7 Hal Ini Bisa Dipetik dari Pengalaman Hidup yang Telah Terlewati

Hidup adalah sebuah perjalanan yang di dalamnya dipenuhi lika-liku, proses, dan semuanya hadir dalam suka maupun duka. Tetapi apakah kamu percaya bahwa setiap pengalaman yang sudah kamu lewati, pada dasarnya akan memberi dampak kepadamu, sekecil apapun itu?
Pengalaman itu bisa menjadi salah satu faktor yang membentuk diri kamu sekarang. Jadi, saat merenungi kembali apa saja yang pernah terjadi, jangan memandang kekacauan sebagai hal yang tidak penting untuk terjadi. Sebab, ada wawasan yang kamu pelajari.
Di sisi lain, terkadang diri sendiri tidak bisa menilai langsung bahwa ada nilai kebijakan yang melekat pada dirimu saat ini berkat pengalaman yang pernah kamu lewati dahulu. Untuk itu, artikel kali ini akan membantu kamu membuat catatan evaluasi dari setiap pengalaman hidup yang telah terlewati. Mungkin, sebenarnya memang tidak ada yang sia-sia meskipun mungkin, kamu pun tak ingin mengalami pengalaman yang sama untuk kedua kalinya.
Baca artikel ini selengkapnya untuk tahu nilai bijak apa yang sekarang ada pada dirimu berkat pengalaman-pengalaman di masa lalu tersebut!
1. Merangkul kegagalan

Sebagaimana kegagalan selalu menjadi bagian hidup banyak orang, ketika kamu mulai bisa merangkul pengalaman gagal yang pernah terjadi, artinya kamu sudah cukup bijak.
Mengakui dan menerima kegagalan itu tidak mudah. Kamu bisa merasakan sakit akibat kekalahan itu serupa perasaan babak belur hingga terluka dan tidak berdaya. Namun, jika kamu sudah bisa melupakan rasa sakit akibat kegagalan tersebut dan justru melihatnya sebagai sebuah batu loncatan untuk lebih maju ke depan, maka kamu sudah bisa menjadi lebih bijak.
Kebijaksanaan terletak pada pemahaman bahwa setiap kegagalan membawa pelajaran yang bisa dipetik, membawa kesempatan untuk lebih berkembang. Jika dalam proses menuju impian kamu tersandung dan jatuh namun kemudian bangkit dan membersihkan luka tersebut untuk kembali meneruskan perjalanan, artinya kamu sudah memperoleh kebijaksaan dalam diri.
Apa yang harus kamu ingat, kegagalan itu tidak mendefinisikan kamu. Tanggapan kamu menghadapi kegagalan tersebut yang menunjukkan nilaimu sebenarnya.
2. Bisa menghargai kesendirian

Dewasa ini masih banyak orang yang menilai sendiri artinya kesepian. Tetapi, jika kamu sudah bisa menemukan kenyamanan dan kedamaian hanya dengan diri kamu sendiri, artinya kamu sudah memiliki kebijaksanaan yang bahkan orang lain jarang memahaminya.
Itu karena kesendirian bukan artinya mencerminkan seseorang yang terisolasi. Sendiri justru mengajarkanmu bagaimana mendapatkan self-discovery. Dengan diri sendiri, kamu bisa belajar untuk memahami kebutuhan, keinginan, emosi kamu secara independen.
Kemampuan untuk menikmati kesendirian tanpa merasa kesepian atau bosan merupakan tanda kematangan emosi. Itu artinya kamu telah belajar memahami diri sendiri bukan dari cara orang lain memandang diri kamu, tetapi berdasarkan siapa kamu sebenarnya.
Jadi, saat kamu telah belajar menghargai kesendirian dan merasa nyaman, pengalaman tersebut sebenarnya telah membuatmu menjadi lebih bijak lebih dari yang kamu kira.
3. Tetap rendah hati dalam kesuksesan

Kesuksesan itu bisa sangat membuat kamu menjadi lupa diri. Kamu bahkan bisa jadi lupa setiap pengorbanan maupun kerja keras yang dilakukan untuk mencapai kesuksesan tersebut. Namun, jika kamu sukses dan tetap bisa membumi, maka kamu telah berhasil meraih nilai kebijaksanaan yang cukup langka.
Kerendahan hati dalam meraih kesuksesan artinya kamu mengakui kontribusi orang lain, bersyukur atas peluang yang kamu miliki, dan memahami bahwa kesuksesan bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah perjalanan.
Jika kamu meraih sebuah pencapaian tanpa membesar-besarkan ego diri sendiri, maka kamu menjadikan kesuksesan bukan sebagai alat arogansi. Kamu sudah lebih bijak dengan menjadikan sukses adalah momen kamu menjadi sosok yang baik dan murah hati.
Kemampuan untuk tetap rendah hati dalam menghadapi kesuksesan merupakan kebijaksanaan hati sejati.
4. Mengenali kekuatan dari diam

Di era informasi saat laju komunikasi begitu cepat, berbicara terus-menerus mungkin dianggap luar biasa, sementara berdiam diri dianggap remeh. Padahal, keheningan atau berdiam diri sebenarnya maknanya bisa jadi lebih kuat daripada yang kamu bayangkan.
Jika kamu sudah tahu bahwa ada hal jauh lebih berharga yang bisa dipetik dari keheningan, maka kamu sudah bisa menjadi bijak, melalui cara yang banyak orang abaikan. Melalui keheningan, kamu bisa belajar refleksi, pemahaman lebih dalam, hingga memberi kesempatan orang lain mengekspresikan dirinya.
Keheningan memungkinan kamu menjadi pendengar yang lebih baik, berpikir lebih jernih, dan merespon dengan lebih efektif. Ibaratnya, manusia itu memiliki dua telinga dan satu mulut, dengan begitu kamu bisa mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara.
Jika kamu memahami kekuatan keheningan, maka kamu tidak hanya menjadi lebih bijak daripada yang kamu kira. Kamu juga menjadi ahli dalam alat kehidupan yang halus, tetapi ampuh.
5. Menghadapi kekurangan kamu sendiri

Tidak ada seorang pun yang sempurna, ketidaksempurnaan menjadikan kamu seorang manusia. Sebenarnya, bisa sangat mudah mengabaikan ketidaksempurnaan ini kemudian menyajikan penampilan citra diri sempurna ke hadapan dunia. Namun, jika kamu berani menghadapi kekurangan kamu sendiri, kamu telah mengambil pengalaman berupa lompatan besar yang membuat diri kamu jauh lebih bijaksana. Apalagi, mengakui ketidaksempurnaan diri itu membutuhkan kejujuran dan keberanian.
Kamu bisa jadi tenggelam jauh melihat ke dalam diri, kemudian menerima apapun yang ada di dalam sana, tidak peduli seberapa tidak nyamannya hal tersebut. Menghadapi kekurangan diri ini bukan soal mengkritik atau mencela diri kamu. Ini adalah tentang bagaimana kamu bisa berevolusi, bertumbuh, dan terus berupaya menjadi versi diri yang semakin baik lagi. Ketika kamu sudah bisa menerima diri sepenuhnya yang tidak sempurna, maka percayalah bahwa dirimu sudah cukup bijaksana.
6. Menemukan kekuatan dalam kerentanan

Banyak orang masih menganggap perasaan rentan sebagai sebuah kelemahan. Masyarakat sosial di sekeliling lebih mengajarkan untuk membangun tembok untuk menjadi tameng diri, tidak lengah, kemudian untuk tidak menunjukkan emosi yang sebenarnya karena ketakutan akan dihakimi atau disakiti. Maka dari itu, apabila kamu sudah bisa menemukan kekuatan dari kerentanan, maka kamu sudah bisa menggali hikmahnya. Membiarkan diri rentan, tidak menjadikanmu lemah, tetapi hanya menunjukkan sisi asli dan kemanusiaanmu.
Saat kamu membuka diri, kamu akan membentuk hubungan yang lebih dalam dengan orang lain. Kamu belajar lebih dalam mengenai diri sendiri, serta kamu juga belajar untuk bisa lebih bertumbuh. Kerentanan membutuhkan keberanian dan kekuatan. Ini tentang kamu yang meyakinkan dirimu bahwa itulah dirimu, dengan segala kekurangan yang dimiliki, dan kamu baik-baik saja dengan itu. Jika kamu menemukan kekuatan dalam kerentanan, maka pengalaman ini juga telah membuatmu bijak dengan cara yang tidak biasa.
7. Belajar melepaskan

Semua manusia hidup dengan membawa beban di hidupnya, beban kesalahan di masa lalu, penyesalan, atau kehilangan hubungan. Beban ini dapat menghalangi kamu, bahkan membuat seakan tidak juga bergerak maju, dan menjalani hidup sepenuhnya. Namun, jika kamu sudah lebih menguasai seni melepaskan atau 'let it go' kamu akan lebih merasa terbebaskan. Melepaskan di sini bukan artinya melupakan atau mengabaikan pengalaman dari masa lalu kamu, tetapi tentang bagaimana cara kamu berdamai dengan hal itu.
Bagaimana kamu mehamami, bahwa menyimpan rasa sakit, benci, di dalam diri sendiri justru akan menghambat kemajuan diri. Ini tentang kamu berhasil melepaskan rasa sakit, rantai kesalahan, dan penyesalan yang terjadi di masa lalu. Dengan begitu, kamu bisa membiarkan dirimu melangkah ke masa depan tanpa merasa terbebani. Pengalaman ini mengajarkanmu kebijaksanaan, karena paham bahwa hidup hakikatnya tentang bergerak maju dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan melepaskan.
Kebijaksanaan lebih dari sekadar sekumpulan pengalaman, ini tentang makna dan pemahaman yang kamu peroleh dari pengalaman tersebut. Ini tentang perubahan yang terjadi akibar serangkaian pengalaman yang sudah kamu alami, kemudian bagaimana akhirnya pengalaman-pengalaman itu membentu perspektif tentang dunia serta orang-orang yang ada di sekitar.
Jadi, kebijaksanaan tidak lahir dari usia atau pendidikan, tetapi kehidupan dan pengalaman naik turunnya kehidupan tersebut.