6 Kesalahan Umum Saat Berusaha Memvalidasi Perasaan Orang Lain

Memvalidasi perasaan orang lain adalah salah satu bentuk empati yang sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat. Dengan memvalidasi perasaan, kamu memberikan ruang bagi orang lain untuk merasa didengar, dimengerti, dan dihargai. Namun, praktik ini sering kali lebih sulit daripada yang terlihat.
Kesalahan kecil, seperti memilih kata-kata yang salah atau tidak benar-benar mendengarkan, dapat mengurangi efektivitas upaya tersebut. Bahkan, tanpa disadari, kamu mungkin malah menyakiti orang yang sedang membutuhkan dukungan.
Berikut adalah beberapa kesalahan umum yang sering terjadi saat berusaha memvalidasi perasaan orang lain.
1. Terlalu cepat memberikan solusi

Ketika seseorang mencurahkan isi hati, dorongan pertamamu mungkin adalah mencoba memperbaiki masalah yang mereka hadapi. "Sudah coba lakukan ini?" atau "Kenapa nggak begini saja?" adalah respons yang sering muncul.
Meskipun niatnya baik, memberikan solusi terlalu cepat dapat membuat orang merasa bahwa perasaan mereka tidak dihargai. Alih-alih merasa didengar, mereka justru merasa ditekan untuk segera bertindak.
Padahal, sering kali orang hanya butuh didengar, bukan dicarikan jalan keluar. Perasaan mereka adalah hal pertama yang perlu divalidasi sebelum berpindah ke tahap solusi. Dengan mendengarkan sepenuh hati dan mengakui perasaan mereka, kamu menunjukkan bahwa emosi mereka penting, bukan hanya masalahnya saja.
2. Mengabaikan perasaan dan langsung menghibur

Kalimat seperti "Jangan sedih, nanti juga semuanya akan baik-baik saja" sering kali diucapkan ketika seseorang merasa sedih atau marah. Namun, kalimat ini dapat dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap emosi mereka. Alih-alih merasa terhibur, mereka mungkin merasa bahwa perasaan mereka tidak dianggap serius.
Menghibur memang penting, tetapi sebaiknya dilakukan setelah mengakui perasaan mereka. Cobalah mengatakan, "Aku bisa lihat kalau ini sangat berat untukmu. Nggak apa-apa untuk merasa sedih." Setelah itu, barulah kamu bisa menawarkan dukungan atau hiburan, jika mereka membutuhkannya.
3. Membandingkan dengan pengalaman pribadi

Respons seperti "Aku juga pernah merasa seperti itu, waktu itu aku..." sering kali dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kamu memahami situasi mereka. Namun, membandingkan pengalaman pribadi dapat mengalihkan fokus dari perasaan mereka ke orang lain. Alih-alih merasa dimengerti, mereka justru mungkin merasa bahwa cerita mereka tidak mendapat perhatian penuh.
Sebaiknya, biarkan pengalaman mereka menjadi pusat perhatian. Dengarkan dengan penuh empati dan hindari menyoroti pengalaman pribadi kecuali mereka secara spesifik meminta saran atau pandangan berdasarkan pengalamanmu.
4. Menggunakan kalimat yang menghakimi

Kalimat "Kenapa kamu bisa merasa seperti itu?" atau "Bukannya itu terlalu berlebihan?" mungkin tidak dimaksudkan untuk menghakimi, tetapi kata-kata seperti ini bisa membuat orang merasa malu atau salah karena memiliki perasaan tersebut. Akibatnya, mereka menjadi enggan untuk berbagi perasaan di kemudian hari.
Sebagai gantinya, gunakan kalimat yang lebih netral dan terbuka, seperti "Aku bisa mengerti kenapa kamu merasa seperti itu" atau "Itu pasti berat untuk kamu." Dengan begitu, kamu menciptakan ruang yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan tanpa rasa takut akan dihakimi.
5. Berusaha mengubah perasaan mereka

"Kamu nggak seharusnya merasa seperti itu" atau "Coba lihat dari sisi positifnya saja" adalah contoh kalimat yang berusaha untuk mengubah perasaan seseorang. Meskipun niatnya mungkin baik, pendekatan ini dapat membuat mereka merasa bahwa perasaan mereka tidak valid. Setiap orang memiliki hak untuk merasakan emosi mereka sendiri, dan berusaha mengubahnya hanya akan menciptakan jarak emosional.
Lebih baik, akui perasaan mereka terlebih dahulu. Cobalah mengatakan, "Aku paham kenapa kamu merasa seperti itu, dan itu wajar." Setelah mereka merasa didengar, mereka mungkin lebih terbuka untuk melihat sisi positif atau mencari solusi, tanpa merasa dipaksa.
6. Tidak benar-benar mendengarkan

Kadang, seseorang mendengarkan hanya untuk merespons, bukan untuk benar-benar memahami. Hal ini terlihat dari kebiasaan menyela, mengganti topik, atau memberikan komentar tanpa berpikir panjang. Sikap seperti ini dapat membuat orang merasa bahwa perasaan mereka tidak dianggap penting.
Untuk benar-benar mendengarkan, berikan perhatian penuh saat mereka berbicara. Gunakan bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa kamu hadir, seperti mengangguk atau memberikan kontak mata. Setelah mereka selesai berbicara, berikan respons yang mencerminkan pemahamanmu terhadap apa yang mereka rasakan.
Validasi bukan tentang menyelesaikan masalah, melainkan tentang memberikan ruang bagi seseorang untuk merasa dipahami. Dengan mendengarkan tanpa menghakimi dan memberikan pengakuan atas emosi mereka, kamu dapat membantu memperkuat hubungan dan menciptakan lingkungan yang lebih suportif.