Terkadang seseorang bisa terlihat sangat baik, peduli, dan selalu siap membantu orang lain. Namun di balik semua itu, ada satu hal yang sering tidak disadari: diri sendiri justru terus-menerus dikorbankan. Semua waktu, tenaga, dan perhatian diberikan demi membuat orang lain senang, bahkan ketika diri sendiri kelelahan secara fisik maupun emosional. Perilaku ini sering kali tidak muncul begitu saja, melainkan terbentuk dari pengalaman hidup yang panjang, penuh tekanan, dan rasa takut akan penolakan.
Ketika seseorang terlalu sibuk menyenangkan orang lain, identitas pribadi pun perlahan memudar. Bukan lagi bertanya “apa yang aku butuhkan?”, tapi selalu berpikir “apa yang orang lain harapkan dariku?”. Akibatnya, hidup terasa tidak utuh. Keputusan diambil bukan berdasarkan keyakinan pribadi, melainkan untuk menjaga citra atau menghindari konflik. Berikut lima alasan yang sering mendorong seseorang terjebak dalam pola seperti ini.