Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi lelah bekerja (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi lelah bekerja (pexels.com/Karolina Grabowska)

Menjadi tulang punggung keluarga berarti seseorang bekerja bukan hanya untuk dirinya sendiri. Ia harus menghidupi sejumlah orang dalam keluarganya seperti pasangan, anak, orangtua, serta saudara. Terbayang, kan, betapa berat bebannya?

Penghasilan satu orang mesti dibagi-bagi sesuai jumlah tanggungannya. Makin banyak anggota keluarga yang harus dinafkahi, makin terkuras energi pencari nafkah. Ia akan pontang-panting demi mengumpulkan lebih banyak uang.

Ini membuat tulang punggung keluarga selalu rentan stres. Harus ada sikap pengertian dari keluarga serta ketegasan dari sang pencari nafkah utama. Kesehatan mental tulang punggung keluarga akan terganggu bila tujuh hal ini diabaikan.

1. Anggota keluarga jangan manja dan banyak permintaan

ilustrasi pasangan (pexels.com/SHVETS production)

Sikap manja dan suka menuntut membuat seorang tulang punggung keluarga seperti ditarik ke sana kemari sampai ia sulit melangkah lalu terjatuh. Misalnya, pasangan minta liburan terus. Anak merengek minta mainan yang mahal-mahal.

Sedang orangtua ingin merenovasi rumah. Mertua pun menunggu jatah bulanan. Sementara itu, adik mendesak untuk dibelikan kendaraan. Bayangkan betapa tertekannya tulang punggung keluarga jika begini. Semua orang terasa sebagai benalu dalam hidupnya.

2. Pahami bahwa tulang punggung keluarga juga lelah fisik serta psikis

ilustrasi lelah bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Pencari nafkah satu-satunya dalam keluarga bukanlah manusia yang amat tangguh. Dia manusia biasa yang bisa capek badan maupun pikiran. Hindari memperlakukannya seakan-akan ia harus terus bekerja.

Bila seorang tulang punggung keluarga sampai mengeluh, berarti beban itu sudah terlalu besar buat ditanggungnya sendiri. Jangan bersikap tak peduli dengan berdalih semua itu telah menjadi tugasnya. Dengarkan keluhannya, pikirkan solusinya, kemudian ambil tindakan nyata untuk menghentikan penyebab kelemahannya.

3. Siapa pun yang dalam keadaan mampu harus bekerja

ilustrasi bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Zaman sekarang mencari uang makin banyak caranya. Tidak perlu menunggu lulus kuliah atau hanya mengandalkan pekerjaan kantoran. Modal media sosial pun bisa menjadi uang.

Jadi, tak ada alasan buat anggota keluarga gak mau bekerja. Selama tidak ada kendala kesehatan yang terlalu besar, orang pasti dapat mencari nafkah. Tinggal ada kemauan atau tidak.

4. Hargai setiap usaha dan pemberiannya

ilustrasi memberi hadiah kepada anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sudah bekerja capek-capek dan menunjukkan kepedulian dengan memberikan uang atau hadiah buat keluarga, tapi apa yang dia dapat? Jangan sampai ia memperoleh ucapan terima kasih pun tidak. Pemberiannya malah dipandang negatif.

Seperti uangnya kurang banyak atau hadiahnya tak sesuai dengan keinginan penerima. Siapa pun bakal kesal sekali bila diperlakukan begini. Kasih sayang dalam keluarga seperti hanya mengalir darinya, sedangkan mereka tak sedikit pun peduli padanya.

5. Sesukses apa pun dia, jangan ada niat selamanya bergantung padanya

ilustrasi lelah bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Mentang-mentang ada satu orang yang kariernya paling bagus, semua anggota keluarga lantas begitu bergantung padanya. Mereka gak mau bekerja atau bekerja tetapi tetap saja tak bisa mandiri. Apa-apa masih minta jatah pada saudara yang paling sukses.

Bukan begini sikap yang suportif terhadap saudara. Dia yang paling berhak atas hasil kerja keras itu. Siapa pun tidak boleh seenaknya mau terus ikut menikmati buah peluhnya. 

6. Beri kesempatan untuknya menyenangkan diri sendiri

ilustrasi perempuan bahagia (pexels.com/Los Muertos Crew)

Dengan beban berat yang dipikul tulang punggung keluarga, ia membutuhkan refreshing. Namun lantaran setiap hari dia sudah memikirkan setiap anggota keluarga, berilah ia kesempatan buat menyenangkan diri sendiri. Jangan minta ikut terus saban dia hendak berlibur.

Itu kesempatan untuknya sejenak melepaskan diri dari besarnya beban sebagai tiang keluarga. Biarkan dia bersenang-senang sendiri atau bersama teman-temannya. Menjadi tulang punggung keluarga hendaknya tak merampas seluruh kebebasannya sebagai pribadi.

7. Tulang punggung keluarga juga harus mampu tegas pada saudara-saudaranya

ilustrasi stres (pexels.com/Mikhail Nilov)

Bukan cuma anggota keluarga yang wajib mengembangkan sikap pengertian serta suportif pada tulang punggung keluarga. Dia sendiri juga wajib mampu bersikap tegas pada saudara bahkan mungkin orangtuanya. Kalau permintaan mereka makin aneh-aneh, tolak saja.

Misalnya, adik yang sudah besar, tetapi ogah bekerja dan suka minta uang untuk keperluan yang gak jelas. Jangan terus-menerus memberinya. Ini tidak mendidik dan ke depan bakal kian memberatkan bagi tulang punggung keluarga.

Keliru jika menganggap kesediaan seseorang menjadi tulang punggung keluarga sebagai bentuk baktinya. Lihat-lihat dulu situasinya. Bila dalam satu rumah, orang dewasa yang sehat jasmani dan rohani bukan cuma dia, kenapa gak kerja sendiri-sendiri saja? Jangan bersikap toksik pada saudara sendiri, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team