Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi melamun (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi melamun (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tak satu pun orang pernah melalui satu hari dalam hidupnya tanpa melamun, khususnya ketika tak melakukan kegiatan apa pun. Saat melamun, kita umumnya berkhayal mengenai impian yang belum tercapai dalam hidup. Meski kerap dipandang negatif, sejatinya aktivitas ini sangat baik untuk mengistirahatkan otak dan mengasah kreativitas.

Namun melamun berlebihan berpotensi membawa dampak negatif, terutama menyangkut kemampuan sosial individu. Kondisi ini dikenal dengan istilah maladaptive daydreaming. Jika kamu merasa related dengan beberapa tanda di bawah ini, sebaiknya kamu segera mengurangi intensitas melamun, deh!

1. Sulit berkonsentrasi

ilustrasi kesulitan berkonsentrasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kesulitan fokus saat mengerjakan tugas karena lebih banyak melamun ialah tanda pertama yang perlu diwaspadai. Di titik ini, kamu menjadi keasyikan dan lupa akan pekerjaan yang seharusnya dirampungkan. Imbasnya, produktivitas kamu menurun secara drastis dan performa kamu di kantor menjadi berkurang.

Memang benar bahwa melamun bisa meningkatkan mood seketika. Namun jika dibiarkan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, efek jangka panjangnya tentu tak main-main. Untuk itu, segera kendalikan diri jika kamu mulai tergoda untuk melamun. Buat otak sesibuk mungkin sehingga tak ada ruang untuk menciptakan khayalan.

2. Menciptakan storyline yang detail

ilustrasi melamun (unsplash.com/Johhny Cohen)

Biasanya, orang-orang yang mengalami maladaptive daydreaming akan menciptakan lamunan yang sangat detail bak tengah menyusun sebuah naskah skenario. Setiap cerita dipikirkan dengan matang lengkap dengan latar, plot, dan berbagai karakter di dalamnya. 

Jika sesekali dilakukan, tentunya ini dapat meningkatkan kreativitas seseorang. Namun ini menjadi berbahaya apabila dilakukan secara berlebihan. Sebab, lamunan akan menyita waktu sehingga mereka terputus dengan kehidupan nyata dan lebih terikat dengan dunia khayalan.

3. Insomnia

ilustrasi kesulitan tidur (pexels.com/cottonbro)

Tak hanya di siang hari, menjelang waktu tidur pun seseorang dengan kondisi maladaptive daydreaming akan melanjutkan aktivitas melamunnya. Wajar bila waktu tidurnya semakin bergeser dan mengalami insomnia. Padahal, kita perlu istirahat yang cukup dan berkualitas di malam hari agar bisa mengembalikan energi yang hilang setelah beraktivitas seharian.

Dalam jangka panjang, hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan karena dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit berbahaya, seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, hingga stroke. Oleh karena itu, segera waspadai bila aktivitas melamun sudah mulai menginvasi jam tidurmu.

4. Bertahan melamun sampai berjam-jam

ilustrasi melamun (unsplash.com/Andrew Neel)

Saking candunya melamun, kamu sering kali gak sadar kalau sudah menghabiskan berjam-jam. Alhasil aktivitas kamu di dunia nyata menjadi lumpuh karena kamu terus teralihkan ke dunia khayalan. Ini bukan hanya berimbas pada produktivitas, melainkan juga interaksi sosial.

Yang seharusnya mengobrol dengan teman, tapi kamu malah asyik dengan pikiranmu sendiri. Tugas dan pekerjaan juga menjadi terlantar sehingga kamu kewalahan ketika mulai dikejar deadline. Duh, jangan sampai hal ini membuatmu lalai dengan kewajiban, ya!

5. Melakukan berbagai ekspresi tanpa sadar

ilustrasi melamun (pexels.com/Katii Bishop)

Jika mengalami maladaptive daydreaming, kamu akan banyak menunjukkan beberapa ekspresi secara gak sadar saking asyik dan tenggelam dengan khayalan. Misalnya tertawa, menangis, melakukan beberapa gestur tubuh, hingga berbicara sendirian. 

Meski begitu, kamu menyadari sepenuhnya bahwa ini hanyalah sebatas khayalan. Kamu masih mampu membedakan dunia nyata dengan dunia khayalan yang kamu ciptakan. Kamu hanya larut dalam pikiran sehingga tak sadar berekspresi seakan hal tersebut benar-benar terjadi.

Walau maladaptive daydreaming tidak diklasifikasikan sebagai gangguan mental, tetapi hal ini bisa berdampak buruk pada orang yang mengalaminya. Oleh karena itu, waspadai tanda-tandanya dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti psikolog agar mendapat penanganan yang tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team