7 Istilah Gaul di Bulan Ramadan yang Viral di Sosmed

Bulan Ramadan selalu menjadi waktu yang dinanti, penuh dengan kesempatan untuk meningkatkan ibadah dan mempererat hubungan sosial. Selain itu, Ramadan juga sering kali menghadirkan suasana yang lebih santai dan penuh kebersamaan, yang tak jarang tercermin dalam penggunaan bahasa gaul di sosial media. Istilah-istilah baru yang muncul setiap tahun ini seringkali memberikan warna tersendiri dalam percakapan seputar puasa.
Media sosial menjadi tempat utama bagi banyak orang untuk berbagi pengalaman selama bulan puasa. Tak hanya berbicara tentang ibadah atau kegiatan sehari-hari, banyak juga istilah gaul yang berkembang, memberikan sentuhan kekinian dalam percakapan. Istilah ini sering dipakai untuk menggambarkan kebiasaan, tantangan, atau hal-hal ringan yang terjadi selama Ramadan dengan cara yang lebih mudah diterima dan relatable.
Dalam kesempatan kali ini, kami membahas tujuh kata bahasa gaul yang sering digunakan selama bulan puasa. Simak ulasan lengkapnya dan temukan apakah kamu juga sering menggunakannya.
1. Mokel

Mokel adalah istilah yang sering terdengar selama bulan Ramadan, yang awalnya berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, namun kini telah digunakan di banyak daerah di Indonesia. Istilah ini merujuk pada tindakan membatalkan puasa sebelum waktunya atau berbuka tanpa alasan yang sah menurut ajaran Islam. Selain mokel, terdapat istilah lain yang memiliki makna serupa, seperti 'budi' atau buka diam-diam.
Istilah lain yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan serupa di bulan Ramadan antara lain:
- Godin: Istilah yang banyak dikenal di kalangan masyarakat Sunda.
- Mokah: Variasi lain dari kata mokel dalam bahasa Jawa.
- Budim: Singkatan dari "buka diam-diam".
Meskipun istilah-istilah ini berbeda, semuanya merujuk pada tindakan yang sama, yaitu membatalkan puasa dengan sengaja sebelum waktu berbuka yang sudah ditentukan. Dalam ajaran Islam, tindakan mokel atau membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah perbuatan yang dilarang dan dianggap dosa.
2. Maaf lakum lillahi ta'ala

Maaf lakum lillahi ta'ala artinya maafkan aku lillahi ta’ala memang belakangan viral di media sosial. Ungkapan ini mengajak orang untuk saling memaafkan, khususnya menjelang bulan Ramadan. Kalimat tersebut mengandung pesan yang dalam, yaitu permohonan maaf atas segala kesalahan, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini mengingatkan kita untuk memperbaiki hubungan dengan sesama dan memulai bulan suci dengan hati yang bersih.
Viralnya kalimat ini kemungkinan besar berkaitan dengan datangnya bulan Ramadan, yang merupakan waktu yang penuh berkah untuk introspeksi diri dan saling memaafkan. Banyak orang merasa terdorong untuk mengungkapkan permohonan maaf kepada orang lain, sebagai bagian dari upaya untuk memperoleh keberkahan di bulan yang suci ini. Ungkapan "maafkan lakum lillahi ta’ala" menjadi cara untuk menyampaikan niat baik dalam menyambut Ramadhan.
Selain itu, frasa "lillahi ta’ala" dalam kalimat ini menegaskan bahwa permintaan maaf tersebut disampaikan dengan niat ikhlas untuk Allah SWT. Dalam karya Quraish Shihab, "lillahi ta’ala" diartikan sebagai 'demi karena atau untuk Allah'. Hal ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu, sekecil apapun, telah diatur oleh Allah dalam firman-firmannya, dan meminta maaf kepada sesama adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah.
3. Ngabuburit

Perkembangan media sosial telah mempercepat pertukaran budaya dan bahasa antara berbagai negara, membawa pengaruh besar dalam menyebarkan istilah atau kebiasaan dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya adalah istilah "Ngabuburit" yang dikenal luas di Indonesia, khususnya menjelang waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan. Istilah ini kemudian muncul di media sosial dan menjadi pembicaraan di Malaysia, meskipun dengan makna yang sedikit berbeda.
Di Indonesia, istilah "Ngabuburit" berasal dari bahasa Sunda, yang menggambarkan aktivitas menunggu waktu berbuka puasa, seringkali dilakukan dengan cara bersantai, berkumpul bersama teman, atau sekadar berjalan-jalan. Istilah ini kini juga sudah tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan arti "menunggu adzan maghrib menjelang berbuka puasa." Namun, ketika istilah yang sama digunakan di Malaysia, ia membawa konotasi yang lebih sensitif, terutama terkait dengan bagian tubuh perempuan, yang membuat pengguna media sosial merasa bingung.
Karena media sosial dapat menyebarkan istilah dengan sangat cepat, hal ini menyoroti pentingnya untuk berhati-hati dan bijak dalam menggunakan kata-kata, terutama yang berkaitan dengan budaya dan bahasa yang berbeda. Istilah yang terlihat sama bisa memiliki makna yang sangat berbeda di berbagai negara, sehingga penting untuk saling menghargai perbedaan tersebut dan memahami konteks yang ada agar tidak terjadi kesalahpahaman.
4. Tadarus

Bulan Ramadhan sering disebut sebagai bulan penuh ibadah, di mana setiap amal perbuatan yang dilakukan dapat mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Amalan yang dianjurkan selama bulan suci ini adalah tadarus. Tadarus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kegiatan membaca Al-Quran yang bisa dilakukan sendiri maupun secara bersama-sama selama Ramadhan.
Tadarus bisa diartikan sebagai kegiatan membaca dan memahami Al-Quran bersama, yang dilakukan berulang-ulang. Pada masa Nabi Muhammad SAW, tadarus dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari membaca hingga khatam, menghafal, dan mempelajari isi kandungan Al-Quran.
Selain tadarus, ada pula amalan lain seperti bersedekah, membantu orang yang membutuhkan, dan melaksanakan sholat sunnah. Semua kegiatan ini menjadi sarana untuk berlomba meraih pahala dan rida Allah SWT.
5. Marhaban ya Ramadan

Marhaban Ya Ramadan adalah ungkapan dalam bahasa Arab yang digunakan umat Muslim untuk menyambut bulan suci Ramadan. Secara harfiah, Marhaban berarti selamat datang atau selamat bergabung, sementara Ya berarti wahai. Ramadan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriah yang merupakan bulan puasa bagi umat Islam.
Ungkapan ini dapat diartikan sebagai selamat datang wahai Ramadhan. Ini mencerminkan kegembiraan dan antusiasme umat Muslim dalam menyambut bulan penuh berkah. Marhaban ya Ramadan sangat populer dan sering diucapkan lewat sosial media untuk menyambut datangnya bulan ramadan.
Ramadan dianggap bulan istimewa karena alasan umat Muslim diwajibkan berpuasa, Al-Qur'an diturunkan, ada malam lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan, dan pahala ibadah dilipatgandakan. Dengan memahami makna Ramadan, kita bisa lebih menghargai ungkapan Marhaban Ya Ramadhan sebagai tanda kesiapan untuk menyambut bulan penuh berkah.
6. Tahrib

Tarhib Ramadan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sikap umat Muslim dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadan dengan penuh kegembiraan dan persiapan spiritual. Meskipun istilah ini mungkin masih asing bagi sebagian orang, konsepnya telah ada dalam ajaran Islam sejak lama. Tarhib berasal dari bahasa Arab yang berarti lapang atau terbuka, yang mencerminkan kesiapan untuk menerima bulan Ramadan dengan hati yang bersih dan pikiran yang terbuka.
Di Indonesia, tradisi menyambut Ramadan sering kali diisi dengan berbagai kegiatan budaya, seperti tradisi meggengan di Jawa atau munggahan di Sunda, yang sejalan dengan konsep tarhib Ramadan. Konsep ini mengajarkan umat Muslim untuk mempersiapkan diri secara spiritual agar dapat menjalani ibadah puasa dengan penuh ketulusan dan kesabaran.
Pada dasarnya, tarhib Ramadan mengajak umat untuk menyambut bulan Ramadan dengan hati yang lapang, penuh kebahagiaan, dan tanpa rasa keluhan. Ini merupakan bentuk persiapan mental dan spiritual untuk menghadapinya dengan penuh rasa syukur dan ikhlas. Amalan yang bisa dilakukan untuk menyambut bulan Ramadan antara lain membaca doa khusus atau memperdalam pemahaman tentang puasa.
7. Mudik

Mudik adalah tradisi pulang kampung yang sangat erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri di Indonesia setelah menempuh bulan Ramadan. Selain sebagai momen berkumpul bersama keluarga, Mudik juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam. Istilah Mudik sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "Mulih Disik" atau pulang sebentar, dan juga berasal dari bahasa Betawi yang berarti "Mulang ke Udik" atau pulang ke kampung halaman.
Namun, meskipun mudik memiliki banyak nilai positif, seperti mempererat silaturahmi, tradisi ini juga memiliki tantangan tersendiri, seperti kemacetan dan potensi kecelakaan. Oleh karena itu, keselamatan harus menjadi prioritas utama, dengan mematuhi aturan lalu lintas dan memastikan perjalanan aman agar mudik tetap bisa dinikmati oleh semua orang.
Kata-kata di atas tidak hanya populer di kalangan remaja, tetapi juga mulai banyak digunakan oleh berbagai kalangan, memperkaya percakapan sehari-hari di sosial media.