Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Pengingat untuk Tak Sibuk Menghakimi Masa Lalu Orang Lain

ilustrasi pria terpuruk (pexels.com/cottonbro)

Seperti kita, orang-orang di luar sana juga memiliki masa lalu masing-masing. Tentu tidak ada masa lalu yang benar-benar bersih dari kesalahan. Kita pun kerap mengakui diri sendiri tidaklah suci.

Akan tetapi, terkadang pengakuan tersebut bertolak belakang dengan sikap kita yang begitu gemar menghakimi perbuatan buruk orang lain di masa lalu. Yuk, waktunya kita merenung sejenak untuk lebih mampu menahan diri dari menghakimi masa lalu siapa pun.

1. Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dalam kehidupannya

ilustrasi perempuan duduk sendiri (unsplash.com/Dylan Alcock)

Kehidupan kita bukanlah kehidupan dia, begitu pun sebaliknya. Kita barangkali berpikir untuk tidak memberinya maaf atau rasa respek lagi selepas perbuatannya di masa lalu. Namun sadarlah, sejatinya kerasnya hati kita tak berpengaruh banyak baginya.

Dia memiliki jalan kehidupannya sendiri dan kita tak lebih dari pohon-pohon kecil di kanan dan kirinya. Bahkan apabila kita semua kompak untuk menumbangkan diri untuk menghalangi jalannya, jalan itu tetap miliknya.

Kesabarannya mungkin memang terkuras untuk menghadapi ulah kita. Waktu tempuh perjalanannya juga menjadi lebih lama. Akan tetapi, dia tetap dapat tiba di tujuan akhir dari kehidupannya dengan selamat jika ia lebih berhati-hati dalam meneruskan perjalanan.

2. Saat kita sibuk mencela, dia sibuk memperbaiki diri

ilustrasi perempuan penuh semangat (pexels.com/Roberto Hund)
ilustrasi perempuan penuh semangat (pexels.com/Roberto Hund)

Lalu siapa yang kira-kira bakal lebih unggul kalau begini? Bayangkan kita sebagai pengendara yang berhenti di tepi jalan dan sibuk mencela pengendara lain yang tertinggal jauh di belakang dengan berbagai masalah yang dihadapinya.

Tanpa kita sadari, jauh di belakang sana ia ternyata sedang memperbaiki kendaraannya dan belajar meningkatkan skill mengemudinya. Bisa ditebak, kan? Ketika kita masih tertawa-tawa dan bersantai, dia dapat tiba-tiba menyalip dan kita tak pernah mampu mengejar ketertinggalan.

3. Bahkan orang yang baik pun bisa memiliki masa lalu yang kelam

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Duc Anh Nguyen)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Duc Anh Nguyen)

Orang yang baik memang layak untuk dikagumi. Tidak ada keraguan sedikit pun soal itu. Namun, kerap kali kita berpikir bahwa seseorang yang hari ini kita sebut sebagai orang baik tidak mungkin punya masa lalu yang kelam.

Seandainya kita tahu setiap bagian tergelap dalam masa lalunya, apakah kita bakal tetap mengaguminya? Seharusnya, sih, tetap. Sebab hal-hal buruk di masa lalu itulah yang mengajarkannya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

4. Sebaliknya, orang jahat atau buruk tetap punya harapan untuk masa depannya

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Gustavo Almeida)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Gustavo Almeida)

Benar, tak semua harapan akan menjadi kenyataan. Dalam hal ini, kekuatan tekad dari dalam diri seseorang menjadi penentunya. Kemudian ditambah dengan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

Meski tak semua harapan bisa menjadi nyata, kesempatan itu selalu ada selama masih ada usia. Lalu apakah kita yang sama-sama hanya makhluk seperti dirinya hendak bergaya dengan menutup pintu kesempatan itu?

Sungguh jemawa bila kita sampai bersikap seperti itu. Tuhan yang menciptakan bumi, langit, beserta seluruh isinya saja selalu memberi kesempatan untuk kita semua memperbaiki diri, sebesar apa pun kesalahan yang pernah dilakukan.

5. Salah adalah jalan menuju benar

ilustrasi pria di laut (pexels.com/Анастасия Беккер)
ilustrasi pria di laut (pexels.com/Анастасия Беккер)

Beruntunglah kita yang tidak pernah mengalami situasi kehidupan sepelik yang terjadi pada orang lain. Akan tetapi, jangan jadikan anugerah sebesar ini untuk menghakimi kesalahan-kesalahan orang lain di masa lalu.

Percayalah, tidak ada anak manusia yang betul-betul meniatkan dirinya untuk melakukan berbagai kesalahan dalam kehidupannya. Hanya saja, ketidaktahuan dan kebingungan di tengah berbagai ujian hidup dapat membuatnya sukar untuk membedakan serta memilih yang putih dari yang hitam.

Bayangkan dirinya sebagai manusia rapuh di tengah dingin dan gelapnya dunia. Sendirian, ketakutan, dan tak ada lagi hitam atau putih di matanya. Yang ada hanyalah sepasang mata yang rapat terpejam, detak jantung yang memburu, dan keinginan untuk secepatnya keluar dari situasi mengerikan.

Seumpama kita berada dalam situasi yang sama persis dan tak segera ada cahaya yang menerangi atau tangan malaikat yang menggamit, tidakkah kemungkinan besar kita akan melakukan kesalahan seperti dirinya? Bersyukurlah kalau kita tak pernah mengalami situasi seperti itu.

Melupakan kelamnya masa lalu orang lain yang telanjur kita ketahui rasanya memang tidak mungkin. Akan tetapi, tidak menghakiminya sangatlah mudah dilakukan asal kita tak sombong akan kemujuran dalam kehidupan sendiri. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us