Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Batasan Pribadi yang Menghambat Energi Positif Hadir dalam Diri

ilustrasi tidak bersemangat (pexels.com/Ebru Yılmaz)

Batas pribadi dapat diartikan dengan batas yang diciptakan untuk diri sendiri berhubungan dengan kenyamanan pribadi maupun orang lain. Misalnya, bagaimana cara kita mengatur hal yang bisa ditoleransi maupun yang tidak, mengatur bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain, bagaimana kita membuat sekat waktu untuk diri sendiri, dan masih banyak lagi.

Secara sederhana, batasan pribadi dapat diartikan dengan prinsip yang kita pegang dalam segala aspek guna mengarungi kehidupan. Namun, tanpa sadar kita kerap keliru membuat batasan dalam diri. Gak tanggung-tanggung, kekeliruan itu bisa menghambat energi positif untuk hadir dalam diri layaknya beberapa prinsip berikut yang semestinya dihindari.

1. Membiarkan semesta mengatur kehidupan kita sepenuhnya

ilustrasi pasrah (pexels.com/John Rae Cayabyab)

Memang benar bahwa kita perlu menerima segala ketetapan hidup dari semesta. Namun jangan sampai kita salah memaknainya sehingga menciptakan personal boundaris yang keliru. Bahwa kita hanya perlu menunggu takdir tanpa melakukan apa-apa.

Akibatnya, kita tak melakukan upaya maksimal dalam setiap langkah. Hal itu tentu menghambat energi positif dalam diri. Kita akan kehilangan esensi untuk menjadi manusia.

2. Memaklumi keinginan untuk berhenti apabila merasa lelah dalam perjuangan meraih tujuan

ilustrasi ingin menyerah (pexels.com/Mikhail Nilov)

Banyak orang yang masih memiliki anggapan bahwa kita boleh berhenti dalam perjalanan meraih tujuan apabila hal itu sangat melelahkan. Personal boundaries yang dibangun seperti itu justru akan menghambat potensi dalam diri. Kita menjadi maklum terhadap kondisi yang dianggap "lelah" sehingga gak melajutkannya lagi.

Padahal, perasaan lelah itu adalah ujian. Sudah semestinya kita menerjang hal itu dengan strategi, tanpa harus memilih menyerah. Tujuan hidup itu sudah seharusnya diperjuangan, bahkan kalau perlu sampai menembus batas kemampuan.

3. Memaklumi diri jika tak bisa menjadi orang hebat dalam hidup

ilustrasi perempuan merenung (pexels.com/zhang kaiyv)

Alur kehidupan yang dijalani setiap orang pasti berbeda dengan beragam ujian di dalamnya. Oleh karena itu, banyak orang yang kerap berpikir bahwa tidak masalah jika gak menjadi sosok yang hebat dalam hidup. Membangun batasan pribadi seperti itu sejatinya menghambat energi positif dalam diri.

Imbasnya, kita gak akan berusaha mempertaruhkan hidup untuk mencoba hal baru, keluar dari zona nyaman, dan mendobrak stigma yang melekat di masyarakat. Hidup yang sebatas itu hanya akan membuat kita menjadi pecundang.

4. Mewajarkan setiap kali kita berbuat salah

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Philip Justin Mamelic)

Kesalahan memang hal yang wajar dilakukan oleh manusia. Namun, jangan sampai kita keliru memaknainya sehingga mewajarkan setiap kali berbuat salah. Keyakinan demikian tentu tidak dibenarkan.

Hal itu akan membuat kita sulit bertumbuh lantaran tak ada energi positif dalam diri. Justru kesalahan hadir sebagai pembelajaran. Apabila kita melakukan kesalahan berkali-kali, maka perlu dipertanyakan lagi kualitas diri kita, apakah kita benar-benar mengambil hikmah di balik sebuah kesalahan?

5. Membolehkan setiap orang memasuki kehidupan kita dengan dalih bersosialisasi

ilustrasi menegur orang lain (pexels.com/Mary Taylor)

Manusia pada dasarnya makhluk sosial. Sehingga mereka saling membutuhkan satu sama lain. Namun hal itu jangan sampai membuat kita membolehkan setiap orang masuk dalam kehidupan kita.

Sebab, setiap orang punya karakter masing-masing. Bukan bermaksud sombong, melainkan kita berusaha melindungi diri sendiri dari orang yang memang toksik. Jika keburukan sifatnya sudah bisa kita lihat dari jarak jauh, untuk apa menariknya masuk lebih dalam ke kehidupan kita?

Semoga dengan ulasan di atas mampu memberikan pencerahan kepada kita. Sebab, energi positif dalam diri sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri yang dijalani. Sehingga, kita perlu menegaskan kembali personal boundaries yang menjadi acuan dalam hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izah Cahya
EditorIzah Cahya
Follow Us