Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi merasa gagal (pexels.com/Cottonbro studio)
ilustrasi merasa gagal (pexels.com/Cottonbro studio)

Siapa yang mau dihadapkan kemungkinan terburuk? Situasi seperti ini sangat dihindari. Tapi apakah kita sudah mampu mengantisipasi kemungkinan tersebut? Atau malah terjebak kegagalan berulang kali?

Mengalami kegagalan terlalu sering, sudah saatnya kita introspeksi. Barangkali ada penyebab tertentu yang membuat seseorang gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk. Entah karena kebiasaan ceroboh, atau memang kurang cermat dalam menganalisis risiko. Mari pahami tujuh sebab dalam ulasan di bawah ini.

1. Memiliki sikap optimis berlebihan

ilustrasi sosok optimis (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Seberapa sering kamu gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk? Jika ini terjadi sekali dua kali mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi perlu berpikir ulang ketika kegagalan terjadi terlalu sering. Sudah saatnya kita melakukan refleksi diri.

Kegagalan mengantisipasi kemungkinan terburuk bisa dipicu oleh sikap optimis berlebihan. Karena terlalu percaya diri, tanpa sadar kita meremehkan persoalan-persoalan kecil. Bahkan terlalu percaya segala sesuatunya akan berjalan lancar sehingga tidak mempersiapkan rencana cadangan.

2. Dipengaruhi oleh pengalaman yang minim

ilustrasi merasa bingung (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kegagalan mengantisipasi kemungkinan terburuk memang menjadi sisi yang harus dihindari. Karena ini yang menjadi pemicu awal kehancuran rencana. Bahkan membawa permasalahan dalam jangka panjang. Tapi di balik itu, juga ada hal yang menarik untuk diketahui.

Kira-kira, mengapa seseorang gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk? Sangat mungkin dipengaruhi oleh pengalaman yang minim. Akibatnya,  dihadapkan kebingungan dan kesalahpahaman. Jika sudah seperti ini, keputusan yang diambil justru tidak efektif.

3. Disebabkan oleh keterbatasan informasi

ilustrasi bingung (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Informasi menjadi bagian penting jika kita ingin meraih keberhasilan. Setidaknya bisa menjadi pedoman awal dalam menyusun rencana dan strategi. Tapi yang terjadi di lapangan, masih banyak orang mengalami keterbatasan informasi.

Faktor-faktor tersebut menjadi sebab seseorang gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk. Keterbatasan informasi membuat seseorang tidak mampu mengambil keputusan yang relevan. Bahkan sulit mengambil langkah antisipasi yang efisien.

4. Terbiasa bertindak ceroboh

ilustrasi bertindak ceroboh (pexels.com/acan tami)

Seringkali kita dibuat heran dengan kemungkinan buruk yang selalu terjadi. Seolah tidak ada antisipasi yang dilakukan sebelumnya. Tentu ada fakta menarik yang perlu dibahas dalam poin ini. Mengapa seseorang mengalami kendala terus-menerus?

Diantara sebabnya adalah terbiasa bertindak ceroboh. Kita terlalu gegabah dan tidak memiliki pemikiran dalam jangka panjang. Kecerobohan mendatangkan situasi dan persoalan rumit setelahnya. Tahan situasi kaca tersebut akan bertahan dalam waktu lama.

5. Terjebak standar perfeksionis yang tinggi

ilustrasi sosok perfeksionis (pexels.com/Cottonbro studio)

Bolehkah kita memiliki standar perfeksionis atas suatu pencapaian? Jawabannya boleh-boleh saja. Tidak ada yang salah dengan keinginan meraih pencapaian sempurna. Di sisi lain, kita juga harus menjaga standar tersebut agar tetap sesuai batas yang wajar.

Karena terjebak standar perfeksionis yang tinggi justru menjerumuskan diri sendiri. Kita sering gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk. Ketika standar perfeksionis tidak tercapai, keinginan menyerah muncul sehingga tidak memiliki semangat berbenah.

6. Terlalu mengikuti arahan orang lain

ilustrasi mengobrol (pexels.com/Henti-Mathieu-saint-laurent)

Boleh-boleh saja kita mengikuti arahan orang lain dalam menghadapi suatu permasalahan. Tapi tidak semua arahan orang lain mampu menyelesaikan masalah. Kita harus memiliki ketegasan sendiri agar tidak mudah terombang-ambing.

Jangan heran dengan orang-orang yang selalu gagal mengantisipasi kemungkinan terburuk. Mereka ini tipe orang yang terlalu mengikuti arahan orang lain. Bahkan tidak memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bersifat pribadi.

7. Tidak mampu berpikir logis dan realistis

ilustrasi pusing bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tidak seorangpun dari kita berharap menghadapi kemungkinan terburuk. Jika memang bisa dicegah, tentu harus bisa meminimalisir sejak awal. Tapi apa jadinya ketika kita tidak mampu berpikir logis dan realistis?

Di sinilah persoalan yang akan terjadi. Seseorang tidak mampu memahami informasi dengan benar. Dalam mengambil keputusan lebih mendahulukan prasangka negatif daripada pemikiran yang jernih. Akibatnya, keputusan diambil bersifat menjerumuskan.

Kegagalan mengantisipasi kemungkinan terburuk bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Terkadang, juga berasal dari sikap optimis dan perfeksionis yang berlebihan. Atau memang dipengaruhi oleh pola pikir dan sudut pandang. Tentu ini menjadi bahan pertimbangan tersendiri agar kita mampu mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih matang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team