Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Alasan Kenapa Kebiasaan Baik Susah Dibentuk dan Kebiasaan Buruk Mudah

ilustrasi bersantai (pexels.com/Dana Tentis)

Setiap orang pasti pernah merasakan betapa sulitnya membentuk kebiasaan baik, sementara kebiasaan buruk sering kali terbentuk dengan cepat dan mudah. Contohnya, kamu mungkin pernah mencoba berolahraga rutin, makan sehat, atau tidur lebih awal, tapi rasanya butuh usaha yang luar biasa.

Sebaliknya, kebiasaan buruk seperti makan junk food, menunda pekerjaan, atau begadang, kerap terbentuk tanpa kamu sadari. Kenapa bisa begitu? Nah, artikel ini akan membahas alasan di balik fenomena tersebut.

1. Kebiasaan buruk memberikan imbalan instan

ilustrasi fast food (pexels.com/Engin Akyurt)

Kebiasaan buruk seperti makan junk food atau begadang memberikan kepuasan langsung. Makan makanan cepat saji misalnya, memberikan rasa lezat yang bisa langsung kamu nikmati, meskipun efek jangka panjangnya buruk. Begadang untuk menonton film atau main game juga memberikan hiburan dan rasa nyaman secara instan. Otak kita sangat menyukai imbalan yang cepat ini, sehingga lebih mudah untuk mengulanginya lagi dan lagi.

Di sisi lain, kebiasaan baik seperti makan makanan sehat atau olahraga, membutuhkan waktu sebelum kamu bisa merasakan manfaatnya. Tubuh kamu gak akan langsung terasa lebih bugar setelah satu kali olahraga, dan makanan sehat mungkin gak memberikan sensasi lezat secepat ataupun setara dengan junk food. Disebabkan otak lebih fokus pada imbalan instan, kebiasaan buruk cenderung lebih cepat terbentuk dibandingkan kebiasaan baik.

2. Kebiasaan buruk sering kali lebih mudah dilakukan

ilustrasi nonton film (pexels.com/Andres Ayrton)
ilustrasi nonton film (pexels.com/Andres Ayrton)

Kebiasaan buruk biasanya gak memerlukan banyak usaha. Misalnya, memilih makanan cepat saji lebih mudah daripada harus memasak makanan sehat sendiri. Menunda pekerjaan atau tugas juga lebih gampang dilakukan dibandingkan dengan langsung menyelesaikannya. Aktivitas-aktivitas ini gak membutuhkan banyak energi atau perencanaan, sehingga kita lebih mudah tergoda untuk melakukannya.

Sebaliknya, kebiasaan baik seperti bangun pagi, olahraga, atau menjaga pola makan sehat, memerlukan usaha dan perencanaan. Kamu harus mengatur waktu, memotivasi diri sendiri, dan mungkin mengorbankan kenyamanan jangka pendek untuk manfaat jangka panjang. Proses ini membuat kebiasaan baik terasa lebih berat untuk dilakukan dan dibangun.

3. Otak lebih cepat belajar dari pengalaman yang tidak menyenangkan

ilustrasi minuman manis (pexels.com/RODNAE Productions)

Otak manusia dirancang untuk menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan. Ketika kamu menyentuh benda panas dan merasa sakit, otak langsung belajar untuk gak mengulanginya lagi. Kebiasaan buruk seperti makan terlalu banyak gula atau tidak berolahraga gak memberikan rasa sakit yang langsung terasa, sehingga otak tidak segera menangkap bahwa perilaku tersebut berbahaya. Ini membuat kebiasaan buruk terus berlanjut meskipun dampak negatifnya baru terasa di masa depan.

Sebaliknya kebiasaan baik yang butuh usaha keras seperti berolahraga, kadang justru membuat kamu merasa lelah atau sakit setelahnya. Meskipun manfaat kesehatan baru akan kamu rasakan di kemudian hari, otak lebih mudah ‘terpukul’ oleh ketidaknyamanan jangka pendek. Inilah alasan mengapa kebiasaan baik sulit terbentuk.

4. Prokrastinasi sebagai contoh kebiasaan buruk yang umum

ilustrasi prokrastinasi (unsplash.com/Magnet.me)

Siapa yang gak pernah menunda-nunda pekerjaan? Prokrastinasi adalah kebiasaan buruk yang sangat umum, dan ini sangat mudah terbentuk karena memberikan rasa lega secara instan. Ketika menunda pekerjaan, kamu mendapatkan ‘istirahat’ sejenak dari stres atau beban tugas. Rasa lega ini sangat menggoda sehingga otak terus-menerus mengulanginya, bahkan ketika kamu tahu bahwa menunda pekerjaan hanya akan memperburuk situasi di kemudian hari.

Kebiasaan baik seperti menjadi lebih proaktif atau terorganisir di sisi lain, memerlukan disiplin dan ketekunan yang konsisten. Manfaatnya mungkin gak langsung terasa, sehingga lebih sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang.

5. Kurangnya penguatan langsung dari kebiasaan baik

ilustrasi olahraga lari (pexels.com/RF._.studio)

Alasan terbesar mengapa kebiasaan baik susah dibentuk adalah kurangnya penguatan langsung. Misalnya, ketika kamu menabung uang atau berolahraga, kamu gak langsung melihat hasilnya. Tubuh kamu gak akan langsung terlihat lebih fit setelah satu sesi olahraga, dan kamu juga gak langsung kaya hanya karena menabung satu kali.

Kebiasaan buruk sebaliknya, sering memberikan kepuasan langsung. Makan makanan cepat saji memberikan rasa enak segera setelah gigitan pertama, atau menunda pekerjaan memberikan perasaan santai sejenak. Otak kita lebih mudah terhubung dengan hasil yang cepat dan langsung, itulah sebabnya kebiasaan buruk lebih mudah terbangun.

Pada dasarnya, kebiasaan buruk lebih mudah terbentuk karena mereka memberikan kepuasan instan dan lebih sedikit memerlukan usaha. Sementara itu, kebiasaan baik memerlukan kesabaran dan dedikasi karena manfaatnya sering kali baru terlihat setelah waktu yang cukup lama.

Untuk membentuk kebiasaan baik, kamu perlu memberikan penguatan positif secara langsung, baik melalui perasaan puas dari usaha yang kamu lakukan, atau dengan cara-cara lain seperti memberi hadiah pada diri sendiri. Ingat, meskipun sulit, kebiasaan baik tetap sangat mungkin untuk dibentuk asalkan kamu konsisten dan gak mudah menyerah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
L A L A .
EditorL A L A .
Follow Us