TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perjalanan Inspiratif Ratna Catur Hastuti untuk Pendidikan di Papua

sempat dimaki, Ratna pantang menyerah bangun PAPUA HEI

Ratna Catur Hastuti, pendiri Yayasan PAPUA HEI. (instagram.com/papuaheiofficial)

Pendidikan serupa benih harapan bagi puluhan bahkan ratusan anak di Tanah Papua. Wadah untuk tumbuh dan berproses menjadi manusia yang lebih baik dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis serta mengoptimalkan kapabilitas pribadi. 

Pada faktanya, banyak permasalahan dan tantangan yang menjadi penghambat  pendidikan di Indonesia Timur. Absennya kehadiran guru, kesadaran akan pendidikan yang masih rendah, hingga permasalahan sosial lainnya jadi bagian dari realitas sosial yang dihadapi oleh masyarakat. 

Menurut kacamata Ratna Catur Hastuti, kondisi pendidikan di Papua menimbulkan rasa prihatin. Padahal, perempuan Pendiri Yayasan PAPUA HEI ini, yakin pendidikan menjadi salah satu jalan untuk mendorong seorang anak menjadi manusia yang lebih baik. 

Dalam wawancara khusus bertajuk Aku Perempuan (19/10/22), IDN Times berkesempatan untuk mendengarkan lebih lanjut mengenai perjuangan Ratna membangun komunitas literasi dan belajar PAPUA HEI. Simak perjalanan inspiratifnya melalui artikel ini!

1. Keprihatinan yang dirasakan oleh Ratna jadi motivasi untuk menciptkan lingkungan yang positif bagi anak-anak

Ratna Catur Hastuti, pendiri Yayasan PAPUA HEI. (dok.istimewa)

Ratna merasa sangat prihatin dengan kondisi pendidikan di Papua. Ia melihat masih banyak anak sekolah mengeja saat membaca, bahkan tak sedikit anak merasa sekolah bukanlah hal penting sehingga lebih mengutamakan mencari uang. 

Sederet permasalahan mulai dari kesejahteraan hingga konflik sosial, dirasa harus diseimbangkan dengan hal positif bagi anak-anak. Rasa simpati ini menjadi latar belakang Ratna membangun PAPUA HEI. 

"PAPUA HEI berdiri atas dasar keprihatinan sebagai anak bangsa melihat bangsanya sendiri, generasi bangsa Papua. Dalam artian, ini generasi masyarakat Papua yang adalah saudara kita sebagai sebangsa, itu masih jauh dari standar yang semestinya," ungkap Ratna. 

Seperti namanya, PAPUA HEI bermakna ajakan atau seruan untuk lebih bersemangat membangun Papua dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia Timur. PAPUA HEI diharapkan dapat menyeimbangkan hal negatif di wilayah tersebut.

"Yayasan PAPUA HEI bergerak di bidang literasi dan pendidikan nonformal untuk generasi Papua bisa memiliki wadah di dalam menyeimbangkan hal-hal negatif yang ada di lapangan. Kita tidak perlu berteriak, tetapi kita berbuat dengan menyeimbangkan yang positif," ujarnya.

2. Permasalahan sosial dan rasa malas kerap menjadi hambatan untuk anak-anak mendapatkan pendidikan berkualitas

Kegiatan belajar di Yayasan PAPUA HEI. (instagram.com/papuaheiofficial)

Ratna menyoroti permasalahan sosial yang kerap jadi hambatan bagi anak-anak di Papua dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kultur masyarakat dengan daya juang rendah jadi salah satu penyumbang tantangan dalam mengentaskan pendidikan di sana. 

Anak-anak yang menghabiskan waktu untuk berkeliaran, bermain, atau membantu melakukan pekerjaan domestik adalah pemandangan biasa menurut Ratna. Bagi perempuan yang dipanggil Aunty oleh anak didiknya ini, anak-anak terbiasa menggunakan waktu dengan kurang bijaksana. 

"Kalau saya mengatakan, Papua itu musuhnya ada tiga. Yang pertama, malas. Yang kedua, mabuk. Yang ketiga, mencuri," cerita Ratna penuh rasa simpati. 

Ratna optimis anak-anak di Papua dapat terus meningkatkan potensi dirinya. Perempuan ini juga menilai bahwa pendekatan yang lebih humanis dan kontekstual akan menjadi cara yang efektif untuk membantu generasi muda di provinsi paling timur Indonesia ini. 

"Jadi, kita intinya tuh tidak bisa melihat mereka dengan kacamata kita. Kita harus melihat mereka dengan kacamata mereka, setelah itu kita tahu apa kebutuhan mereka, kita dampingi dengan kesederhanaan dan talenta kita masing-masing. Maka kita akan bisa menolong mereka," ujarnya. 

Baca Juga: Kisah Inspiratif Fery Farhati Selama Jadi Istri Gubernur DKI Jakarta

3. Berbagai bentuk kekerasan tidak lagi relevan untuk menertibkan masyarakat, pendekatan yang penuh kasih menjadi jalan yang mudah diterima

Kegiatan belajar di Yayasan PAPUA HEI. (instagram.com/papuaheiofficial)

Segala bentuk tindak kekerasan dan perilaku tidak manusiawi seharusnya tidak digunakan lagi untuk menertibkan masyarakat. Ratna menilai, masyarakat Papua sebenarnya memerlukan ruang pendampingan serta bantuan untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih nyaman. 

Ratna mengungkapkan, "Nah, kalau kita hadir dengan menggunakan kekerasan itu tidak akan masuk. Yang kita lakukan ya itu tadi, kita masuk dengan kasih dan melihat mereka dengan kacamata mereka dulu. Itu akan sangat efektif menurut saya untuk bisa menolong Papua menjadi bagian Indonesia secara utuh, itu sangat efektif."

Pendekatan yang lebih humanis diperlukan untuk menumbuhkan perasaan kasih dan sayang. Emosi yang positif akan menciptakan rasa percaya yang memudahkan anak-anak menyerap kebaikan yang ditanamkan. 

"Saat kita menyentuh mereka dengan hati, dengan kasih, maka mereka tahu bahwa mereka dikasihi dan mereka akan datang. Dan saat mereka datang, di situlah untuk waktunya kita menabur benih kebaikan," tambah Ratna.

4. Tujuan besar PAPUA HEI adalah mengoptimalkan kemampuan anak hingga menumbuhkan rasa cinta tanah air

Kegiatan belajar di Yayasan PAPUA HEI. (instagram.com/papuaheiofficial)

Menumbuhkan rasa cinta tanah air menjadi salah satu tujuan besar untuk Ratna melalui Yayasan PAPUA HEI. Penerapannya melalui kegiatan sehari-hari agar mudah diterima oleh anak dan menjadi kebiasaan yang diaplikasikan secara berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.  

"Setiap kita datang, selalu ada upacara. Upacara itu menyanyikan lagu Indonesia Raya, Pancasila, dan di situlah kita tanamkan cinta tanah air. Dan juga terinternalisasi dalam setiap kita memberikan pembelajaran kepada mereka ataupun pada saat pendidikan karakter. Cinta pada bangsa, cinta pada negara itu juga perintah Tuhan," kata Ratna.

Ratna menuturkan, organisasi ini berfokus dalam pengembangan karakter anak untuk mengoptimalkan potensi mereka. Oleh karenanya, melalui Yayasan PAPUA HEI dihadirkan berbagai program pendidikan yang mendukung kemampuan dan kapabilitas anak serta menumbuhkan rasa cinta tanah air. 

"Paling tidak, komunitas PAPUA HEI bisa berkontribusi bagi anak-anak yang terjaring di dalam kegiatan komunitas. Yang pertama, pasti mereka karakternya lebih baik. Dalam artian tadi, cara mereka bertindak, cara mereka berpikir itu pasti lebih baik daripada sebelumnya," ucapnya. 

5. Ditolak hingga dimaki-maki tak menjadi penghalang untuk Ratna dalam memperjuangkan pendidikan di Tanah Papua

Kegiatan belajar di Yayasan PAPUA HEI. (instagram.com/papuaheiofficial)

Penolakan dan pertentangan juga pernah dialami Ratna dalam memperjuangkan nasib pendidikan. Ia bercerita pernah dimaki-maki saat menyelenggarakan kegiatan di salah satu daerah di Papua. Namun, hal ini tak menghalangi niatnya untuk terus bermanfaat bagi orang lain dan menebar dampak positif kepada lebih banyak orang.

"Saya ingin hidup saya punya makna. Saya mati, saya sudah menyelesaikan apa yang menjadi visi Tuhan menciptakan saya," ujarnya saat ditanya mengapa tak pernah menyerah dalam membangun PAPUA HEI. 

Ratna bercerita bahwa senyum anak-anak mampu membuatnya tetap bersemangat setiap harinya dan tak ingin menyerah meski banyak kendala menghalangi. Ratna ingin terus menebarkan kebaikan kepada orang lain. 

“Tapi ya tadilah, kalau niatnya baik pasti di kasih hikmat untuk cari jalan keluarnya. Tapi ya memang istilahnya berdarah-darah juga, sudah habis-habisan, semua masih dimaki-maki,” kenang Ratna.

Ratna juga mengaku tak akan menyerah hingga perjuangannya berakhir dan tuntas. Ia ingin yayasan yang dibangunnya dengan jeri payah dan keringat bisa membantu lebih banyak anak di Papua. 

Baca Juga: 5 Kisah Tentang Guru di Indonesia, Inspiratif

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya