Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi cemas (pexels.com/Kaboompics)

Intinya sih...

  • Orang dengan ego rapuh sulit menerima kritik dan selalu defensif.

  • Mereka selalu ingin membuktikan kehebatan dan sulit mengakui kesalahan.

  • Sering menafsirkan hal netral sebagai serangan pribadi dan sulit mengakui kesalahan.

Pernah gak sih, kamu bertemu dengan seseorang yang kayaknya gak bisa menerima kritik sedikitpun, atau selalu menganggap setiap komentar sebagai serangan pribadi? Orang-orang seperti ini biasanya memiliki ego yang rapuh, sehingga mereka sangat sensitif terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain. Kondisi ini bukan cuma bikin interaksi jadi penuh ketegangan, tapi juga bisa merusak hubungan dan menciptakan lingkungan yang gak nyaman bagi semua pihak.

Ego rapuh sendiri gak muncul begitu saja, tapi sering kali berakar dari rasa gak aman dan ketakutan untuk terlihat lemah di mata orang lain. Alih-alih mengakui kelemahan dan belajar dari kesalahan, orang dengan ego rapuh lebih memilih untuk bersikap defensif dan menyalahkan orang lain. Mereka seperti memakai topeng kepercayaan diri palsu yang mudah retak saat mendapat tekanan sekecil apapun. Nah, biar kamu bisa lebih mudah mengenali dan menghadapi orang dengan ego rapuh, simak lima ciri-cirinya berikut ini!

1. Gak bisa menerima kritik sekecil apapun dan langsung defensif

ilustrasi marah (pexels.com/Karolina Grabowska)

Salah satu tanda paling jelas dari orang dengan ego rapuh adalah reaksi ekstremnya terhadap kritik. Bahkan komentar konstruktif yang disampaikan dengan baik bisa memicu respons yang sangat defensif. Mereka mungkin langsung marah, menuduh orang lain gak mengerti, atau bahkan balik menyerang secara personal. Ini terjadi karena mereka melihat kritik bukan sebagai kesempatan untuk berkembang, tapi sebagai ancaman langsung terhadap citra diri yang sudah rapuh.

Selain reaksi marah, orang dengan ego rapuh juga sering mengalihkan pembicaraan atau menyalahkan orang lain saat menerima kritik. Misalnya, ketika diberi masukan soal pekerjaannya yang kurang maksimal, dia malah membahas kekurangan orang yang memberi kritik atau mencari-cari alasan eksternal. Mereka juga punya kecenderungan untuk mengingat kritik dalam waktu lama dan terus membahasnya berulang kali, menunjukkan bahwa mereka gak bisa move on dari apa yang mereka anggap sebagai "serangan" terhadap dirinya.

2. Selalu merasa harus membuktikan diri dan menunjukkan kehebatannya

Ilustrasi uang (pexels.com/Kaboompics)

Orang dengan ego rapuh sering kali merasa perlu membuktikan dirinya dalam setiap kesempatan. Mereka selalu ingin tampil sempurna dan diakui sebagai yang terbaik, bahkan dalam hal-hal sepele. Percakapan dengan mereka biasanya dipenuhi dengan cerita tentang pencapaian, kelebihan, atau koneksi mereka dengan orang-orang penting. Bahkan ketika topiknya gak relevan, mereka akan mencari celah untuk memamerkan diri.

Kebutuhan konstan untuk mendapat validasi ini juga membuat mereka sulit mengakui ketika gak tahu sesuatu. Daripada berkata "saya gak tahu" atau "saya belum pernah dengar itu," mereka lebih memilih berpura-pura paham atau mengalihkan pembicaraan. Sikap defensif ini berakar dari ketakutan terlihat bodoh atau gak kompeten di mata orang lain. Sayangnya, kebiasaan ini justru membuat mereka sering terlihat tidak autentik dan membuat orang lain jadi malas berdiskusi secara terbuka dengan mereka.

3. Menafsirkan hal-hal netral sebagai serangan pribadi

Ilustrasi berbincang (pexels.com/RDNE Stock project)

Salah satu ciri khas orang dengan ego rapuh adalah kemampuannya yang luar biasa untuk "membaca" serangan atau kritik dalam kata-kata atau tindakan yang sebenarnya gak bermaksud negatif sama sekali. Mereka bisa menganggap pertanyaan biasa sebagai tantangan terhadap otoritas mereka, atau mengartikan lelucon ringan sebagai ejekan yang merendahkan. Sensitivitas berlebihan ini membuat interaksi dengan mereka terasa seperti berjalan di atas kulit telur, kamu gak pernah tahu kapan mereka akan tersinggung.

Bahkan sikap netral seperti diam atau ekspresi wajah tertentu bisa ditafsirkan sebagai penolakan atau ketidaksukaan. Misalnya, jika seseorang terlihat lelah atau fokus dengan handphone saat berbicara dengan mereka, orang dengan ego rapuh bisa menyimpulkan bahwa "dia gak menghargai saya" atau "dia pasti bosan dengan cerita saya." Kecenderungan untuk mengasumsikan yang terburuk ini membuat mereka sering merasa diserang dan gak dihargai, padahal sebenarnya orang lain sama sekali gak bermaksud begitu.

4. Sulit mengakui kesalahan dan selalu mencari kambing hitam

ilustrasi cemas (pexels.com/Yan Krukau)

Mengakui kesalahan adalah hal yang sulit bagi kebanyakan orang, tapi bagi mereka yang punya ego rapuh, ini hampir mustahil. Mereka akan melakukan apa saja untuk menghindari tanggung jawab atas kesalahan, seperti mengalihkan pembicaraan, memutar fakta, atau yang paling umum, mencari kambing hitam. Alih-alih berkata "saya salah," mereka lebih suka mengatakan "ini gak akan terjadi kalau kamu...", atau "saya begini karena situasinya yang memaksa."

Ketidakmampuan untuk mengakui kesalahan ini juga membuat mereka sulit belajar dari pengalaman. Ketika seseorang selalu merasa benar atau menyalahkan faktor eksternal, gak ada ruang untuk refleksi diri dan perbaikan. Akibatnya, mereka cenderung mengulangi kesalahan yang sama dan gak berkembang secara personal maupun profesional. Sikap ini bukan cuma merugikan diri sendiri, tapi juga membuat orang lain frustrasi karena merasa masalah yang sama terus berulang tanpa penyelesaian.

5. Mudah cemburu dengan keberhasilan orang lain dan sering comparing

ilustrasi memainkan gawai (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Orang dengan ego rapuh sering merasa terancam dengan keberhasilan orang lain. Bukannya ikut bahagia atau terinspirasi, mereka malah merasa tersaingi dan kurang percaya diri. Kecemburuan ini kadang muncul dalam bentuk komentar-komentar menyepelekan seperti "Oh, dia beruntung saja" atau "Pasti ada koneksi dari dalam." Mereka butuh merendahkan pencapaian orang lain untuk merasa lebih baik tentang diri sendiri.

Selain itu, mereka juga punya kebiasaan membanding-bandingkan segala hal, mulai dari harta benda, karir, hubungan, bahkan sampai hal-hal sepele seperti jumlah likes di media sosial. Dalam pikirannya, hidup adalah kompetisi konstan di mana mereka harus selalu menang atau setidaknya gak kalah. Saat mereka merasa tertinggal dalam "kompetisi" ini, ego rapuh mereka jadi semakin terluka, membuat mereka semakin defensif dan sensitif. Sikap kompetitif yang gak sehat ini membuat mereka sulit menjalin hubungan yang tulus dan saling mendukung dengan orang lain.

Kalau kamu merasa punya beberapa ciri di atas, jangan khawatir, kesadaran adalah langkah pertama untuk berubah. Cobalah lebih terbuka terhadap kritik, berlatih mengakui kesalahan, dan ingat bahwa keberhasilan orang lain bukanlah ancaman bagi dirimu!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team