kamis memiliki potensi untuk menghapus dosa-dosa kecil. Rasulullah SAW bersabda: "Puasa itu adalah perisai, apabila salah seorang di antara kamu berpuasa, janganlah dia berkata kata kotor dan janganlah ia bertindak kurang ajar. Jika seseorang menghinanya atau mencarinya, hendaklah dia berkata: Aku sedang berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim)
- Mengikuti sunah Rasulullah SAW: Rasulullah SAW sering kali berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Dengan melaksanakan puasa sunah ini, umat Islam dapat mengikuti jejak beliau dan mendapatkan keberkahan.
- Menjadi kebiasaan yang baik: Melaksanakan puasa sunah Senin dan Kamis secara rutin dapat membentuk kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari dan meningkatkan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT.
Dengan demikian, puasa sunah Senin dan Kamis adalah salah satu puasa yang dibolehkan setelah Nifsu Syaban. Pasalnya, puasa sunah ini adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam karena memiliki banyak keutamaan dan manfaat spiritual. Namun, dengan catatan seseorang sudah terbiasa atau rutin melakukan amalan ini.
3. Puasa sunnah Daud

Puasa sunnah Daud adalah puasa yang dilakukan dengan cara berpuasa pada sebagian waktu tertentu, biasanya dengan membagi hari menjadi dua bagian, di mana seseorang berpuasa selama setengah hari dan kemudian makan pada setengah hari yang lainnya. Puasa ini diambil nama dari Nabi Daud AS yang dikenal melakukan puasa dengan pola ini.
Puasa sunah Daud memiliki beberapa keutamaan, di antaranya:
- Menjaga kesehatan: Puasa sunah Daud dapat memberikan manfaat kesehatan, seperti membersihkan tubuh dari racun, meningkatkan metabolisme, dan mengatur kadar gula darah.
- Meningkatkan kesabaran dan ketaqwaan: Berpuasa secara teratur dapat membantu seseorang meningkatkan kesabaran dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
- Meneladani Nabi Daud AS: Melakukan puasa sunah Daud adalah cara untuk meneladani kebiasaan baik Nabi Daud AS yang telah dikenal sebagai seorang nabi yang saleh.
- Memperoleh pahala: Puasa sunah Daud adalah salah satu amalan sunah yang dianjurkan dalam Islam, sehingga melakukannya akan diberikan pahala oleh Allah SWT.
4. Puasa nazar

Puasa nazar adalah bentuk puasa yang dilakukan sebagai pemenuhan janji seseorang kepada Allah SWT karena menghendaki tujuan tertentu. Artinya, jika seseorang membuat janji untuk berpuasa sebagai suatu bentuk syukur atau pengabdian kepada Allah, maka ia wajib melaksanakan puasa tersebut.
Puasa nazar dapat dilakukan kapan saja, selama tidak dilakukan pada hari yang diharamkan untuk berpuasa dalam agama Islam, seperti pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari tasyrik (hari-hari setelah Idul Adha), serta ketika seseorang sedang dalam keadaan haid atau nifas. Dengan kata lain, puasa nazar merupakan salah satu puasa yang boleh dilakukan setelah Nisfu Syaban.
Dasar pelaksanaan puasa nazar ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW:
"Siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Dan barangsiapa yang bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka janganlah dia berbuat maksiat kepada-Nya." (HR Bukhari)
Dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa jika seseorang membuat nazar untuk berpuasa sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, maka ia harus menunaikannya. Namun, jika nazar tersebut untuk melakukan perbuatan maksiat, maka tidak boleh dilaksanakan.
Puasa nazar ini merupakan salah satu cara untuk menguatkan komitmen dan keimanan seseorang kepada Allah SWT, serta sebagai wujud penghormatan terhadap janji yang telah diucapkan.
Demikianlah daftar puasa yang boleh dilakukan setelah Nisfu Syaban. Semoga bermanfaat!
Penulis: Hanna Aprelia Elfrida Saragih