Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sisi Negatif Doom Spending yang Jarang Disadari Generasi Muda

ilustrasi belanja (unsplash.com/Artem Beliaikin)

Di era digital seperti sekarang berbelanja semakin mudah. Kita dimanjakan dengan berbagai macam aplikasi belanja online beserta promonya. Tapi tanpa sadar fenomena ini juga memicu doom spending. Istilah ini menggambarkan kebiasaan berbelanja atau mengeluarkan uang secara impulsif.

Bahkan doom spending menjadi kebiasaan yang tidak disadari oleh generasi muda. Kita membeli barang hanya untuk menuruti rasa puas sesaat. Padahal doom spending memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai. Berikut keenam sisi negatif tersebut.

1. Kestabilan finansial yang semakin memburuk

ilustrasi uang (pexels.com/Volker Meyer)

Banyak orang melampiaskan stres dan kecemasan dengan mengeluarkan uang secara impulsif. Contohnya mereka menuruti kebiasaan berbelanja online atau menghabiskan uang hanya untuk berfoya-foya. Kebiasaan doom spending semacam ini ternyata juga memiliki sisi negatif.

Kita akan dihadapkan dengan kestabilan finansial yang semakin memburuk. Doom spending sering kali menyebabkan pengeluaran yang melebihi batas kemampuan. Pengeluaran impulsif ini dapat menguras tabungan atau bahkan menumpuk utang yang bersifat konsumtif.

2. Terjebak dalam siklus stres yang berulang

ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/SHVETS Production)

Doom spending sebenarnya bukan kebiasaan yang baik. Namun sayangnya, kebiasaan ini justru makin marak di kalangan generasi muda. Apalagi dengan keberadaan aplikasi belanja online dengan berbagai macam promo yang menyertai. Membiarkan diri dalam doom spending tentu memiliki risiko tersendiri.

Entah disadari atau tidak, seseorang akan terjebak dalam siklus stres yang berulang. Alih-alih menyelesaikan stres atau kecemasan, doom spending justru dapat memperburuk perasaan tersebut. Seseorang merasa tertekan dan terbebani dengan kebiasaan buruk yang sudah mengakar kuat.

3. Mengaburkan prioritas dan tujuan jangka panjang

ilustrasi memetakan tujuan (pexels.com/Startup Stock Photos)

Mengetahui prioritas dan tujuan jangka panjang menjadi kunci kehidupan yang penuh keteraturan. Bahkan kita bisa merancang segala sesuatunya dengan teliti. Namun demikian, menjadi persoalan tersendiri saat generasi muda terjebak kebiasaan doom spending. Sejumlah sisi negatif pasti menyertai.

Kebiasaan doom spending turut mengaburkan prioritas dan tujuan jangka panjang. Ketika terbiasa mengeluarkan uang untuk kesenangan sesaat, seseorang cenderung kehilangan fokus. Kebiasaan ini mengaburkan visi keuangan masa depan dan menghambat kemajuan menuju tujuan hidup yang lebih bermakna.

4. Keseimbangan mental yang mulai goyah

ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/Mental Health America (MHA))

Keseimbangan mental merupakan salah satu aspek penting dalam hidup yang wajib diperhatikan. Ketika keseimbangan mental terjaga, seseorang mampu berpikir lebih bijaksana. Tapi menjaga keseimbangan mental di era sekarang juga bukan perkara mudah. Pada faktanya kebiasaan berbelanja secara berlebihan juga turut membawa pengaruh.

Bagi mereka yang masih terjebak dalam kebiasaan doom spending, bisa dipastikan keseimbangan mental mulai goyah. Doom spending sering kali dilakukan sebagai pelarian dari emosi negatif. Kesenangan yang diperoleh dari belanja impulsif sering kali digantikan oleh perasaan hampa atau tidak puas, yang kemudian mendorong kebutuhan untuk kembali berbelanja sebagai bentuk penghiburan.

5. Ketergantungan pada gaya hidup konsumtif

ilustrasi belanja banyak barang (pexels.com/Max Fischer)

Tanpa perlu dijelaskan lebih rinci, kamu juga pasti sudah paham jika konsumtif bukan kebiasaan yang baik. Orang-orang dengan sikap tersebut cenderung menghabiskan uang hanya untuk kesenangan sesaat. Bahkan mereka tidak cukup melakukan pengeluaran dalam skala kecil. Inilah yang harus diwaspadai jika kamu masih mempertahankan sikap doom spending.

Secara otomatis pasti ketergantungan pada gaya hidup konsumtif. Kamu cenderung mencari kepuasan berdasarkan hal-hal yang bersifat material. Bahkan tidak peduli dengan pengeluaran berlebihan yang dilakukan secara berkelanjutan.

6. Menghadapi penyesalan berlarut-larut

ilustrasi menyesal (pexels.com/Alex Green)

Pernahkah kamu menyadari kebiasaan doom spending yang masih mengakar dalam diri? Terkadang ini terdengar sebagai persoalan yang sederhana. Tapi membiarkan pengeluaran impulsif pada akhirnya akan membawa dampak negatif.

Kita akan menghadapi penyesalan berlarut-larut. Misalnya, dana yang seharusnya disisihkan untuk tabungan darurat atau investasi justru habis untuk membeli barang-barang yang tidak begitu penting. Kita terbebani oleh perasaan bersalah yang terus mengganggu pikiran.

Di era perkembangan teknologi digital seperti sekarang, doom spending menjadi kebiasaan yang wajib diwaspadai. Apalagi bagi generasi muda yang mudah tergiur oleh tren. Banyak sisi negatif yang muncul seiring dengan sikap tersebut. Tidak hanya menyangkut kondisi finansial, namun juga mempengaruhi keseimbangan mental.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us