Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi marah (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi marah (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Emosi seseorang bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Saat kita terpancing oleh sesuatu yang kurang menyenangkan, mungkin didominasi oleh perasaan marah. Kondisi sebaliknya saat kita bertemu dengan situasi yang sesuai dengan harapan. Emosi yang diliputi kebahagiaan pasti mendominasi pikiran. Namun demikian, sadarkah kamu bahwa emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis?

Baik emosi yang mengedepankan rasa marah, sedih dan putus asa, maupun kekecewaan. Juga emosi yang berkaitan dengan kebahagiaan dan keceriaan. Saat pemikiran realistis hilang, seseorang menjalani hidup dengan tidak terarah. Jika kamu masih belum percaya bahwa emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis, pahami beberapa fakta di bawah ini.

1. Mendorong perilaku impulsif

ilustrasi gegabah (pexels.com/Jules Ame)

Setiap orang pasti memiliki yang namanya emosi. Perlu diketahui, kondisi emosi tidak selalu stabil. Situasi rumit dan ketidakpastian membuat kondisi emosi seseorang bisa berubah dengan cepat.

Baik yang menyangkut kesedihan, kemarahan, maupun kebahagiaan. Namun demikian, kondisi emosi yang tidak terkontrol juga tidak baik. Karena emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis.

Tentu ada beberapa fakta yang menjadi petunjuk nyata. Ketika emosi sudah tidak terkontrol, tanpa sadar terjebak perilaku impulsif. Seseorang mungkin bertindak tanpa berpikir matang.

Ini bisa mengarah pada keputusan yang tidak rasional atau kurang bijaksana. Pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang berbuntut panjang.

2. Lebih mempercayai opini

ilustrasi menyetujui opini orang lain (pexels.com/Antoni Shkraba)

Kehidupan di lingkungan sosial tidak selalu berisi tentang fakta. Ada saatnya kita dihadapkan dengan opini. Ini merupakan pemikiran subjektif yang terkadang terlihat sebagai suatu kebenaran. Meski pada kenyataannya meleset sangat jauh dari fakta. Untuk kamu yang lebih mempercayai opini, sampai kapan mau terjebak kebenaran semu?

Di sinilah fakta bahwa emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis. Kita lebih mempercayai opini sebagai suatu kebenaran. Ketika seseorang mengalami emosi yang kuat, kapasitas mereka untuk mengingat fakta penting bisa menurun. Ini karena otak lebih fokus pada emosi daripada pemrosesan informasi yang sesuai dengan kebenaran.

3. Didominasi oleh sikap fanatik berlebihan

ilustrasi fanatik berlebihan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Mengambil tindakan dan keputusan tidak bisa mengandalkan emosi sesaat. Tapi kita harus mempertimbangkan pemikiran yang logis. Tentu ini didasari oleh alasan yang kuat bahwa emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis. Untuk selanjutnya terjebak pada perspektif semu yang berpotensi menjerumuskan.

Karena saat seseorang mengandalkan emosi secara berlebihan, turut didominasi oleh sikap fanatik. Saat seseorang berada dalam keadaan emosional, mereka cenderung mencari informasi yang mendukung perasaan atau keyakinan mereka saat itu. Pada akhirnya mengabaikan fakta yang bertentangan. Ini bisa membuat pemikiran menjadi kurang objektif.

4. Tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi

ilustrasi marah (unsplash.com/Julien L)

Seharusnya dalam mengambil keputusan kita mengedepankan pemikiran realistis. Tapi apa jadinya jika kita menjadi individu yang mengedepankan emosi? Dalam bertindak tidak pernah mempertimbangkan pemikiran matang. Tentu menjadi kesalahan fatal yang harus dihindari. Kamu perlu mengetahui fakta penting bahwa emosi dapat mengaburkan pemikiran realistis.

Seseorang yang terjebak oleh emosi sesaat tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi. Mereka bertindak hanya untuk menuruti kepuasan sesaat. Padahal tindakan yang diambil berpotensi menjerumuskan diri ke dalam risiko terburuk. Namun akibat emosi yang terlalu kuat, ia menolak kenyataan dan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.

Kita tidak bisa menjalani hidup hanya berlandaskan emosi. Namun demikian, harus diseimbangkan kembali dengan pola pikir yang bijak. Karena bertindak dengan mengedepankan emosi justru mengaburkan pemikiran realistis. Dalam bertindak seseorang cenderung dikendalikan oleh perilaku impulsif. Selain itu juga dipengaruhi oleh sikap fanatik serta analisis risiko yang kurang tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team