Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang-orang kompetitif (pexels.com/Kindel Media)
ilustrasi orang-orang kompetitif (pexels.com/Kindel Media)

Sebagai generasi muda, mungkin kamu sudah berulang kali mendengar tentang istilah slow living. Bahkan menjadi tren yang menarik untuk diikuti. Slow living sendiri merupakan filosofi menjalani hidup dengan lebih pelan, tenang, dan tidak terburu-buru. Namun demikian, tidak semua orang cocok menerapkan lifestyle tersebut.

Terutama orang-orang yang memiliki karakter kompetitif. Bagi mereka, gaya hidup slow living adalah pantangan. Prinsip yang dianut tidak terlepas dari pola pikir dan pertimbangan matang. Terdapat lima alasan mengapa individu kompetitif enggan menerapkan slow living.

1. Dorongan untuk berprestasi

ilustrasi memegang medali (pexels.com/DS Stories)

Slow living mengacu pada gaya hidup yang santai dan berfokus menikmati momen-momen kecil yang hadir. Dengan demikian, seseorang bisa merasakan kehidupannya yang bermakna. Tapi di satu sisi, tidak semua orang cocok dengan gaya hidup yang santai dan tidak terburu-buru.

Hal ini berlaku bagi orang-orang yang memiliki karakter kompetitif. Mereka hidup dalam dorongan untuk terus berprestasi. Orang-orang kompetitif memiliki kebutuhan tinggi untuk meraih pencapaian dan sering  mengaitkan identitas diri dengan keberhasilan.

2. Terjebak fenomena FOMO

ilustrasi persaingan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Seberapa sering kamu mendengar istilah fear of missing out (FOMO)? Fenomena ini menggambarkan sikap seseorang yang merasa takut tertinggal akan suatu tren atau hal-hal menarik dan menyenangkan. Membahas tentang fenomena FOMO, ternyata masih berkaitan dengan orang-orang kompetitif.

Terjebak fenomena FOMO menjadi alasan kuat mengapa seseorang enggan menerapkan gaya hidup slow living. Gaya hidup yang lebih lambat dapat dianggap membuat mereka tertinggal dalam persaingan . Akibat gaya hidup yang santai, banyak pencapaian tertunda sehingga mempengaruhi validasi dan kepercayaan orang-orang di lingkungan sekitar.

3. Mengagungkan budaya hustle culture

ilustrasi bekerja keras (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Hustle culture. Apakah kamu termasuk generasi muda yang mengagungkan prinsip tersebut? Hustle culture adalah istilah yang menggambarkan gaya hidup di mana seseorang sangat memprioritaskan kerja keras dan produktivitas. Tanpa sadar sampai mengorbankan aspek-aspek lain dalam hidup yang tidak kalah penting.

Prinsip hustle culture menjadi alasan individu kompetitif enggan menerapkan gaya hidup slow living. Mereka menganggap kerja keras tanpa henti sebagai jaminan utama meraih keberhasilan. Dalam lingkungan semacam ini, memilih gaya hidup santai sering dianggap tidak ambisius atau tidak serius dalam mengejar tujuan.

4. Menempatkan persaingan di atas segalanya

ilustrasi persaingan (pexels.com/Yan Krukau)

Dalam proses tumbuh dan berkembang, persaingan memang memiliki peran penting. Dengan adanya persaingan, seseorang terpacu meningkatkan skill beserta keterampilan yang dimiliki. Mereka tumbuh menjadi sosok manusia yang cekatan dalam menyelesaikan tantangan.

Di sinilah alasan mengapa individu kompetitif enggan menerapkan gaya hidup slow living. Mereka menempatkan persaingan di atas segalanya. Sedangkan lifestyle yang santai membuat mereka tertinggal jauh dari orang lain. Gaya hidup santai dan tanpa beban dianggap menurunkan semangat persaingan meraih pencapaian terbaik .

5. Tekanan sosial dan harapan eksternal

ilustrasi lingkungan banyak tuntutan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Hidup di lingkungan masyarakat memang tidak mudah. Kita kerap dihadapkan dengan berbagai tantangan. Terutama mengenai tekanan sosial dan harapan eksternal. Yang perlu menjadi catatan, tidak semua tuntutan dan ekspektasi lingkungan sekitar harus diwujudkan.

Ternyata, fenomena ini menjadi alasan kuat mengapa orang-orang kompetitif enggan menerapkan gaya hidup slow living. Mereka sering kali dikelilingi oleh komunitas atau jaringan yang mendorong kesuksesan. Mengadopsi slow living bisa terasa seperti mengecewakan ekspektasi orang lain.

Dengan gaya hidup slow living, seseorang tidak akan merasa terburu-buru. Tetapi, bagi individu kompetitif enggan menerapkan slow living. Mereka adalah orang-orang yang terpacu bekerja keras, cekatan, dan selalu bersaing. Menerapkan gaya hidup yang santai dikhawatirkan menurunkan standar keberhasilan yang harus dicapai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team