Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!

Lima perempuan muda yang berdampak di bidang masing-masing

Global Shapers merupakan wadah jejaring bagi anak muda untuk memberikan dampak positif di lingkungannya. Sebagai bagian dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF), Global Shapers Jakarta Hub turut membantu mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan melalui beberapa proyek.

Global Shapers percaya bahwa inklusivitas penting untuk mewujudkan solusi dalam suatu komunitas. Semua orang bisa menjadi pahlawan yang berkontribusi merealisasikan perubahan baik sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Untuk itu, Global Shapers membagikan 5 cerita seru dan inspiratif Indonesian Global Shapers Heroes dari lintas profesi dan kalangan. Para penggerak perubahan positif ini terjun langsung dalam beragam bidang, seperti edukasi, kesehatan, lingkungan; hak & kesetaraan gender; dan disabilitas, melalui prestasi yang mereka torehkan. Simak kesembilan cerita seru para pahlawan Global Shapers berikut ini.

1. Ni Wayan Sariani

Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!Ni Wayan Sariani (dok. Global Shapers)

Ni Wayan Sariani sudah memiliki hasrat menjadi guru sejak ia duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Perempuan yang akrab disapa Sani ini, memiliki pengalaman yang menyenangkan sehingga ia selalu bersemangat untuk bertemu guru saat memasuki TK B. Momen itulah yang menjadi titik awal keinginannya menjadi seorang pengajar hingga akhirnya memantapkan niat menjadi guru Bahasa Inggris.

Perempuan yang terpilih sebagai kandidat 15 besar Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional ini, percaya bahwa guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa. Sani mengatakan, “Tapi, jangan bilang bahwa ‘kita cuma guru’. Tonggak bangsa ini ya bergantung sama tenaga pendidik."

Kini, sudah delapan tahun Sani mengajar di One Earth School, Bali. Sebagai guru, tentu Sani harus beradaptasi dengan kebutuhan emosional dan sosial pada murid-muridnya di berbagai tahapan dari SD hingga SMA.

Berbekal pengalaman, Sani tergabung dalam Guru Penggerak angkatan pertama, sebuah program kepemimpinan yang menyaring guru-guru terbaik di Indonesia. Program ini akan memberikan pelatihan intensif untuk jadi pemimpin sekolah di masa depan. Dari program tersebut, Sani tergerak mengimplementasikan pembelajaran berpusat pada murid serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. 

“Menjadi guru bagi saya bukanlah sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of heart and feelings untuk para murid," ungkapnya.

Berprofesi sebagai guru menjadikannya pribadi yang lebih bijaksana. Ke depannya, Sani ingin terus memperdalam ilmunya dengan melanjutkan studi serta gak menutup kemungkinan untuk bergabung dengan komunitas edukasi.

“Saya ingin menginspirasi murid-murid saya bahwa guru mereka pun harus terus menjadi pembelajar sepanjang hayat," pesannya.

2. Juju Sukmana

Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!Juju Sukmana (dok. Global Shapers)

Juju Sukmana dikenal sebagai ibu dari seorang anak berkebutuhan khusus. Perempuan yang akrab disapa Bunda Juju ini, sering mendapatkan stigma negatif yang menjatuhkan mentalnya. Lantas, hal itu membuatnya melihat bahwa dunia ini tidak adil karena sang anak juga merasa ditolak oleh lingkungan hingga terpikir untuk mengakhiri hidup. 

Bunda Juju akhirnya memilih untuk pindah dan membesarkan anaknya di Amerika hingga bisa tumbuh berkembang dengan baik. Ia mulai percaya bahwa dirinya tidak sendirian, ada orangtua lainnya yang mengalami hal sama.

Bunda Juju beranggapan bahwa setiap anak berkebutuhan khusus memerlukan akses terapi yang terjangkau. Sayangnya, biaya yang mahal jadi hambatan terbesar. Hatinya mulai tergerak ketika ia mendapati seorang ibu yang sudah lama tidak mengantarkan anaknya untuk mengikuti terapi karena gak sanggup membayar terapi.

Berangkat dari keresahan itu, Bunda Juju belajar di Yayasan Rumah Autis, Bekasi, dan kemudian secara resmi mendirikan Yayasan Biru Autis Indonesia yang berpusat di Bandung pada 2017. Bunda Juju merekrut anak-anak muda sebagai relawan untuk meriset data anak-anak berkebutuhan khusus.

Ia juga aktif menyuarakan kondisi terkini dan kebutuhan anak-anak disabilitas kepada pemerintah. Ketekunannya berbuah manis ketika walikota Bandung mendeklarasikan Bandung sebagai kota pendidikan inklusif. Terbit juga peraturan walikota mengenai penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus.

Bagi Bunda Juju dan rekan-rekannya, kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas dan penghapusan stigma yang melekat di sekitarnya, bukanlah semata-mata tugas pemerintah, melainkan kewajiban yang harus diemban oleh setiap manusia.

“Kalau anak muda mau dan dilakukan secara masif, saya rasa permasalahan sosial, termasuk permasalahan disabilitas ini, bisa cepat kebantu,” tambahnya.

Yayasan Biru Autis Indonesia menerapkan metode yang lebih interaktif untuk anak berkebutuhan khusus. Anak-anak akan ditanamkan nilai edukasi, terapi, dan kegiatan, yang sesuai minat dan bakat mereka. 

Kini, fokus Bunda Juju dan Yayasan Biru Autis Indonesia adalah menghilangkan stigma mengenai anak-anak berkebutuhan khusus. Stigma akan terkikis perlahan dengan adanya awareness yang tinggi dari masyarakat, anak muda, dan pemerintah yang bisa merumuskan kebijakan inklusif bagi penyandang kebutuhan khusus.

3. Scholastika Konsina Nino

Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!Scholastika Konsina Nino (dok. GLobal Shapers)

Scholastika Konsina Nino atau akrab disapa Cony, telah berprofesi sebagai seorang bidan selama 27 tahun. Dedikasinya begitu tinggi dengan menjadi bidan untuk tujuh desa di sebuah pulau terpencil. Dalam satu hari, Cony bisa membantu kurang lebih 10 ibu bersalin dengan fasilitas yang terbatas.

“Puji Tuhan, tidak ada yang meninggal di tangan saya,” jelasnya.

Saat ini, Cony berposisi sebagai sekretaris di 2H2 Center di Larantuka, Flores Timur. Dia terpanggil berkontribusi nyata untuk bekerja di 2H2 Center. Sebelum ada 2H2 Center, banyak sekali ibu yang meninggal di Flores Timur sehingga banyak anak-anak gak sempat melihat dan mengenali siapa ibu mereka. 

dm-player

Berdirinya 2H2 Center jadi tonggak perubahan karena tingkat kematian ibu akibat proses persalinan dapat diredam. Cony mengatur logistik, transportasi dengan kapal, dan berkomunikasi bersama pihak puskesmas serta rumah sakit untuk melancarkan proses persalinan para ibu. Kini, di Flores Timur, sejumlah 4.000-an ibu pada setiap tahunnya dapat melalui persalinan dengan baik. 

H2 Center sendiri ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat para ibu. Sebelumnya, banyak dari mereka yang melewati proses persalinan di rumah, tidak jarang harus melakukannya di tanah beralaskan tikar lewat bantuan seorang dukun.

“Semua orang harus berpikir bahwa perempuan adalah ibu yang melahirkan generasi penerus bangsa. Orang-orang di 2H2 Center adalah orang-orang yang mau bekerja,” kata Cony.

Cony merupakan bukti nyata komitmen seorang bidan untuk menyelamatkan nyawa sekalipun di tengah keterbatasan dan kesakitannya. Cony melihat bahwa para bidan membutuhkan motivasi, terutama mereka yang bertempat di daerah untuk bisa membantu para ibu dalam persalinan.

“Saya tidak punya uang, saya tidak punya apa pun, tapi saya punya satu, saya punya semangat. Saya masih punya kepedulian,” jawab Cony.

Baca Juga: Pelajaran Hidup yang Bisa Diambil dari Irawati Puteri, Inspiratif! 

4. Nissi Naibaho

Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!Nissi Naibaho (instagram.com/felstarnissi)

Nissi Naibaho merupakan pekerja lepas yang menarik perhatian besar dalam bidang lingkungan dan inklusivitas. Nissi pun aktif terlibat dalam aktivitas filantropis, seperti kesejahteraan teman-teman disabilitas. Bersama dua rekannya, Nisi membangun Feminis Themis, yakni komunitas feminis tuli yang menyuarakan nilai-nilai edukatif bagi masyarakat tentang diskriminasi dan kekerasan seksual yang dialami oleh teman-teman tuli.

“Faktor utamanya adalah ketiadaan akses informasi. Feminis Themis gak hanya berfokus sama kesetaraan gender, tapi juga kekerasan seksual yang terjadi dengan teman-teman tuli. Di Hari Perempuan Nasional 2020, Feminis Themis berdiri,” ucap Nissi.

Banyak teman tuli yang tidak mengerti tentang consent. Pemahaman terhadap kekerasan dan pelecehan seksual sangat kurang. Bahkan, mereka tidak sadar telah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Di samping itu, teman tuli tidak mengerti bagaimana menceritakan hal tersebut. Hal ini mendorong Nissi untuk bekerja sama dengan juru bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi dengan teman-teman tuli. Feminis Themis percaya bahwa untuk mewadahi teman-teman tuli bercerita, ruang yang aman dan nyaman mesti diwujudkan.

“Banyak sekali masalah yang kami hadapi, sehingga penting kami mulai dari edukasi terlebih dahulu. Maka dari itu, banyak kami ajarkan mengenai consent contohnya. Mereka mempunyai pengalaman sebagai victim, minimal mereka memahami cara menyampaikan hal tersebut dengan jelas, banyak teman-teman yang tidak menyadari bahwa mereka sebenernya victim karena belum sadar. Kami mencoba untuk mengedukasinya,” jelas Nissi.

Namun, Nissi dihadapkan kendala bahwa bahasa isyarat di setiap daerah memiliki perbedaan sehingga tidak semua orang mengerti apa yang ia sampaikan.

“​​Kami punya visi bahwa ke depannya Feminis Themis akan punya perwakilan di tiap daerah. Sehingga, ketika menghadapi sebuah pelatihan, ada delegasi yang bisa ngasih edukasi. Sekarang ini fokusnya masih di Jawa dan harapannya bisa meluas ke daerah lainnya. Itu yang sedang kami fokuskan,“ kata Nissi.

Untuk itu, Feminis Themis tengah mencari perwakilan dari daerah-daerah di Indonesia untuk jadi local leaders. Feminis Themis harus melebarkan sayap lebih luas lagi untuk meningkatkan cakupannya. Pada 2025, Feminis Themis merencanakan sebuah konferensi yang mewadahi teman-teman tuli saling berdiskusi dan menyampaikan gagasan mereka terkait identitas serta kesetaraan gender. 

“​​Banyak masyarakat tuli di Indonesia yang butuh di-support. BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) pun berbeda, jadi banyak miskonsepsi yang membuat rekan-rekan tidak mendapatkan pemaparan bahasa yang layak,” tutup Nissi.

5. Nadia Imani Witadhea

Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!Nadia Imani Witadhea (linkedin.com/nadiaimani)

Imani Witadhea merupakan salah satu Co-Founder sekaligus Head of Advisory Council dalam Hope Helps Network di kampusnya. Hope Helps Network merupakan lembaga dengan visi memberantas kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi telah berdiri di beberapa kampus lain di Indonesia.

Ketertarikan Nadia terhadap isu kekerasan seksual sudah tumbuh sejak di bangku SMA. Selama ini, Nadia memandang bahwa kekerasan seksual terlalu fokus pada aktivitas seksual, bukan tidak kekerasannya. Itu sebabnya, melalui Hope Helps, Nadia mempelajari bentuk-bentuk dan beberapa cara untuk mencegah tindak kekerasan seksual, memberikan penyuluhan, dan membantu teman-teman yang mengalami kekerasan seksual.

Nadia memahami bahwa dibutuhkan lingkungan yang saling mendukung agar penyintas berani melapor. Hope Helps merupakan lembaga yang melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Hope Helps melakukan advokasi pendampingan penyintas dan menyediakan wadah pelaporan melalui saluran siaga (hotline) WhatsApp dan surel. 

Hope Helps telah bekerja sama dengan beberapa psikolog. Setelah itu, laporan akan disusun secara kronologis dan Hope Helps akan menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko untuk penyintas. Hope Helps pun telah terkoneksi dengan beberapa lembaga bantuan hukum.

“Kami, Hope Helps, hadir sebagai teman untuk para korban. Kami menyediakan segala akses yang dibutuhkan korban untuk mendapatkan keadilan,” tambah Nadia. 

Salah satu tantangan yang Nadia hadapi di Hope Helps UGM adalah birokrasi kampus yang cukup berbelit dan adanya oknum yang memojokkan korban. Bekerja secara sukarela dalam Hope Helps UGM juga membutuhkan keteguhan emosional karena bisa memantik pengalaman traumatis. Namun, ketika Nadia teringat akan alasan-alasan mulia yang mendorongnya untuk aktif dalam lembaga ini, segala letih dan lelahnya dapat teratasi.

Nadia pun berkomitmen untuk terus berpikiran terbuka dan mengedepankan empatinya sehingga bisa membantu para penyintas kekerasan seksual. Nadia berharap bisa berkontribusi di wadah lainnya untuk memberantas tindak kekerasan seksual di Indonesia.

“Harapan aku, makin banyak orang Indonesia yang paham dengan konsep ‘izin’ atau consent karena sering kali itu adalah akar dari permasalahan kekerasan seksual. Terus, semoga kita juga bisa berhenti menghakimi korban. Terakhir, aku juga pengen wadah pelaporan kekerasan seksual bisa lebih berpihak kepada korban, sehingga korban gak perlu menjadi korban lagi karena penegak hukum yang diskriminatif," tuturnya.

Itulah perjalanan hidup 5 Srikandi muda yang bisa memberikan dampak positif bagi sekitarnya. Semoga kisahnya bisa menginspirasi kamu, ya. Terima kasih, Global Shapers Heroes!

Baca Juga: Kisah Inspiratif Ayu Purwarianti, Perempuan Tangguh di Balik Prosa.ai

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya