Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Mengapa Gen Z Tidak Mengejar Dream Job, Ingin Seimbang!

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/Artem Podrez)

Generasi Z tumbuh di tengah perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang begitu cepat, membentuk cara pandang mereka terhadap dunia kerja secara unik. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering mengejar “dream job” atau pekerjaan impian, banyak Gen Z kini lebih realistis dan fleksibel dalam memilih karier.

Sebenarnya, fenomena yang merebak di kalangan gen Z ini banyak alasannya. Lantas, apa saja yang menjadi alasan mengapa Gen Z tidak mengejar dream job-nya? Cari tahu di sini!

1. Memprioritaskan stabilitas finansial di ketidakpastian ekonomi

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/Ivan Samkov)

Laporan penelitian terbaru 'Redefining 'Dream Jobs' dari The Prince's Trust dan LADbible Group, menyimpulkan bahwa generasi muda hanya merencanakan untuk jangka pendek, dengan latar belakang ketidakpastian ekonomi. Enam puluh persen anak muda mengatakan mereka perlu memprioritaskan pekerjaan apa pun daripada dream job mereka saat ini.

"Dalam iklim ekonomi saat ini, kaum muda memprioritaskan pekerjaan yang memberikan stabilitas keuangan, karena biaya hidup meningkat dan perencanaan jangka panjang terasa di luar jangkauan banyak orang," ungkap Lindsey Wright, Kepala Future Sectors di The Prince's Trust, mengutip laman LADbible Group. 

Laporan ini juga menunjukkan bahwa meskipun aspirasi dan harapan menurun di kalangan generasi muda ini, pekerjaan impian tidak ditinggalkan, tetapi didefinisikan ulang. Sangat penting bagi dunia kerja untuk terus mendukung kaum muda, terutama mereka yang menghadapi kesulitan saat mencapai potensi mereka.

2. Keinginan sukses yang lebih cepat

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di masa lalu, stabilitas pekerjaan adalah yang terpenting. Dream job dimaksudkan untuk bertahan seumur hidup, mendatangkan rasa hormat dan keamanan finansial. Pekerjaan pemerintah, karier di perbankan dan kedokteran, serta peran dalam konglomerat besar sangat dihargai.

Hanya saja, "dream job" tradisional seperti ini membutuhkan waktu panjang untuk mencapainya. Maka, dalam dua dekade terakhir, keinginan menggapai dream job dengan waktu yang lama telah menurun.

"Generasi muda mengoptimalkan apapun yang dapat menghasilkan lebih banyak uang sekarang, imbuhnya. Mereka tahu akan ada masa-masa sulit. Jadi, mereka ingin memanfaatkan kesuksesan yang cepat berlalu selagi masih ada. Ini adalah strategi untuk mengurangi risiko," jelas Taru Kapoor, mantan kepala Tinder di India dan Asia Tenggara, melansir laman Economic Times. 

Orang-orang menginginkan pertumbuhan yang cepat. Mereka menginginkan perusahaan yang menarik yang akan benar-benar sukses.

"Menurut laporan Handshake, minat mahasiswa terhadap perusahaan yang berkembang pesat telah menurun hingga 20 persen sejak musim panas lalu. Mereka mahasiswa mencari merek “yang telah teruji oleh waktu” seperti Raytheon, Capital One, dan Nike," ungkap Christine Cruzvergara, Chief Education Strategy Officer di Handshake, mengutip CNBC. 

3. Menolak hustle culture, lebih mengutamakan nilai

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Diketahui bahwa Gen Z mulai meninggalkan hustle culture atau budaya kerja keras, yang ditakuti dan lebih memilih pekerjaan yang lebih aman dan berjangka panjang, serta mereka tahu apa yang mereka inginkan dari atasan mereka. Gen Z tidak lagi ingin berpindah-pindah antara pekerjaan dan tempat kerja yang tidak sehat, yang tidak memenuhi etika dan tujuan karier.

Mereka menuntut rasa hormat, tujuan, dan kebebasan untuk menjalani kehidupan yang tidak bergantung pada pekerjaan. Alih-alih hanya mengejar gaji tinggi atau kemajuan karier, Gen Z semakin mencari pekerjaan yang sejalan dengan value yang dianut dan memungkinkan mereka memberikan dampak positif. 

Ditambah lagi, generasi ini juga telah menyaksikan dampak negatif budaya kerja keras pada generasi sebelumnya, khususnya kelelahan dan masalah kesehatan mental yang terkait dengan kerja berlebihan yang terus-menerus. Mereka secara aktif mencari pendekatan yang lebih berkelanjutan dan seimbang terhadap pekerjaan. 

4. Kesadaran akan work-life balance

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Salah satu faktor paling signifikan yang mendorong tren mengambil cuti adalah perubahan sikap terhadap work-life balance. Tidak seperti generasi yang lebih tua yang mungkin bangga karena tidak pernah mengambil cuti, Gen Z lebih cenderung memprioritaskan kesejahteraan mereka daripada bekerja, apa pun yang terjadi.

"E-mail larut malam dan pesan yang terus-menerus dapat mengaburkan batasan antara jam kantor dan waktu pribadi. Terutama di dunia kerja jarak jauh, tampaknya tugas-tugas terus didelegasikan sepanjang hari kerja, dan mungkin sulit untuk merencanakan sebelumnya dan mengalokasikan waktu dengan tepat untuk prioritas. Menetapkan batasan dan menghargai waktu pribadi dapat sangat membantu dalam mencegah kelelahan," jelas Luke Lintz, CEO dari HighKey Agency, melansir The Forage. 

Generasi ini tumbuh dengan kesadaran yang lebih besar akan masalah kesehatan mental dan pentingnya perawatan diri, kebebasan, serta mereka tidak malu untuk mempraktikkan prinsip-prinsip ini. Mereka sering melihat jadwal kerja yang kaku sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman dan lebih memilih pengaturan kerja fleksibel.

5. Kesulitan dalam menavigasi pasar kerja

Ilustrasi gen Z di tempat kerja (pexels.com/cottonbro studio)

Pasar kerja yang kompetitif dan tekanan untuk memenuhi harapan yang tinggi dapat membuat Gen Z sulit mendapatkan dream job. Ini membuatnya merasa bahwa mengejar dream job bukanlah pilihan realistis, apalagi jika peluangnya terbatas atau butuh modal besar.

Gen Z harus bersaing tidak hanya dengan sesama angkatan muda, tapi juga dengan yang memiliki lebih banyak pengalaman. Banyak Gen Z yang baru lulus atau belum memiliki pengalaman kerja yang memadai. Hal ini menjadi tantangan saat melamar pekerjaan, terutama jika perusahaan mencari kandidat dengan latar belakang pengalaman tertentu.

Banyak Gen Z yang juga ingin mengejar karier sesuai minat atau passion, namun realita tuntutan hidup dan finansial kadang memaksa mereka untuk memilih pekerjaan yang tidak sepenuhnya sesuai keinginan. Di samping itu, beberapa anak muda mungkin merasa ragu untuk mengejar dream job karena kurangnya kesempatan atau kurangnya keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk berhasil dalam peran tersebut. 

Meskipun konsep "dream job" tetap penting bagi Gen Z, jalan mereka untuk mencapainya seringkali dibentuk oleh perpaduan realitas ekonomi, budaya kerja, dan keinginan untuk pemenuhan kebutuhan pribadi. Mereka tidak serta-merta meninggalkan gagasan tentang dream job, tetapi justru mendefinisikannya ulang agar sesuai dengan nilai dan prioritas diri. Semoga pembahasan ini bermanfaat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us