Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/Kindel Media)
ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/Kindel Media)

Kepercayaan adalah fondasi dari hubungan yang sehat, termasuk dalam keluarga. Namun, menjaga kepercayaan dalam keluarga sering kali lebih sulit daripada yang dibayangkan. Hal ini karena hubungan keluarga melibatkan emosi, ekspektasi, dan keterlibatan yang mendalam. Ketika kepercayaan terganggu, hubungan menjadi rapuh dan penuh ketegangan.

Sayangnya, ada kebiasaan-kebiasaan tertentu yang tanpa disadari dapat merusak kepercayaan dalam keluarga. Kebiasaan ini, meski tampak sepele, memiliki dampak besar jika terus dilakukan. Berikut adalah lima kebiasaan buruk yang bisa mengurangi kepercayaan dalam keluarga, serta penjelasan mengapa kebiasaan tersebut perlu dihindari.

1. Tidak menepati janji

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Annushka Ahuja)

Janji adalah simbol dari komitmen dan tanggung jawab. Ketika anggota keluarga sering tidak menepati janji, hal ini dapat merusak kepercayaan yang sudah dibangun. Contohnya, jika seorang orangtua berjanji untuk menghadiri acara sekolah anak tetapi tidak hadir tanpa alasan yang jelas, anak mungkin akan merasa kecewa dan sulit mempercayai orangtuanya di masa depan.

Menepati janji bukan hanya tentang tindakan, tetapi juga tentang menghormati orang lain. Ketika janji tidak ditepati, hal ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap waktu dan perasaan anggota keluarga lainnya. Untuk menjaga kepercayaan, penting untuk membuat janji dengan hati-hati dan memastikan untuk selalu menepatinya.

2. Memberikan kritik

ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/Karolina Grabowska)

Kritik yang terlalu sering atau disampaikan dengan cara yang menyakitkan dapat merusak kepercayaan dalam keluarga. Anggota keluarga yang merasa terus-menerus dikritik mungkin kehilangan rasa percaya diri dan mulai menarik diri secara emosional. Akibatnya, hubungan menjadi tegang dan penuh dengan ketidakpercayaan.

Kritik yang membangun adalah hal yang wajar, tetapi harus disampaikan dengan cara yang baik dan penuh pengertian. Hindari membuat kritik yang menyerang karakter atau merendahkan seseorang. Sebaliknya, fokus pada solusi dan gunakan kata-kata yang mendukung untuk membantu anggota keluarga memperbaiki diri tanpa merasa diserang.

3. Bersikap tidak jujur

ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/cottonbro studio)

Kebohongan, sekecil apa pun, dapat merusak hubungan dalam keluarga. Ketika seseorang sering menyembunyikan kebenaran atau berbohong, anggota keluarga lainnya akan merasa sulit untuk mempercayai kata-kata atau tindakan mereka. Kebohongan juga sering kali memicu konflik yang lebih besar, terutama jika kebohongan tersebut terungkap di kemudian hari.

Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang sehat. Dalam keluarga, bersikap jujur menunjukkan bahwa kamu menghormati anggota keluarga lain dan bersedia membangun hubungan berdasarkan kepercayaan. Sebaliknya, ketidakjujuran menciptakan jarak emosional dan memperburuk hubungan.

4. Ada yang merasa diabaikan atau tidak didengarkan

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Gustavo Fring)

Ketika anggota keluarga merasa diabaikan atau tidak didengarkan, mereka cenderung kehilangan rasa percaya terhadap orang lain dalam keluarga. Misalnya, jika seorang anak berusaha menyampaikan masalahnya tetapi orangtua justru sibuk dengan hal lain, anak tersebut mungkin merasa tidak dihargai.

Mengabaikan perasaan orang lain menciptakan kesenjangan emosional yang sulit diperbaiki. Sebaliknya, dengan mendengarkan dan menghargai perasaan anggota keluarga, hubungan menjadi lebih erat dan kepercayaan semakin kuat. Penting untuk menunjukkan empati dan memberikan perhatian penuh saat seseorang berbagi perasaan atau cerita.

5. Perubahan perilaku yang tiba-tiba atau tidak konsisten

ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/Phil Nguyen)

Perubahan perilaku yang tiba-tiba atau tidak konsisten dapat membuat anggota keluarga merasa bingung dan sulit mempercayai niat seseorang. Misalnya, orangtua yang kadang sangat perhatian tetapi di waktu lain bersikap acuh tak acuh dapat membuat anak merasa tidak aman secara emosional.

Konsistensi dalam perilaku membantu menciptakan rasa aman dan kepercayaan. Ketika seseorang dapat diandalkan dalam tindakan dan ucapan, anggota keluarga lainnya merasa lebih nyaman dan percaya terhadap hubungan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk menjaga pola perilaku yang stabil agar kepercayaan tetap terjaga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team