Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Orang Enggan Ditanya Soal Pekerjaan di Perantauan

ilustrasi enggan menanggapi pertanyaan (pexels.com/Liza Summer)

Mudik Lebaran menjadi momen istimewa untuk melepas rindu dengan orangtua dan kerabat di kampung halaman. Selain melepas rindu, mudik juga menjadi waktu untuk berlibur dan bersantai, menjauhkan diri dari kesibukan pekerjaan. Namun, momen bahagia ini terkadang terusik oleh pertanyaan-pertanyaan sensitif yang dilontarkan oleh orang-orang di kampung halaman, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman.

Pertanyaan seperti "Kerja apa?", "Kerja di mana sekarang?", dan "Gajinya berapa?" menjadi pertanyaan tabu yang sering dihindari oleh para perantau. Mengapa demikian? Berikut adalah beberapa alasannya, yang mungkin sudah dipahami oleh sebagian perantau yang gak nyaman dengan pertanyaan ini.

1. Pencapaian yang belum memenuhi ekspektasi

ilustrasi merenung (pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas)

Di kampung halaman, berbagai pertanyaan sering dilontarkan, baik oleh keluarga, kerabat, tetangga, maupun orang-orang sekitar. Pertanyaan-pertanyaan ini bisa mengenai pekerjaan, kehidupan asmara, kondisi fisik, dan lain sebagainya. Tak jarang, pertanyaan tersebut terkesan membanding-bandingkan dan membuat sebagian perantau enggan untuk menanggapi.

Salah satu pertanyaan yang paling sensitif bagi perantau adalah mengenai profesi. Alasannya beragam, mungkin karena belum merasa mapan dan sukses dalam pekerjaan yang ditekuni, atau baru merintis karier dan pekerjaan tersebut belum sesuai harapan.

Pertanyaan ini tentu sangat sensitif, apalagi jika ditambahi dengan pertanyaan tentang gaji yang terkesan merendahkan. Hal ini tentu membuat sebagian perantau merasa tidak nyaman dan bahkan tertekan.

2. Khawatir jika dibanding-bandingkan dengan kesuksesan orang lain

ilustrasi menghindar (pexels.com/Keira Burton)

Beberapa alasan melatarbelakangi keengganan perantau untuk ditanyai soal pekerjaan. Pertanyaan ini mungkin tergolong sensitif bagi sebagian perantau. Ada kemungkinan mereka baru merintis karier dan pekerjaan yang dijalani masih belum sesuai harapan. Tentu, pertanyaan tersebut terasa tidak nyaman, terlebih jika terkesan membanding-bandingkan.

Kampung halaman merupakan tempat perantau bergaul dan dibesarkan. Ketika ditanya soal pekerjaan, tak jarang muncul perbandingan dengan teman atau kerabat sekampung yang dianggap lebih sukses, meskipun bekerja di kampung halaman. Hal ini tentu dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan mendorong perantau untuk menghindari pembicaraan tersebut.

3. Perbedaan standar kesuksesan di kampung dan perantauan

ilustrasi standar kesuksesan (pexels.com/August de Richelieu)

Mudik merupakan momen yang dinanti-nanti oleh perantau, terlebih setelah sekian lama tak bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Namun, di balik kebahagiaan mudik, tak jarang perantau dibuat risih dengan pertanyaan-pertanyaan sensitif, terutama mengenai pekerjaan. Hal ini tentu dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menjadi beban pikiran bagi perantau.

Mayoritas masyarakat di kampung halaman memiliki stigma tentang kesuksesan yang dikaitkan dengan pekerjaan mapan. Seseorang yang belum memiliki pekerjaan atau bekerja dengan gaji rendah sering kali dianggap belum sukses di perantauan.

Hal ini berbeda dengan standar kesuksesan di perkotaan, di mana seseorang dianggap sukses apabila mampu hidup mandiri, memiliki banyak pengalaman hidup, dan terus mengembangkan diri. Standar kesuksesan di kampung halaman ini dapat membuat perantau yang belum mapan merasa direndahkan dan tertekan.

4. Menghindari kecurigaan dan prasangka buruk

ilustrasi menghindar (pexels.com/Liza Summer)

Mudik Lebaran menjadi momen istimewa yang dinanti-nantikan oleh perantau untuk berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Namun, di balik kebahagiaan momen tersebut, rasa enggan mudik pun menghantui sebagian perantau, salah satunya karena kekhawatiran akan pertanyaan-pertanyaan sensitif tentang pekerjaan.

Jenjang karier yang belum jelas atau bekerja di bidang yang asing bagi orang kampung sering kali menjadi alasan perantau enggan membahas pekerjaannya secara detail. Kekhawatiran akan informasi yang disalahgunakan, seperti untuk menghakimi, menjatuhkan, atau menyebarkan rumor negatif, membuat mereka memilih untuk menutupi informasi tersebut.

Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan seperti "Kerja apa?", "Sudah naik jabatan belum?", atau "Gajinya berapa?" dapat membuat perantau merasa tidak nyaman dan tertekan. Hal ini dapat menjadi dilema bagi mereka, terjebak antara keinginan untuk berkumpul dengan keluarga dan rasa tidak ingin dihakimi.

5. Hanya fokus bertemu orangtua di kampung halaman

ilustrasi bersama orangtua (freepik.com/Lifestylememory)

Memang, beberapa alasan mendasari enggannya perantau untuk mudik ke kampung halaman. Bukan karena tidak ingin bertemu orangtua, melainkan karena kekhawatiran akan pertanyaan, terutama tentang pekerjaan di perantauan. Alasan ini mungkin sensitif bagi sebagian perantau, mengingat tidak semua perantau langsung sukses dan mapan. Bagi masyarakat di kampung halaman, standar kesuksesan diukur dari pekerjaan mapan dan gaji besar di perantauan.

Saat mudik, perantau mendambakan momen kebersamaan dan kehangatan bersama orangtua dan kerabat dekat. Mereka ingin melepas rindu dengan kampung halaman dan bercengkerama dengan teman-teman tanpa terbebani pertanyaan tentang kesibukan di perantauan. Pertanyaan mengenai pekerjaan kerap kali dianggap sensitif dan dapat mengganggu kenyamanan, bahkan memicu stres bagi perantau.

Aalasan mengapa perantau enggan menanggapi pertanyaan sensitif meliputi pertanyaan tentang hubungan asmara, kondisi fisik, dan terutama pekerjaan. Pertanyaan-pertanyaan ini, terutama yang terkesan merendahkan, membandingkan, atau menyombongkan kesuksesan orang lain. Pertanyaan ini sangat tabu dan dihindari perantau saat di kampung halaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fauzan Fadhilah
EditorFauzan Fadhilah
Follow Us