Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Teknik De-Eskalasi untuk Meredakan Konflik, Terapkan!

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Alex Green)
Intinya sih...
  • Seni meredakan ketegangan sebelum situasi memburuk
    • De-eskalasi membantu mengurangi intensitas konflik dan mencegah eskalasi
    • Kecerdasan emosional membantu mengendalikan emosi dan memungkinkan tindakan rasional
    • Mengalihkan fokus dari masalah ke solusi untuk menemukan jalan keluar yang lebih baik
    • Berperilaku tenang dan terbuka dalam komunikasi
      • Jadilah pendengar yang baik dan pahami sudut pandang orang lain
      • Hindari sikap egois, bersikap terbuka untuk berkompromi, dan fokus pada solusi

Dalam kehidupan, tentu kita tidak bisa lepas dari yang namanya konflik. Entah itu disebabkan oleh ketidaksetujuan akan nilai-nilai tertentu, miskomunikasi, atau lainnya. Meskipun konflik adalah bagian alami dari kehidupan, tetapi jika tidak ditangani dengan baik, konflik dapat meningkat dan menjadi semakin buruk.

Kabar baiknya, ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi konflik. Salah satunya adalah menggunakan teknik de-eskalasi. Dikutip Defuse De-Eskalation Training, Jeremy Pollack, Ph.D. spesialis resolusi konflik, mengatakan bila de-eskalasi adalah seni meredakan konflik sebelum situasi tersebut menjadi lebih buruk.

Dalam hal ini, de-eskalasi akan membantu mengurangi intensitas konflik dan mencegahnya meningkat menjadi sesuatu yang lebih merusak (eskalasi). Keterampilan ini sangat penting, bukan hanya untuk menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga untuk menjaga hubungan tetap harmonis dan meninimalisir konflik yang sama terulang lagi. Nah, berikut ini enam teknik de-eskalasi yang bisa kamu terapkan.

1.Tetap tenang dan teratur

ilustrasi menenangkan diri (pexels.com/Oleksandr P)

Ketika konflik meningkat, wajar jika kamu mulai merasakan emosi negatif yang ikut memuncak. Meskipun perasaan tersebut valid, tetapi perasaan itu juga bisa berpotensi mengganggu kemampuanmu dalam berkomunikasi serta menyelesaikan masalah secara efektif, loh.

Pollack menyarankan untuk menerapkan kecerdasan emosional agar kamu tetap bisa mengendalikan emosi diri sendiri. Selain itu, saat kamu mulai merasa tegang, mempraktikkan teknik pernapasan dalam dapat memungkinkanmu bertindak secara rasional.

“Saat menghadapi konflik, pastikan kamu berada dalam kondisi pikiran yang tenang. Ini berguna supaya kamu bisa lebih mudah dalam menyelesaikan masalah. Mungkin, akan ada perasaan-perasaan kurang nyaman selama proses ini berlangsung. Akan tetapi, mengusahakan diri untuk tetap tenang dan teratur akan sangat membantu. Kamu bisa menggunakan kecerdasan emosional untuk mengendalikan diri sendiri,” imbuh Amy Marschall, PsyD, seorang psikolog klinis, dilansir Verywell Mind.

2.Berlatih menjadi pendengar yang baik

ilustrasi dua orang bicara (pexels.com/nappy)

Setiap orang mungkin memiliki persepsi yang berbeda tentang konflik dan strategi apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Kamu mungkin tergoda untuk berpegang teguh pada persepsi diri dan enggan menanggapi sudut pandang orang lain. Namun, ketahuilah bahwa tindakan seperti ini justru akan menjauhkankmu dari tujuan mencapai solusi.

Pollack menyebutkan, “Setiap orang memiliki keinginan untuk didengarkan oleh orang lain. Maka dari itu, penting untuk menjadi pendengar yang baik. Dalam hal ini, kamu bukan berarti sekadar mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh orang lain, tetapi juga memahami sudut pandang dari orang tersebut”.

Lebih lanjut, Dr. Marschall menambahkan, jika kamu benar-benar berniat untuk menyelesaikan masalah, tentu kamu akan bersedia untuk tidak bersikap egois. Kamu akan bersedia untuk menjadi pendengar yang baik dan bersedia berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain.

3.Fokus pada solusi

ilustrasi bicara berdua (pexels.com/John Diez)

Dalam konflik apa pun, mengalihkan fokus dari masalah ke solusi adalah hal yang sangat penting. Seperti yang telah disebutkan, bahwa setiap orang mungkin tergoda untuk berpegang teguh pada persepsi mereka tentang suatu konflik dan penyelesaian apa yang patut diterapkan.

Padahal, tanpa disadari sikap negatif tersebut justru bisa membuatmu terjebak dan semakin sulit untuk menemukan jalan keluar. Jadi, daripada terus berpegang teguh pada persepsi diri atau berbedat tentang siapa yang salah, lebih baik fokuskan pembicaraan ke arah solusi.

“Pandangan dari orang lain mungkin lebih sesuai dengan kebutuhanmu daripada yang kamu kira. Bila kamu terbuka untuk berkompromi, tentu kamu dapat lebih mudah menemukan solusi terbaik untuk konflik yang sedang kamu hadapi,” ujar Dr. Marschall.

4.Perhatikan bahasa tubuh

ilustrasi pasangan sedang bicara (pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)

Bahasa tubuh memegang peranan penting dalam komunikasi, terutama ketika emosi sedang meningkat. Menurut Dr. Michael Kane, seorang psikiater bersertifikat dan direktur medis di Indiana Center for Recovery, dikutip Psych Central, insyarat non-verbal dapat berbicara lebih kuat dibandingkan kata-kata. Hal ini menjadikannya aspek penting dalam meningkatkan atau meredakan situasi.

“Agar konflik tidak semakin memburuk, hindari gerak gerik seperti menyilangkan tangan, membuat gerakan agresif, atau berbicara dengan nada menuduh,” tambahnya.

Sebaliknya, kamu bisa tetap bersikap terbuka serta gunakan nada suara yang tenang dan netral. Di samping itu, mendengarkan secara aktif tanpa menyela atau bersikap defensif bisa membantu menenangkan situasi.

5.Tetapkan batasan

ilustrasi seorang wanita menolak (freepik.com/cookie_studio)

Ketika proses penyelesaian masalah berlangsung, penting untuk menetapkan batasan yang jelas. Hal ini bertujuan agar kamu terhindar dari perilaku yang tidak pantas atau membahayakan dirimu yang berasal dari pihak lain.

Di samping itu, menetapkan batasan yang jelas juga memastikan bahwa kamu tetap menghormati diri sendiri dan situasi yang sedang dihadapi. Jika seseorang bersikap tidak sopan atau membahayakan, kamu dapat langsung menegaskan batasan kamu dengan sikap yang tenang.

Pertimbangkan untuk mengatakan, “Saya tidak akan menoleransi makian. Kalau kamu terus berbicara seperti ini, saya akan pergi dan kembali lagi jika kita sudah benar-benar siap membicarakan ini dengan rasa saling menghormati”.

6.Minta bantuan kepada mediator

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/cottonbro studio)

Terakhir, jika konflik tidak kunjung mereda, kamu bisa meminta bantuan kepada pihak ketiga atau mediator, seperti anggota keluarga, teman, atau terapis profesional untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif. Sebab, menurut Dr. Marschall, pihak ketiga memiliki sikap yang netral karena mereka tidak terlibat langsung dengan konflik tersebut.

Melibatkan mediator untuk menangani suatu masalah bisa membantu menjaga percakapan tetap fokus pada solusi. Di sisi lain, kamu juga dapat mengetahui sudut pandang atau wawasan yang diberikan oleh mediator tentang solusi apa yang paling tepat untuk diterapkan. Dengan begini, konflik bisa terselesaikan dengan lebih mudah.

Teknik de-eskalasi sangat penting untuk diterapkan demi menjaga kedamaian di lingkungan apa pun, baik di lingkungan keluarga, tempat kerja, maupun hubungan pribadi bersama pasangan. Selain itu, kemampuan ini juga berguna untuk membantu mengurangi stres sekaligus mencegah konflik menjadi tidak terkendali. Selamat mencoba!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Delvi Ayuning
EditorDelvi Ayuning
Follow Us