TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Sikap Bersumber dari Trauma Masa Lalu, Berdampak Buruk pada Relasi 

Perlu kamu selesaikan terlebih dulu

ilustrasi pasangan (pexels.com/SHVETS production)

Masa lalu yang belum benar-benar selesai dapat memberi trauma yang berdampak buruk bagi setiap aspek kehidupan. Salah satunya, dalam membangun hubungan. Cara mengidentifikasinya ialah dari sikap atau cara seseorang meresponi masalah yang ada.

Jangan salah, akan terlihat berbeda antara orang yang sudah selesai dengan masa lalunya dengan orang yang masih menyimpan trauma. Seperti yang ditunjukkan pada empat sikap di bawah. Simak baik-baik, ya!

Baca Juga: Trauma Bonding: Ciri-Ciri, Penyebab, dan Cara Mengatasi

1. Kebiasaan overthinking

ilustrasi wanita (pexels.com/MART PRODUCTION)

Berpikir berlebihan tentang sesuatu ternyata bisa sangat berbahaya bagi hubungan, lho. Walau sering dianggap wajar, kebiasaan ini termasuk salah satu wujud dari trauma yang belum selesai di masa lalu. Kamu jadi cenderung overanalyze sikap atau perkataan seseorang, yang pada akhirnya mengganggu kualitas hidupmu.

Kebiasaan overthinking sangat toksik dan memicu perasaan khawatir berlebih. Padahal sesungguhnya, kebanyakan hal yang kamu khawatirkan tidak berdasar. Malah membuang-buang waktu membuatmu pusing sendiri.

Dalam relasi, kebiasaan ini bisa terasa menyebalkan bagi partner-mu. Kamu belum cukup dewasa mengendalikan pikiran dan perasaanmu, sampai hal kecil pun bisa menjadi masalah.

2. Over-apologizing

ilustrasi wanita (pexels.com/Alex Green)

Sikap minta maaf berlebih bisa terbentuk karena adanya kecenderungan untuk melindungi diri dari konflik dengan orang lain. Mungkin ada pengalaman buruk di masa lalu saat berkonflik, yang membuatmu pada akhirnya terbiasa meminta maaf untuk segala hal. Bahkan untuk sesuatu yang sebenarnya berada di luar kontrolmu.

Orang dengan kebiasaan ini erat juga dengan kebiasaan people pleaser. Selalu punya kecenderungan untuk menyenangkan orang lain. Sadarilah bahwa sikap ini sama sekali tidak sehat. Kamu pun harus belajar untuk berani membela diri dan mengungkapkan pendapatmu. Sebab dalam hubungan, setiap pihak layak untuk didengar dan mendengar.

Baca Juga: Anak-anak hingga Lansia Korban Gempa di Bawean Dapat Trauma Healing

3. Oversharing

ilustrasi sedang mengobrol (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tidak semua kebiasaan oversharing didasari trauma, memang. Tapi, ada juga orang yang menyikapi trauma masa lalu dengan menceritakan seluruh masalah dan kisah hidupnya pada orang baru.

Namun saat ternyata orang tersebut jauh di luar ekspetasi, kamu sendiri yang kelabakan harus menanggung konsekuensi atas kebiasaan oversharing-mu. Sadari bahwa ini tidak menyelesaikan masalah, malah justru memperparah keadaan.

Penting untuk kita waspada terhadap orang baru. Karena tidak semua orang bisa dipercaya untuk menyimpan cerita.

Verified Writer

Caroline Graciela Harmanto

sedang mengetik ...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya