ilustrasi beribadah (unsplash.com/Masjid Pogung Raya)
Jiwa yang lemah adalah yang berpasrah pada keadaan. Tapi ramadan datang untuk mengusir itu. Sejak sebelum fajar menyising, kita sudah harus sahur. Sebagai bagian dari niat dan kesungguhan kita untuk berpuasa.
Tidak sampai di situ, kita harus mampu menahan rasa lapar dan haus. Sebuah hal yang seyogyanya tidak semua orang akan bersedia. Karena ada saja yang dengan entengnya makan atau minum saat siang hari. Seolah-olah tidak ada yang salah. Menganggap ramadan sama dengan bulan yang lain. Melihat ibadah puasa sebagai hal yang memberatkan.
Padahal, kalau dijalani dengan keikhlasan, puasa itu mengubah jiwa. Kemarin ia berleha-leha, maka hari ini ia jadi sadar diri. Membatasi diri pada apa yang semestinya tidak boleh dilewati. Sebagai hakikat penghambaan yang sempurna nam paripurna.