ilustrasi selalu ceria (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Dalam bahasa Arab, marah disebut sebagai ghadzab. Nabi Muhammad SAW berpesan agar umatnya menjauhkan diri dari sifat amarah. Dari Abu Hurairah RA, diketahui, Rasulullah SAW bertemu dengan seorang pria yang meminta nasihat kepadanya.
"Wahai, Rasulullah, perintahkan aku untuk mengerjakan amalan baik yang kuanggap sedikit (tidak menyita waktu)!" pinta orang itu. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Jangan marah!" Sabda ini beliau ulangi berkali-kali tiap orang itu mengajukan pertanyaan yang sama. "Jangan marah!'
Menurut Imam Al-Ghazali, kekuatan marah terletak dalam lubuk hati setiap manusia. Marah adalah seberkas api dari neraka Allah yang menyala-nyala dan membakar hati manusia. Biasanya, mata akan memerah kalau kita sedang marah. Sikap marah menyeret kita ke dalam urat nadi setan, karena setan berasal dari api.
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan, marah tidak bisa dihilangkan sama sekali, tetapi bisa dilemahkan atau ditahan dengan jalan latihan. Jalan latihan itu, misalnya dengan mujahadah, artinya membiasakan diri berbuat lembut dan menyimpan rasa marah.
Ketika kamu marah, darah akan langsung mengalir ke frontal cortex dan mengurangi kemampuan berpikir secara rasional pada seseorang. Oleh karena itu, ketika marah banyak orang yang bertindak tidak rasional dan akhirnya menyesal. Jika marah, sebaiknya hitung dari satu sampai sepuluh sebelum bertindak, karena kemampuan otak untuk berpikir rasional sedang tidak optimal.
Imam Ghazali menyarankan, bila kita sedang marah segeralah berwudhu. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW. Selain itu, cara lainnya bisa dengan mengucapkan ta'awwudz (berdoa agar dijauhkan dari setan). Sebab, marah itu berasal dari setan.